Sabtu, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 13 November 2010 10:00 wib
18.295 views
Macam-macam Takbir pada Hari-hari Dzulhijjah
Oleh: Badrul Tamam
Takbir pada Iedul Adha ada dua macam: Takbir mutlak dan takbir muqayyad. Takbir mutlak disyariatkan untuk dikumandangkan sejak awal Dzulhijjah sampai hari-hari Ied (hari tasyriq). Takbir ini dikumandangkan di jalan-jalan dan di pasar-pasar, di Mina, dan di tempat-tempat lainnya. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala,
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan,” (QS. Al-Hajj: 28). Ayyam Ma’lumaat adalah hari-hari sepuluh pertama dari Dzulhijjah.
Juga Firman Allah Allah Ta’ala,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS. Al-Baqarah: 203). Maksudnya adalah hari-hari Tasyriq berdasarkan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Hari-hari Tasyriq adalah hari makan dan minum serta berdzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla.” (HR. Muslim dalam Shahihnya)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallaahu 'anha,
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
“Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah), karenanya perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya.” (HR. Ahmad 7/224, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan isnadnya).
Imam al-Bukhari menyebutkan dalam Shahihnya secara Ta’liq dari Ibnu 'Umar dan Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhum, bahwa keduanya pergi ke pasar pada hari-hari yang sepuluh (dari bulan Dzulhijjah) sambil bertakbir dan orang-orang pun ikut bertakbir dengan takbir keduanya.”
Adalah Umar bin Khathab dan anaknya (Abdullah bin Umar) radhiyallaahu 'anhuma, bertakbir pada hari-hari Mina di masjid dan di kemah. Keduanya mengeraskan suara takbirnya sehingga Mina menjadi gemuruh dengan suara takbir.
Termasuk dalam bagian ini adalah takbir yang dikumandangkan di tempat shalat Ied, di jalan menuju ke sana, dan di saat duduk menunggu shalat.
Sedangkan takbir muqayyad (terikat) adalah takbir yang dibaca sesudah shalat lima waktu, lebih khusus lagi pada shalat berjama’ah, sebagaimana yang disyaratkan oleh mayoritas fuqaha’.
Takbir ini dimulai sejak fajar hari ‘Arafah sampai dua puluh tiga shalat, yakni sampai sesudah shalat Ashar di hari raya keempat (hari Tasyriq terakhir/13 Dzulhijjah), sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan sejumlah sahabat ridwanullah ‘alaihim. (Kitab Ma’mu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, 13/17). Dan takbir ini hanya berlaku bagi selain jama’ah haji.
Sedangkan bagi yang sedang berhaji, dalam kondisi ihramnya cukup menyibukkan diri dengan talbiyah sehingga melempar jumrah pada hari nahar (hari ke-10 Dzulhijjah) Sesudah itu baru menyibukkan diri dengan bertakbir. bertakbirnya dimulai sejak lemparan pertama ketika melempar jumrah. Dan jika bertakbir sambil bertalbiyah maka tidak mengapa berdasarkan perkataan Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu, “Dulu orang bertalbiyah pada hari Arafah dan tidak diingkari. Sementara seseorang bertakbir juga tidak diingkari.” (HR. Bukhari)
Namun yang afdhal (utama) bagi seorang yang berihram adalah mengucapkan talbiyah. Adapun bagi seorang yang tidak berihram yang afdhal adalah bertakbir pada hari-hari tersebut.
Bertakbir pada shalat Iedul Ahda
Disyariatkan bertakbir di tempat shalat Ied, di jalan menuju ke sana, dan ketika duduk di tempat shalatnya. Setiap orang dianjurkan untuk bertakbir, jangan hanya diam saja ketika duduk, baik pada saat Iedul fitri maupaun Iedul adha. Karena pada hari ini, sangat-sangat dianjurkan untuk menampakkan syi’ar-syi’ar Islam. Dan di antara syi ‘ar yang paling nampak jelas adalah kumandang takbir. Dikatakan, “Hiasilah hari raya-hari raya kalian dengan takbir.’ (HR. Al-Thabrani dalam Mu’jam al-Shaghir dan al-Ausath, sementara status rwiayatnya dipermasalahkan).
Karena itu, bagi kaum muslimin seyogyanya menampakkan syi’ar ini pada hari Ied. Apabila mereka diperjalanan menuju tempat shalat dan duduk menunggu pelaksanaan shalat, hendaknya mereka mengeraskan suara takbrinya. Dan di antara bunyi kalimat akbir adalah: Allahu Akbar. . . Allahu Akbar . . . Laa Ilaaha Illallaah . . . Wallahu Akbar . . . Walillahil Hamd. Susunan takbir ini sesuai dengan yang diriayatkan dari Ibnu Mas’ud dan yang dijadikan acuan oleh Imam Ahmad.
Masih ada bentuk lain yang diriwayatkan dari Salman, Allahu Akbar . . . Allahu Akbar . . . Allahu Akbar Kabiira.
Bacaan Shalawat dan Dzikir-dzikir yang selain
Bacaan shalalawat dan dzikir-dikir lainya tidak pernah didapatkan riwayatnya dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, seperti ucapan, Allahumma Shalli ‘ala sayyidinaa Muhammad wa ‘ala Aali sayyidina Muhammad. . . sampai akhir.
Bershalawat kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam memang disyariatkan dalam setiap waktu. Tetapi menghususkannya dengan bentuk seperti itu dan dalam waktu-waktu ini, pada dasarnya tidak pernah disebutkan keterangannya dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan tidak pula dari salah seorang shabat beliau.
Begitu juga yang sering diucapkan pada kesempatan ini, Laa Ilaaha Illallaahu wahdah, shadaqa wa’dah, wa nashara ‘abdah, wahazamal ahzaba wahdah . . ., tidak didapatkan satu riwayatpun yang mengaitkannya dengan hari raya.
Laa Ilaaha Illallaahu wahdah, shadaqa wa’dah, wa nashara ‘abdah, wahazamal ahzaba wahdah . . ., tidak didapatkan satu riwayatpun yang mengaitkannya dengan hari raya.
Sesungguhnya takbir yang ma’tsur dan memiliki landasan riwayat hanya dengan susunan yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu: Allahu Akbar . . . Allahu Akbar . . . Laa Ilaaha Illallah . . .Wallahu Akbar . . . Allahu Akbar . . Walillahil Hamd.
Maka bagi seorang muslim untuk bersungguh-sungguh mengumandangkan takbir ini, meramaikan tempat shalat dengannya. Dan bertakbir pada semua hari sepuluh pertama Dzulhijjah. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Tulisan Terkait:
1. Takbir Idul Adha
2. Amal-amal yang Disyariatkan Pada 10 Hari Pertama Dzulhijjah
3. Kemuliaan dan Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
4. Memotong Kuku dan Memangkas Rambut Bagi Orang yang Ingin Berkurban
5. Hukum Berhutang untuk Berkurban
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!