Selasa, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 21 April 2015 17:41 wib
7.589 views
Ikut Cara Hidup dan Dakwah Rasulullah, Negara Barat Bukan Lagi Kiblat Peradaban
BANDUNG (voa-islam.com)- Umumnya, masyarakat Indonesia tidak akan malu-malu menyanjung Negara-negara Barat sebagai “kiblat” peradaban pada abad saat ini. Mulai dari makanan, film, cara berpakaian, hingga gaya hidup pun kita mencontohnya. Namun, bagi Imam Masjid New York, Shamsi Ali, tidaklah demikian. Menurutnya, apa yang orang Barat lakukan terhadap kehidupan saat ini justru berbalik dan tidak seperti apa yang kita pikirkan. Bahkan ia menilai masyarakat kita telah salah menyimpulkan. Dan penyebab ini terjadi karena ia beranggapan kita tidak mempelajari ilmu agama secara mendalam.
Shamsi juga menyebut, misalnya saja salah satunya terkait cara orang-orang Barat bekerja atau menjalani aktivitas sehari-hari. Ia mengatakan bahwa di Amerika, orang di sana justru merasa jenuh apa yang mereka lakukan terhadap kesehariaannya. Banyak di antara mereka, misalnya merasa apa yang sedang mereka jalani tidak ada akhirnya atau, sia-sia. Semuanya tidak ada esensinya. Bahkan, ia pernah menghadapi salah satu orang Barat yang mencurahkan kegelisahannya dalam menjalani hidup. Yang kemudian orang Barat itu mengakui bahwa hidupnya tidak ubahnya seperti mesin. Yakni kehidupannya hanya disibukkan untuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Hingga ia sendiri pun depresi dan menyalahkan hidup yang dinilainya monoton.
“Ada orang Barat yang bercerita kepada saya, kehidupan dia seperti mesin. Bekerja, bekerja, dan bekerja. Sehingga ia pun mengeluh akan hidup,” sampainya.
Kemudian ia pun memberikan contoh lainnya, yang ia anggap contoh ini sebagai pelajaran yang sangat berharga. Misalnya saja ia menyampaikan perihal bangun pagi dan olahraga yang biasa dilakukan setiap pagi. Menurutnya jika ada orang Indonesia yang menganggap bahwa olahraga yang dilakukan kebanyakan orang Barat setiap pagi adalah hasil dari pemikiran atas kemajuan peradaban mereka, dapat dipastikan bahwa ilmu agama yang dimilikinya jauh dari kata cukup. Justru, ia menambahkan jika umat muslim mau menelisik sejarah kehidupan nabi Muhammad s.a.w. terkait hal demikian, kita akan temukan sejarah yang mengatakan bahwa Islam-lah yang lebih dulu mengajarkan pola hidup sehat seperti itu, bukan dari Barat sebagaimana masyarakat Indonesia nilai. Sebut saja umat muslim yang diperintahkan untuk bangun pagi agar menunaikan ibadah sholat Subuh.
Bukan hanya itu saja, pada masa Rasulullah, ia menyebut selain olahraga beliau juga memberikan contoh agar umat muslim pintar-pintar membangun fisik, jasad, materi, dan intelektual untuk kehidupan antara sesama manusia atau mahluk hidup. Dan ini dilakukan untuk kehidupan yang dijalani agar jauh dari kesia-siaan layaknya orang Barat yang menganggap kehidupan ini adalah monoton.
“Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. mengingatkan kepada umatnya agar pintar-pintar membangun fisik, jasad, materi, dan intelektual dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah cara hidup Islam, bukan cara Barat seperti kebanyakan umum menilai,” yakinnya.
Dari cerita yang ia sampaikan, Shamsi menghimbau untuk masyarakat agar pola hidup Rasulullah itu bisa kita sebarkan ke orang lain, pun dengan yang berbeda agama, termasuk pada orang Barat. Menurutnya jika hal demikian disampaikan, maka mereka akan mengerti bahwa apa yang kebanyakan orang Barat lakukan itu sesungguhnya telah ada di agama Islam sejak dulu. Dan dengan begitu, masyarakat yang tadinya tidak mengetahui, akan menajadi tahu karena kita menyebarkan atau menyampaikannya.
Namun di lain sisi, untuk konsep di dalam menyampaikan atau mendakwahkan, Shamsi mengingatkan agar kita, umat muslim menggunakan tata cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Misalnya saja dengan kelembutan, damai, dan atau bangun simpati agar orang di luar Islam merasa lebih dihargai. Dan menurutnya hal ini akan lebih efektif serta proporsional dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam ke seluruh aspek. Juga merupakan esensi atau hakikat dalam berdakwah.
“Bangun peradaban dengan cara-cara Rasulullah akan membuahkan simpati kepada semua orang. Dan inilah yang dinamakan esensi atau hakikat berdakwah sebagaimana yang telah diajarkan oleh nabi Muhammad s.a.w.,” ia mengingatkan.
Selain itu, ia juga menghimbau agar kita yang berdakwah untuk tidak mudah mengucapkan si A atau si B kafir, dan atau akan masuk neraka. Karena, ia melihat orang-orang seperti ini sama saja sebenarnya telah mendahului kuasa yang dimiliki Allah SWT. Padahal, apa yang kita duga dan kita lihat belum tentu seperti itu keadaannya. Bahkan bisa saja terbalik. Ia pun merasa yakin apa yang ada di dada manusia, yakni kita atau publik tidak akan pernah tahu yang sesungguhnya rencana yang dimiliki Allah SWT terhadap hamba-hambanya. Dan barangkali, setiap yang terlihat belum tentu sama apa yang dilihat.
“Bisa saja orang yang kita kafirkan dan kita nyatakan masuk meraka, tetapi takdir berkata lain. Pun sebaliknya. Sebagaimana pada zaman nabi ada orang taat sekali dalam beribadah namun di akhir hayat justu ia menjadi salah satu penghuni neraka. Ada yang taat di awal, namun akhirnya ia kufur. Dan sebaliknya,” ia memberikan contoh.
Shamsi Ali hadir sebagai salah satu pemateri atau pendakwah dalam acara “Dakwah On the Street” beberapa waktu lalu (19/04/2105) di daerah Dago, Bandung, Jawa Barat. Shamsi yang masih mengenakan pakaian olahraga tersebut tidak hadir sendiri. Terlihat ustadz Erick dan Gubernur Jawa Barat Aher Heryawan. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!