“Ada seorang pria Yahudi, pria Israel, di kawasan ruang basuh,” kata jurubicara Kepolisian Israel Micky Rosenfeld kepada AFP.
“Karena suatu alasan dia berteriak 'Allahu Akbar',” kata Rosenfeld. “Seorang penjaga mengokang senjata dan menembakkannya beberapa kali ke arah tersangka … Dia mati karena luka-lukanya beberapa saat kemudian.”
Penembakan itu terjadi tak lama sebelum pukul 8 pagi waktu setempat, saat di mana area terbuka di sekitar Tembok Ratapan dipenuhi jemaat Yahudi untuk melakukan doa pagi mengawali Sabbath pada hari Jumat (21/6/2013).
Tembok Ratapan atau Tembok Barat, dinding sebelah barat dari kompleks Masjid Al-Aqsha yang dipercaya Yahudi sebagai tembok penyangga Kuil Kedua, ditutup setidaknya selama satu jam menyusul kejadian itu.
Paramedis Zeevi Hassed kepada situs NRG mengatakan, timnya bergegas menuju tempat kejadian begitu ada laporan penembakan masuk.
“Ketika kami tiba di tempat, kami melihatnya tergeletak di plaza Tembok Barat,” katanya. “Dia ditembak di beberapa bagian tubuhnya … Malangnya tidak ada yang dapat kami lakukan kecuali menyatakannya mati.”
Radio publik Israel, yang mengutip pernyataan si penjaga keamanan kepada polisi yang menyelidiki kasusnya, melaporkan bahwa penjaga itu mengira pria tersebut menarik sesuatu dari sakunya saat dia berteriak 'Allahu Akbar', dan mengira akan menyerang dirinya.
Radio publik itu mengatakan, polisi tidak menemukan hal-hal yang mencurigakan dari pria Yahudi berusia 46 tahun itu.
Stasiun televisi swasta Israel Channel 10 mengatakan, pria yang tewas itu diyakini mengalami gangguan mental.
Mengutip para saksi, stasiun tv itu mengatakan, penjaga menembakkan 7 sampai 10 peluru. Saksi juga mengatakan bahwa penembakan itu tidak bisa dibenarkan, sebab korban kelihatan tidak berbahaya.
“Kami masih mencari latar belakangnya: mengapa petugas keamanan melancarkan tembakan dan apa motif dari pria berusia 46 tahun itu, perilakunya sangat aneh,” kata Rosenfeld.*
Rep: Ama Farah