Sabtu, 11 Jumadil Awwal 1446 H / 21 September 2024 14:03 wib
17.609 views
Menjadi Kota Terbesar Kedua, Bekasi Jangan Bangga
Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
Bekasi yang dijuluki kota patriot itu bermetamorfosa menjadi kota gemerlap hampir menyerupai ibu kota Jakarta, tetangganya. Bahkan nitizen memberinya julukan, Jakarta Tenggara. Hal ini lantaran kedua kota tersebut bersebelahan dan pembangunan gedung-gedung pencakar langit khas Jakarta banyak ditemukan di Bekasi.
Tidak hanya itu, baru-baru ini Bekasi dinobatkan menjadi kota terbesar kedua se-Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro di kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan.
Menurutnya, Bekasi telah menggeser kedudukan Surabaya sebagai kota terbesar kedua. Ia menambahkan kota terbesar pertama tetap Jakarta dan jumlah penduduk Jakarta stagnan sedangkan kota-kota satelit melonjak naik.
Menanggapi hal ini, Dosen sekaligus Ekonom Pasca Sarjana STIE Mulia Pratama, Nur Imam Saifuloh mengatakan Bekasi menjadi kota kedua terbesar cukup realistis. Sebagai kota strategis yang menopang ibu kota Jakarta membuat orang-orang tertarik untuk datang ke Bekasi.
Lebih jauh Ia mengatakan jumlah penduduk yang besar akan menyebabkan perputaran ekonomi bergerak cepat jika diimbangi dengan pertumbuhan produsen untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Oleh karenanya, Nur Imam menghimbau agar pemerintah menjaga daya beli masyarakat. (RadarBekasi.id, 17-08-2024)
Dibalik Sebutan Kota Terbesar
Bekasi dibalik sebutan kota megapolitan, terdapat luka serius di dalamnya. Ironis, kemiskinan selalu mewarnai kota ini dan hampir tidak pernah selesai. Pada bulan Juli lalu, kemiskinan Bekasi menjadi sorotan pemerintah pusat sebagaimana yang disampaikan oleh PJ Wali Kota Bekasi Gani pada (01-07- 2024). Bahkan Gani diminta oleh Mendagri untuk melakukan evaluasi dan membenahi PR kemiskinan ekstrem ini (RRI.co.id,17/07/2024)
Kemiskinan ini juga berdampak pada angka kriminalitas yang meningkat di kota Bekasi terutama dalam masalah pencurian motor (RRI.co.id, 25/08/2024). Dua berita fakta tersebut seolah menggambarkan bahwa kota Bekasi hanya mengalami lonjakan pada jumlah penduduk namun tidak dengan pertumbuhan ekonomi.
Maka dari itu, penyataan Ekonom tersebut terkait produk Domestik Bruto (PDB) hanyalah bersifat rata-rata. PDB merupakan total keseluruhan penghasilan unit usaha dalam suatu negara. Dan hasil PDB ini hanya didapatkan dari sejumlah unit usaha yang terdata oleh pemerintah dalam total bukan ditilik dari kemampuan per kepala keluarga. Yang memilukan adalah pertumbuhan wilayah yang didasarkan pada banyaknya jumlah masyarakat sering kali beriringan dengan masalah sosial yang terjadi. Umumnya persoalan kriminalitas yang tak terelakan.
Namun inilah sistem kapitalisme. Mengukur keberhasilan ekonomi dari banyaknya produksi yang dimiliki oleh para kapitalis, sementara masyarakat umum terus menerus menjadi konsumen bagi para pemilik perusahaan yang notabene ada pada sejumlah elite yang berkepentingan.
Bangga dengan Islam
Hal ini jauh berbeda dengan sistem Islam. Islam meninjau bukan kemampuan ekonomi dari total pendapatan daerah atau rata-rata penghasilan yang didapatkan. Islam akan menilik kemampuan pemenuhan kebutuhan per kepala keluarga.
Misalnya, kisah termasyhur Umar bin Khattab yang memanggul gandum untuk seorang janda miskin beserta anak-anaknya. Hal ini dilakukan saat Khalifah Umar bin Khattab melakukan blusukan ke pelosok-pelosok dan menemukan seorang ibu merebus batu untuk anak-anaknya sebab tidak ada lagi yang bisa dimasak.
Inilah potret pemimpin dalam Islam yakni meninjau tiap rumah untuk memastikan kebutuhan rakyatnya terpenuhi. Hal ini lebih memastikan kesejahteraan setiap rakyatnya. Bukan dengan data melainkan dengan realita di lapangan.
Di sisi lain, pengelolaan ekonomi saling kontribusi melalui zakat bagi orang yang memiliki banyak harta sesuai nisab yang ditentukan. Tidak akan ada lagi istilah yang kaya makin kaya sementara yang miskin dibiarkan merana.
Selain itu, Islam pun memastikan setiap laki-laki dewasa terserap lapangan kerja. Dengan begitu pengangguran tidak ditemukan dalam negara Islam. Lebih jauh, perempuan dan anak tidak pernah dipaksa untuk bekerja. Negara akan memenuhi kebutuhan hidup mereka ketika tidak ada lagi pencari nafkah dalam keluarga.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan warga, negara Islam memanfaatkan dari Baitul Mal. Sumber pemasukan Baitul Mal tersebut berasal dari infal (harta rampasan perang), khoroj atas tanah, jizyah non muslim, kepemilikan negara, kepemilikan umum,1/10 (al ‘usyur) dan al-jamarik (bea cukai, harta orang-orang yang tidak mempunyai ahli waris,harta orang-orang yang murtad dari Islam, 1/5 rikaz (barang temuan) dan barang tambang yang sedikit dan semua jenis zakat.
Demikianlah parameter standar negara dalam Islam terkait kesejahteraan. Negara menjamin kesejahteraan tersebut orang per orang. Tidak perlu menggunakan perhitungan yang rumit sebagaimana sistem kapitalisme yang ujung-ujungnya pun tidak sesuai fakta di lapangan.
Maka dari itu, tidak ada lagi aturan yang lebih baik dari pada aturan Allah Swt.. sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 50 " Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (TQS. Al-Maidah:50). Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!