Sabtu, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 16 November 2019 09:40 wib
5.177 views
Cacat Pertama Nadiem
Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Setelah sukses men"setting" Rektor UNPAD yang terpilih dengan aklamasi oleh Majelis Wali Amanat yang diketuai seorang Menteri, Rudiantara, maka "korban" demokrasi berikut adalah ITB.
Dua duanya akhirnya terpilih secara aklamasi. Prof Rina Indiastuti untuk UNPAD dan Prof Reini Wirahadikusumah untuk ITB. Lalu keterpilihan wanita ini dianggap hebat dan "rekor" bagi masing masing Perguruan Tinggi tersebut.
Dalam kasus Rektor UNPAD di samping substansi demokrasi tercemar, juga etika berdemokrasi bermasalah. Rapat di kantor Menteri sebagai wajah Pemerintah dinilai tak etis. Iklim dan nuansa "tekanan" politik bisa terjadi. MWA waktu itu pernah rapat di kantor Menkominfo, meski keputusan dilakukan pada waktu lain.
Pemilihan rektor ITB malah lebih parah rapat MWA untuk menetapkan Rektor terpilih dilakukan di kantor Mendikbud Dikti, Menteri Baru "kontroversial" Nadiem Makararim.
Sebagian pihak bisa beralasan itu adalah hak penuh dari MWA tetapi publik, juga sebagian kalangan Civitas Academika, merasa ada goresan hitam dalam demokrasi di perguruan tinggi.
Dalam kasus ITB Nadiem sang Menteri tidak memberi contoh baik, tidak memberi arahan etis, bahkan nampak berbahagia dengan hasil yang sesuai "disain". Sukses pertama jalankan amanat (Presiden).
Mungkin pula ada yang berpandangan bahwa sesuatu hal yang wajar saja jika Pemerintah dominan toh ini adalah perguruan tinggi "plat merah". Pandangan seperti ini adalah myopsis sebab proses pemilihan Rektor telah diatur untuk memenuhi prinsip demokrasi kampus.
Daripada dilegalisasi rekayasa kemauan Pemerintah dengan berpura-pura menjalankan demokrasi, baiknya terang terangan saja dibuat aturan bahwa rektor PTN itu dilakukan dengan penunjukkan langsung oleh Pemerintah casus quo Menteri. Tidak perlu demokrasi demokrasian.
Pemilihan Rektor oleh MWA ITB di kantor Mendikbud Dikti sama saja di bawah kontrol dan kendali Menteri sendiri. Model dari Demokrasi Terpimpin. Nadiem Makarim tidak menampilkan diri sebagai demokrat. Ini berpengaruh terhadap pola kepemimpinan ke depan yang "pseudo democracy" pura pura demokrasi tapi putusan akhir kemauan sendiri. Soal tempat (dan peran) pasti benilai politis.
Apapun itu kita melihat ini adalah cacat Nadiem pertama. Pemilihan Rektor ITB adalah "prestasi" pertama Nadiem sebagai Menteri yang dipaksakan berdasar kemauan Jokowi. Kalangan pendidikan banyak yang masih meragukan kapasitas dan akseptabilitasnya.
Mengingat kondisi seperti ini, maka kita pun khawatir ada disain yang memang diagendakan untuk menjadikan kampus berada di bawah kontrol penuh penguasa. Lingkungan akademik yang terkooptasi dan tidak boleh mandiri. Musuh Pemerintah adalah insan dan institusi akademik.
Betapa buruknya negeri kalau memang begini.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!