Ahad, 10 Jumadil Awwal 1446 H / 7 Juni 2015 13:30 wib
24.144 views
Australia, Thailand dan Singapore Juara Urusan Produk Halal, Dimana Indonesia?
JAKARTA (voa-islam.com) - Indonesia dengan penduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, ternyata masih kurang memiliki kepedulian terhadap masalah kehalalan makanan dan minuman atau bahan konsumsi harian lainya.
Masih maraknya sertifikat halal palsu dan juga penggunaan bahan bahan haram dalam industri makanan masih terus terjadi di berbagai kota di Indonesia. Semua ini akibat fungsi pengawasan yang masih rendah baik dari pihak negara dan masyarakat sendiri.
Kita – muslim Indonesia, rupanya sudah tertinggal jauh dari negara negara tetangga kita yang notabene penduduknya mayoritas non muslim, misalnya Australia tercatat 35 persen dari jumlah lembaga sertifikasi halal dunia ternyata tada di kawasan benua kangguru tersebut. Angka ini hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan jumlah lembaga sertifikasi halal yang berada di kawasan Asia. Selain Australia, Thailand dan Singapura juga termasuk negara yang sangat agresif dalam menggarap isu halal.
Terlebih Thailand dengan konsep Kitchen of the World, berupaya melakukan penetrasi pasar industri halal dengan menyediakan produk halal yang dibutuhkan dunia dalam waktu singkat. Dengan inovasi teknologi pangan maka jika hari ini panen, produk pangan Thailand harus sudah dapat didistribusikan di tempat lain dalam waktu sesingkat-singkatnya (kurang lebih 24 jam).
Demikian pula dengan Singapura yang sedemikian berambisi untuk menguasai pangsa pasar industri halal ini. Tidak kurang dari SGD 7 juta dolar telah mereka investasikan untuk pengembangan riset-riset yang mendukung penguasaan pasar industri halal ini. Ini menunjukkan bahwa negara-negara lain, termasuk yang berpenduduk mayoritas non muslim, berupaya untuk menguasai industri halal ini dalam rangka penguatan sistem perekonomian nasional masing-masing negara.
Pertanyannya kemana saja Indonesia?
Berdasarkan laporan GIFR (Global Islamic Finance Report) 2013, total volume industri halal dunia saat ini diperkirakan telah mencapai angka USD 2,3 trilyun.
Dengan pertumbuhan per tahun rata-rata sebesar 20 persen, maka industri halal ini telah memberikan market opportunity sebesar USD 560 milyar setiap tahunnya
Dengan pertumbuhan per tahun rata-rata sebesar 20 persen, maka industri halal ini telah memberikan market opportunity sebesar USD 560 milyar setiap tahunnya. Suatu angka yang fantastis, apalagi melihat kebutuhan akan produk halal ini mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Dari peluang pasar sebesar itu, maka sektor yang dominan dalam proporsi market opportunity industri halal setiap tahunnya adalah kosmetika (USD 177 milyar/tahun), pertanian (USD 41,5 milyar/tahun), dan farmasi (USD 30,3 milyar/tahun).
Dalam GIFR 2013 juga dijelaskan bahwa Asia adalah kawasan yang memiliki pangsa pasar terbesar bagi produk-produk industri halal, dimana proporsi pangsa pasarnya mencapai angka 63,2 persen. Tinggal sekarang pertanyaannya adalah, siapa yang memanfaatkan pangsa pasar yang besar tersebut?
Indonesia harus menggarap industri halal ini dengan lebih serius, dan menjadikannya sebagai salah satu sektor strategis yang perlu mendapat perhatian lebih. Paling tidak, ada tiga agenda besar yang harus dilakukan bangsa ini dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai pemimpin pasar industri halal.
Pertama, perlunya edukasi dan sosialisasi konsep halal sehingga konsumsi halal dapat menjadi bagian dari gaya hidup modern saat ini (modern life style). Masyarakat muslim perlu diyakinkan untuk terus menerus mengembangkan kesadaran untuk hanya mengkonsumsi barang dan jasa yang halal saja. Gerakan halal life style ini harus dilakukan secara masif dan luas, sehingga masyarakat menjadi kritis terhadap keberadaan industri saat ini, seperti industri pangan dan kosmetika, dan berupaya untuk mendorong penerapan konsep halal dalam proses produksi barang dan jasa secara penuh.
Kedua, perlunya grand design pengembangan industri halal ke depan. Hingga saat ini, kita belum punya garnd design yang memetakan secara lengkap langkah-langkah strategis untuk mengembangkan industri halal ini. Jangan sampai Indonesia kalah langkah oleh negara-negara tetangga kita, baik di sebelah utara (Malaysia dan Singapura) maupun sebelah selatan (Australia).
Ketiga, perlunya dukungan kebijakan yang lebih besar agar industri halal ini dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Dalam konteks ini, Indonesia bersyukur telah memiliki UU No 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal, dimana pada Pasal 4 UU tersebut dinyatakan adanya kewajiban sertifikat halal bagi produk yang dijual di pasaran.
Tinggal sekarang, bagaimana caranya agar UU tersebut dapat diaplikasikan secara penuh, melalui penerbitan sejumlah peraturan pelaksana turunannya, sehingga memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan industri halal di tanah air.
Juga aspek sosialisasi sistem JPH (Jaminan Produk Halal) kepada masyarakat perlu ditingkatkan, agar publik memiliki pegetahuan yang memadai tentang konsep halal dan mau terlibat aktif dalam mengembangkan industri halal di tanah air. Wallahu a’lam. [ace/isyauqi beik/sharia/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!