Jum'at, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 19 Juni 2015 16:12 wib
84.052 views
Menag Lukman: Kita Harus Hormati Yang Tak Puasa, Wapres: Kaset Ngaji Masjid Sebabkan Polusi Suara
JAKARTA (voa-islam.com) - Usai polemik Al Quran langgam jawa, kini Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melakukan 'psywar' pada umat Islam lagi 10 hari jelang puasa Ramadhan 2014 yang diperkirakan jatuh pada tanggal 18 Juni 2015.
Jika Wapres Jusuf Kalla disindir netizen karena menyatakan masjid dilarang setel kaset mengaji yang menyebabkan polusi suara, kini Menteri Agama lagi-lagi berkicau soal menghormati pemilik tempat-tempat makan memiliki hak untuk tetap buka pada siang hari selama Ramadan.
Entah disengaja atau tidak (*baca settingan), namun rupanya netizen menelan mentah-mentah kicauan Menteri Agama. Berikut penelusuran Voa-Islam.com
Ini kicau Menteri Agama melalui akun twitter @lukmansaifuddin.
Menteri Agama juga kembali menilai tak hanya orang berpuasa yang harus diperhatikan dan dihormati. Orang yang tak berkewajiban atau lagi tidak berpuasa pun harus tetap dihormati.
"Warung2 tak perlu dipaksa tutup. Kita hrs hormati juga hak mrk yg tak berkewajiban dan tak sedang berpuasa," tulis Lukman di laman Twitter pribadinya, @lukmansaifuddin, Jumat (5/6/2015) pekan lalu.
Namun Menteri Agama Lukman segera menanggapi melalui akun Twitternya 8 Juni 2015, 21:00 wib, simak bantahan Menag berikut ini :
1/12. Berikut ini tanggapan atas twit saya yg telah diubah kalimatnya sedemikian rupa sehingga berubah makna.
2/12. Twit asli: "Warung2 tak perlu dipaksa tutup. Kita hrs hormati juga hak mrk yg tak berkewajiban dan tak sedang berpuasa..".
3/12. Twit saya itu muncul sebagai tanggapan atas adanya pandangan yg kehendaki agar warung2 ditutup saja di bulan puasa.
4/12. Ada 2 hal yg ingin saya sampaikan lewat twit itu. Pertama; tak perlu ada paksaan untuk menutup warung di bulan puasa.
5/12. Bila ada yg sukarela menutup warungnya, tentu kita hormati. Tapi muslim yg baik tak memaksa org lain menutup sumber mata..
6/12. ..pencahariannya demi tuntutan hormati yg sedang puasa. Saling menghormati adalah ideal. Tapi jangan paksa satu kpd yg lain.
7/12. Kedua; kata 'juga' pada "kita harus hormati juga" secara implisit mengandung makna: selain menghormati yg sedang berpuasa,
8/12. kita juga dituntut hormati hak mereka (dalam mendapatkan makanan/minuman) yg tak wajib berpuasa karena bukan muslim.
9/12. Juga menghormati hak muslim/ah yg tak sedang berpuasa karena keadaan (musafir, sakit, perempuan haid, hamil, menyusui).
10/12. Tapi kalau kalimat twit saya itu diubah jadi: "Kita harus hormati yang tak puasa", tentu maknanya jadi berbeda sama sekali.
11/12. Saya tak tahu penyebab pengubahan kalimat twit saya itu karena ketidaktahuan, ketaksengajaan, atau memang ada motif lain.
12/12. Apapun penyebabnya, saya maklum. Moga ini bisa bikin terang konteks dan maksud dari twit saya yg diplintir itu. ;) Sekian.
Jangan sampai pemeo ini menjadi kenyataan "mayoritas wajib menghormati minoritas, dengan syarat kalo Muslim yang mayoritas" #IndonesiaMahGituOrangnya.
Bagaimana pendapat anda? [rojul/dbs/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!