Rabu, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 21 Oktober 2009 14:39 wib
9.652 views
Tata Cara Haji Sesuai Sunah (6)
Jamaah haji mengangkat tangannya ketika melempar setiap kerikil sambil mengucapkan : ( Allahu Akbar), dan disunahkan untuk melemparnya dari Bathnu Wadi dengan menjadikan Makah disebelah kirinya dan Mina disebelah kanannya [seperti dalam gambar 9], berdasarkan perbuatan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam (HR Imam Muslim). Kerikil diharuskan jatuh di dasar kolam- tidak mengapa jika keluar lagi setelah terjatuh kedalamnya- adapun apabila kerikil mengenai tiang yang tegak dan tidak jatuh kedalam kolam maka tidak sah.
*Kemudian setelah melempar Jumrah jamaah haji (yang berasal dari luar tanah haram) menyembelih Hadyunya, disunahkan untuk memakan sebagiannya dan menghadiahkan dan mensedekahkan sebagian lainnya.
Waktu menyembelih berlanjut sampai terbenam matahari hari (13 Dzul Hijjah) namun dibolehkan menyembelih dimalam hari, tetapi yang paling afdhol segera menyembelihnya setelah melempar Jumrah Aqabah pada hari raya, berdasarkan perbuatan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam. ( jika jamaah haji tidak menemukan hadyu, maka berpuasa 3 hari diwaktu haji disunahkan pada hari ke 11, 12, dan 13, dan 7 hari apabila kembali kenegaranya).
*Kemudian setelah menyembelih Hadyunya jamaah haji mencukur rambut atau memendekkannya, dan mencukur lebih afdhol dari memendekkan, karena Beliau shallawahu ‘alaihi wasallam mendoakan ampunan bagi yang mencukur 3 kali dan bagi yang memendekkan hanya 1 kali (Muttafaqun ‘alaihi).
*Setelah melempar Jumrah Aqabah dan mencukur atau memendekkan rambut jamaah haji diperbolehkan melakukan apa saja yang diharamkan karena Ihram kecuali berhubungan suami istri, dan ini disebut Tahallul Awwal, kemudian jamaah haji – setelah memakai wangi-wangian- menuju ke Makah untuk berthawaf dengan Thawaf Ifadhoh yang disebutkan dalam firman Allah Ta’alaa :
{ ثم ليقضوا تفثهم وليوفوا نذورهم وليَطوّفوا بالبيت العتيق }
Artinya :29. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).[ QS Al Hajj:29]
Berdasarkan perkataan Aisyah radhiallahu anha : ( ketika itu aku memakaikan minyak wangi untuk Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam ketika Tahallul sebelum beliau berthawaf )(Muttafaqun ‘alaihi), kemudian setelah thawaf ini melakukan sya’ie untuk hajinya.
Setelah thawaf ini maka dihalalkan bagi jamaah haji segala sesuatu yang dilarang karena Ihramnya termasuk berhubungan suami istri, dan ini disebut Tahallul Tamm.
*Yang paling utama jamaah haji melakukan amalan manasik ini dengan teratur sebagaimana disebutkan sebelumnya (yaitu melempar kemudian mencukur atau memendekkan kemudian menyembelih kemudian Thawaf Ifadhoh), tetapi jika mendahulukan sebagiannya sebelum yang lain maka tidak mengapa.
*Kemudian jamaah haji kembali ke Mina untuk tinggal disana pada hari (ke 11 dan 12 Dzul Hijjah beserta malamnya) kalau hendak terburu-buru ( dengan syarat meninggalkan Mina sebelum Maghrib), atau pada hari ( ke 11, 12, dan 13 Dzul Hijjah beserta malamnya ) apabila tidak terburu-buru, dan itu lebih afdhol dari teruburu-buru, berdasarkan firman Allah Ta’alaa :
{ فمن تعجل في يومين فلا إثم عليه ومن تأخر فلا إثم عليه لمن اتقى }34.
Artinya : 203. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, Maka tiada dosa baginya. dan Barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), Maka tidak ada dosa pula baginya[129], bagi orang yang bertakwa.[ QS Al Baqarah: 203]
Dan jamaah haji pada setiap hari-hari ini melempar tiga Jumrah setelah tergelincirnya matahari (HR Imam Bukhari dari haditsya Ibnu Umar radhiallahu anhuma) mulai dengan Sughra (yang paling kecil), kemudian Wustho (sedang) kemudian Kubra (yang paling besar), dengan tujuh kerikil untuk setiap Jumrah, sambil bertakbir ketika melempar setiap kerikil.
Dan disunahkan setelah melempar Jumrah Sughra untuk maju ke tempat yang tidak terkena lemparan kemudian menghadap Kiblat dan berdoa dengan doa yang panjang sambil mengangkat kedua tangannya [ seperti dalam gambar 10], dan disunahkan juga setelah melempar Jumrah Wustho untuk maju darinya dan menjadikannya disebelah kanannnya dan menghadap Kiblat dan berdoa dengan doa yang panjang sambil mengangkat kedua tangannya [ seperti dalam gambar 10] adapun Jumrah Kubra ( Jumrah Aqabah) maka cukup melemparnya saja tidak berhenti dan berdoa, berdasarkan perbuatan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam (HR Imam Bukhari)
*Sesudah jamaah haji menyelesaikan hajinya dan berniat untuk kembali kenegaranya maka dia wajib melakukan Thawaf Wada’ (Thawaf perpisahan) kemudian meninggalkan Makah langsung sesudahnya, berdasarkan perkataan Ibnu Abbas radhiallahu anhuma : ( Manusia diperintahan untuk menjadikan waktu terakhir mereka (ketika haji) di rumah Allah, kecuali diringankan bagi wanita yang haidh)(Muttafaqun ‘alaihi), karena wanita haidh tidak wajib melakukan Thawaf Wada’.
Masalah-masalah seputar haji:
• Haji anak kecil yang belum baligh hukumnya sah, karena diriwayatkan ada seorang wanita yang mengangkat anaknya kepada nabi shallawahu ‘alaihi wasallam lalu berkata : Ya Rasulullah apakah anak ini boleh berhaji ? maka Beliau shallawahu ‘alaihi wasallam berkata : (ya, dan kamu mendapat pahala).( HR Imam Muslim), akan tetapi haji ini tidak menggugurkan kewajiban hajinya ketika dewasa,karena dia belum mukallaf, maka wajib berhaji yang fardhu setelah baligh.
• Wali anak kecil melakukan amalan haji yang tidak mampu dilakukan olehnya.
• Wanita haidh mengerjakan seluruh manasik haji kecuali dia tidak berthawaf kecuali kalau haidhnya berhenti dan telah bersuci, demikian pula wanita yang Nifas.
• Wanita diperbolehkan mengkonsumsi pil pencegah haidh supaya tidak datang haidh ketika haji.
• Orang tua dan wanita yang merasa berat melempar Jumrah boleh diwakilkan yang lain, wakil melempar Jumrah untuk dirinya terlebih dahulu baru orang yang diwakilinya, demikianlah dilakukan pada Jumrah-Jumrah yang lain.
• Barang siapa meninggal dan belum berhaji padahal dia dalam keadaan mampu, maka dihajikan dari harta peninggalannya, jika salah seorang kerabatnya menghajikannya dengan suka rela maka tidak mengapa.
• Orang yang berusia lanjut dan orang sakit yang tidak ada harapan sembuh boleh diwakili haji oleh yang lain, dengan syarat wakilnya telah melakukan haji untuk dirinya sendiri.
Larangan-larangan ketika Ihram :
Orang yang dalam keadaan Ihram tidak boleh melakukan perkara-perkara berikut :
• Memotong sedikitpun dari rambut maupun kuku-kukunya.
• Memakai wangi-wangian pada baju maupun badannya.
• Menutup kepalanya dengan sesuatu, seperti topi dan semacamnya.
• Menikah atau menikahkan orang lain, atau melamar.
• Berhubungan suami istri.
• Mencumbu istrinya (melakukan pembukaan Jima’ seperti menyentuh atau mencium) dengan syahwat.
• Jamaah haji laki-laki tidak boleh memakai pakaian yang berjahit, yaitu yang dipisahkan pada setiap anggota badannya, seperti baju, celana dan sejenisnya.
• Membunuh binatang buruan darat, seperti rusa, kelinci, dan sejenisnya.
*Barang siapa yang melanggar salah satu larangan ini karena jahil atau lupa atau dipaksa maka tidak berdosa dan tidak membayar denda.
*Adapun yang melanggarnya dengan sengaja- kita berlindung kepada Allah- atau memerlukannya : maka wajib bertanya kepada ulama supaya menjelaskan denda apa yang wajib atasnya.
Perhatian : Barangsiapa yang meninggalkan salah satu amalan haji yang disebutkan diatas maka hendaklah bertanya kepada ulama supaya menjelaskan apa yang harus dilakukannya.
(Diterjemahkan dari Shifatul Hajj oleh Syaikh Al-Jibrin rahimahullah)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!