Rabu, 1 Jumadil Akhir 1446 H / 15 Desember 2021 14:31 wib
7.006 views
Bandara Sepi Utang Bengkak, Apa Solusinya?
Oleh: Dewi Royani, MH
Langit kelabu semakin menyelimuti PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I di akhir 2021. Kondisi keuangan BUMN perusahaan operator bandara itu sedang dalam kondisi tidak baik. Dikutip dari cnnindonesia.com (06/12/2021), PT Angkasa Pura tercatat memiliki utang hingga Rp35 triliun.Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sempat menyebut kalau utang perseroan sudah menembus Rp 35 triliun. Selain itu, perusahaan diperkirakan mengalami kerugian rata-rata (rate loss) sebesar Rp 200 miliar per bulan. Tumpukan utang berasal dari rendahnya lalu lintas di bandara selama pandemi covid-19.
Beberapa bandara yang baru diresmikan oleh presiden Joko Widodo tercatat sepi penumpang bahkan berhenti beroperasi. Ada bandara Kertajati atau Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Majalengka yang diresmikan tahun 2018 mati suri selama pandemi. Bandara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga Jawa Tengah. Yang terbaru ialah bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo,menambah daftar bandara baru yang sepi penumpang. (finance.detik.com,07/12/2021)
Kondisi bandara sepi tentunya tidak menghasilkan pemasukan yang berarti bagi perusahaanoperator bandara. Hal ini menyebabkan kerugian, biaya operasional yang dikeluarkan mencapai ratusan milyar per bulan. Beberapa infrastruktur yang sudah dibangun akibatnya tidak maksimal dimanfaatkan. Lalu,dengan kondisi ini apa yang menjadi alasan pemerintah terus membangun bandara baru?
Menyoal pembangunan infrastruktur di Indonesia,nyatanya program-program pembangunan di Indonesia lebih berorientasi bisnis para kapitalis, bukan pada fungsi pelayanan publik. Contoh paling nyata adalah pembangunan jalan kereta api cepat Bandung Jakarta. Proyek tersebut jelas tidak urgen karena sudah ada jalan tol, sudah tersedia jalan kereta api. Begitupun proyek pembangunan bandara baru yang menelan biaya triliunan rupiah nyatanya sepi penumpang. Semuanya tidak memiliki dampak signifikan terhadap rakyat. Justru infrastruktur yang dibutuhkan rakyat seperti gedung sekolah yang hampir ambruk, jembatan, tidak menjadi prioritas, bahkan diabaikan, karena di sana tidak ada kepentingan para kapitalis.
Orientasi bisnis pun kental dalam pengelolaan bandara. Sebut saja kasus akuisisi bandara melalui kemitraan strategis dalam pengelolaan atau bahkan penjualan bandara kepada pihak asing menjadi ajang bisnis baru di sektor kebandarudaraan. Contohnya kasus Bandara Kualanamu di Deli Serdang, Sumatra Utara.Perusahaan asal India, GMR Airport Consortium, memenangkan tender pengelolaan Bandara tersebut.GMR akan ikut mengelola bandara Kualanamu selama 25 tahun melalui kemitraan strategis (strategic partnership) dengan PT Angkasa Pura II (AP II). (kumparan, 26/11/2021).
Hal ini cukup menjadi bukti bahwa pembangunan infrastruktur di negeri ini demi kepentingan asing (swasta) bukan demi kepentingan rakyat. Masalah lain dari pembangunan infrastruktur di negeri ini yaitu pembangunan infrastruktur yang bertumpu pada utang dan investasi asing.
Karena hal inilah semestinya pemerintah menata ulang visi pembangunan infrastruktur dan pembiayaan serta pemanfaatannya. Pembangunan infrastruktur berbasis kapitalisme nyatanya tidak membawa kebaikan bagi masyarakat. Lantas, solusi seperti yang dapat diharapkan?
Islam sebagai ideologi yang paripurna memiliki solusi atas setiap persoalan termasuk dalam pembangunan infrastruktur. Dalam Islam, ada hal penting yang harus diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur.Pertama, Pembangunan infrastruktur dalam Islam adalah tanggungjawab negara, bukan sebagai alat mencari keuntungan pihak tertentu.
Kedua, dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, negara akan mempunyai sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai penyelanggaraan negara. Termasuk memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyatnya. Pada saat yang sama, ekonomi negara tumbuh dengan sehat, karena produktivitas individu yang terjaga. Dengan begitu, ketika negara mengalami situasi di mana harus membangun infrastukturnya, maka negara mempunyai banyak pilihan sumber dana karena, masalah penyelenggaraan negara dan pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya juga sudah selesai.
Ketiga, rancangan tata kelola ruang dan wilayah dalam negara didesain sedemikian rupa sehingga mengurangi kebutuhan transportasi.Dengan demikian, warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, baik untuk menuntut ilmu atau bekerja karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.
Keempat, pendanaan pembangunan infrastruktur berasal dari dana Baitul Mal, tanpa memungut sepeser pun dana masyarakat. Hal itu sangat memungkinkan karena kekayaan milik umum dan kekayaan milik negara memang secara riil dikuasai dan dikelola oleh negara.
Sudah sepatutnya umat Islam kembali pada aturan Islam. Dengan begitu, Islam sebagai rahmatan lil ‘aalamin akan terwujud, begitu pun keberkahan akan melimpah untuk seluruh umat manusia. Insyaallah. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!