"Acara ini perlu didukung dan perlu dilakukan terus menerus," kata Yanto Jaya dari Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat kepada hidayatullah.com di sela-sela acara.
Yanto menilai, secara teori konsep-konsep toleransi perlu diterapkan. Katanya, karena ini dialog antar-agama pertama yang diadakan oleh Arab Saudi di Indonesia, dia maklum jika tidak ada non-Muslim yang diberi waktu bicara.
"Kedepannya non-Muslim perlu diberi waktu bicara 5 atau 10 menit," kata Yanto.
Kata Yanto, jika diberi waktu bicara dia ingin mengimbau agar sesama pemeluk agama saling menghargai.
"Yang mayoritas melindungi minoritas, dan minoritas menghargai mayoritas," tambahnya.
Dari pihak Katolik, Philipus Jehanum mengatakan, acara dialog seperti ini harus juga dilakukan di tingkat masyarakat awam.
"Jangan hanya tingkat elit," kata Philip yang juga wartawan Harian Bernas Yogyakarta ini.
Katanya, dia ingin dialog ini menelurkan lembaga untuk menangani konflik antar agama.
Dialog antar agama ini juga mengundang perwakilan dari Ormas Buddha, Hindu, Protestan, Katolik, dan Konghucu. Sejumlah mahasiswa dari Universitas Kristen juga hadir.
Acara ini juga mengundang Ormas-ormas Islam. Hadir pula dari organisasi Syiah, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) juga hadir. IJABI diwakili oleh Erlina Renita, istri tokoh Syiah Jalaluddin Rachmat.
Nanang Nuryanta, Wakil Ketua Panitia Seminar mengatakan, sebetulnya pihaknya telah menjadwalkan pembicara non-Muslim.
"Tetapi waktunya terbatas dan acaranya molor dari waktu yang direncanakan," kata Nanang kepada hidayatullah.com.
Katanya, hal ini akan menjadi bahan evaluasi dan akan diperbaiki untuk acara dialog antar agama berikutnya.*