Jum'at, 4 Jumadil Awwal 1446 H / 6 Januari 2012 06:42 wib
8.175 views
Jadi Bom Waktu, Ulama Minta Gubernur Larang Syiah Berkembang di Jatim
Surabaya (Voa-Islam) - Ketua Bidang Organisasi Albayyinat Habib Achmad Zein Alkaf menegaskan, bahwa ajaran Syiah lebih berbahaya dibandingkan Ahmadiyah. Pihaknya meminta Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengeluarkan larangan Syiah berkembang di Jatim.
"Apa yang saya khawatirkan akhirnya benar-benar terjadi di Sampang. Cepat atau lambat pasti ada benturan Sunni-Syiah. Ini karena pengajian Syiah sering menghina pemimpin umat Islam," katanya kepada beritajatim.com di kediamannya kawasan Ampel Surabaya.
Habib Achmad yang juga pengamat ajaran Syiah di Surabaya ini sangat menyayangkan komentar beberapa tokoh yang isinya tidak mendinginkan suasana, malah memanaskan dan memperkeruh umat Islam di Madura.
"Sebelum ada Syiah, umat Islam di Madura hidup rukun. Ketika mulai berkembang di Madura, kekacauan terus terjadi. Seharusnya peristiwa di YAPI Bangil dahulu jadi pelajaran berharga bagi aparat," tegas A'wan Syuriah PWNU Jatim ini.
Menurut Achmad Zein yang juga anggota Bidang Ukhuwah Islamiyah MUI Jatim ini, ajaran Syiah sangat berbahaya bagi agama, bangsa dan negara. Untuk itu, gubernur sudah waktunya melarang aliran Syiah di Jatim. "Kalau ingin Jatim aman dan damai, aparat kepolisian dan pemerintah jangan sekali-kali memberikan izin kegiatan bagi Syiah apapun bentuknya," pungkasnya.
Sementara itu dikatakan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sampang. Ketua Tanfidz PCNU KH Muhaimin melihat bahwa keberadaan Syiah memang tidak dikehendaki mayoritas masyarakat Sampang.
Untuk itu, dia mendesak agar Pemerintah Kabupaten Sampang mengeluarkan larangan bagi penyebarluasan ajaran Syiah. Larangan berbentuk Perda sehingga memiliki kekuatan hukum.
"Kami dari NU Kabupaten Sampang meminta kepada Bupati Sampang untuk segera membuat Perda larangan Syiah di Kabupaten Sampang," ujar pengasuh Pondok Pesantren Enjelan Desa Panggung Kecamatan Sampang ini, Selasa (3/1/2012).
Belum lama ini, KH Muhaimin bersama dengan ratusan kyai dan tokoh masyarakat mendatangi pendopo Kabupaten Sampang. Mereka menemui Bupati Noer Tjahja dan Kapolda Jatim Irjen Pol Drs. Hadiatmoko, SH.
Seperti diberitakan, konflik keberadaan Islam Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang, memanas. Ratusan orang dari Islam Sunni yang dipimpin KH Rois, membakar pendopo milik tokoh Islam Syiah, KH Tajul Muluk, Kamis (29/12/2011). Demi keamanan, para jamaah Syiah akhirnya diungsikan ke GOR Jalan Wijaya Kusuma Sampang.
Syiah Menjadi Bom Waktu
Seperti diketahui, benturan Sunni-Syiah di Jawa Timur bukan kali pertama, sebelumnya benturan juga terjadi di Pasuruan, tepatnya pada 15 Februari 2011 lalu. Sekelompok massa melakukan penyerangan terhadap Ponpes Al Ma'hadul Islam Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Desa Kenep, Kecamatan Beji, Pasuruan, Jawa Timur, sekitar pukul 14.30 WIB. Akibatnya, delapan santri terluka. Terbetik kabar, benturan di Pasuruan tersebut sudah terjadi tujuh kali. Selama tiga tahun terakhir, aksi penyerangan sudah pernah dilakukan pada 2006 dan 2007.
Rumor yang beredar, penyerangan dilakukan sekelompok massa sepulang dari mengikuti pengajian peringatan maulid Nabi Muhammad di Singosari, Kabupaten Malang. Kepolisian sudah mengonfirmasi bahwa dalam pengajian tersebut tidak ada instruksi untuk menyerang kelompok syiah."Saat pengajian memang menyinggung masalah Syiah. Tapi tidak ada perintah dari pimpinannya untuk melakukan penyerangan," tandas Kapolda Badrodin Haiti.
Bukan main, ternyata di Jatim, sekte Syiah tersebar di Bangil, Pasuruan, Bondowoso, Madura, dan beberapa di daerah timur Jatim. Aliran Syi’ah ternyata bermacam-macam. Mulai yang ekstrim, sampai yang hampir menyerupai Sunni.
Kebanyakan ulama di Madura, tak terkecuali warga, merasa terusik dengan kegiatan pesantren Syi’ah. Padahal pesantren itu, sebelumnya sudah diingatkan untuk tidak mengotori akidah umat di Madura. Keberadaan Syiah di Madura sudah muncul sejak tahun 1980-an. Para ulama sudah mewanti-wanti keberedaan Syiah. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 M sudah merekomendasikan tentang sekte Syiah yang memberikan perbedaan-perbedaan dengan ajaran Ahlu Sunnah.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur, KH Abdusshomad Buchori menyebut peristiwa pembakaran mushalla dan rumah penganut Syi’ah di Dusun Nangkrenang, Sampang, Madura, Jawa Timur sebagai bom waktu yang telah meledak.
Karenanya, MUI Jatim menyarankan agar pengikut kelompok itu dilokalisir atau dipindahkan ke tempat khusus. Selain untuk menghindari konflik berkepanjangan, juga karena kelompok itu mempunyai keyakinan berbeda yang mudah menyulut kemarahan warga. “Konflik itu akan terus terjadi, jalan keluarnya kelompok itu harus dipindah,” kata KH Abdusshomad Buchori.
Menurutnya, sudah sejak lama warga Madura menginginkan agar penganut Syi’ah hijrah, tidak berdiam di sana. Mengembangkan Syi’ah di Madura memang berat dibandingkan dengan daerah lain. Sebab, mayoritas warga tidak menyetujuinya. Selama Syi’ah masih ada di Sampang, kata Abdusshomad, maka akan terus menimbulkan masalah. “Sebaiknya, Syi’ah yang tahu diri,” imbuhnya.
KH Abdusshomad menuturkan, faham Syi’ah di Indonesia tidak berkembang besar. Sebab, katanya, kalau Syi’ah kuat ada kemungkinan akan merebut kekuasaan. Kekuasaan, ditambahkannya, memang menjadi program dan faham Syi’ah di seluruh dunia. “Seperti yang terjadi di Iran. Di sana Syi’ah dan Sunni sama-sama besar sehingga sering terjadi konflik,” urainya.
Sebelumnya, MUI Jatim telah mengeluarkan saran kepada pemerintah dan masyarakat agar mewaspadai keberadaan Syi’ah. “Sebaiknya penganut Syi’ah dilokalisir saja. Tidak bermasyarakat dengan warga lain yang berfaham beda. Dan ini menjadi tugas pemerintah,” tegasnya.
Dari sisi ajaran, urai KH Abdusshomad, Islam dan Syi’ah memiliki banyak perbedaan, di antaranya sistem ibadah yang tidak sama, doktrin nikah mut’ah (kawin kontrak), azan dan iqamat yang ditambah. “Azan mereka itu ditambahi dengan kalimat ‘hayya ala khoiril amal,’ ‘asyhadu anna ‘aliyyan waliyullah’ dan ‘asyhadu anna ‘aliyyan hujjatullah’. Bagi masyarakat non Syi’ah, sudah tentu ini melenceng,” ujarnya. (Desastian/dbs)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!