Anggota parlemen Prancis, pemimpin Front Nasional yang anti-imigrasi, itu pada pertemuan politik Desember 2010 mengecam Muslim yang shalat hingga ke jalan-jalan di Paris.
Sebagaimana diketahui, Muslim di Eropa paling banyak tinggal di Prancis dan saat shalat Jumat jamaah sering meluber ke jalan karena tempat ibadah yang terbatas.
“Bagi mereka yang suka membicarakan tentang Perang Dunia II, tentang penjajahan, kita bisa membicarakan -untuk kali ini, tentang penjajahan atas wilayah kita,” kata Le Pen dalam pidatonya ketika itu. “Tidak ada kendaraan lapis baja, tidak ada tentara, namun ini merupakan penjajahan yang sama dan menyengsarakan rakyat,” imbuh Le Pen tentang Muslim yang shalat hingga ke jalanan.
Kejaksaan di Lyon ingin Le Pen mempertanggungjawabkan pernyataannya itu dan menjerat wanita itu dengan dakwaan menyulut kebencian rasial. Namun, mereka tidak bisa menuntutnya, sebab sebagai anggota parlemen Prancis sejak 2004 Le Pen memiliki hak imunitas bebas dari tuntutan hukum.
Komite Urusan Hukum Parlemen Eropa hari Selasa (2/7/2013) melakukan pemungutan suara tertutup dengan hasil mendukung rekomendasi pencabutan hak imunitas Le Pen yang diajukan 19 Juni lalu.
Sehari sebelum pemungutan suara di Parlemen Eropa kepada LCI TV Le Pen mengaku sudah bisa menebak hasilnya.
“Hal itu akan terjadi, sebab saya seorang disiden,” katanya hari Jumat lalu. “Saya sama sekali tidak takut … keputusan itu dimaksudkan untuk mengintimidasi saya,” imbuhnya, dikutip France24.
Mengulangi pernyataan rasisnya Le Pen berkata, “Saya menantang semua orang Prancis untuk mengatakan apa yang ada di pikirannya, bahwa shalat di jalanan yang kerap terjadi di Prancis merupakan sebuah bentuk penjajahan atas tanah Prancis.”
Marine Le Pen menggantikan posisi ayahnya sebagai ketua Front Nasional pada tahun 2010. Ketika itu ayahnya, Jean-Marie Le Pen juga dilucuti hak imunitasnya sebagai anggota parlemen. Jean-Marie Le Pen diproses hukum karena menyatakan bahwa holocaust hanyalah merupakan akibat dari tindakan individu dalam Perang Dunia II.*