Rabu, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Juni 2015 21:05 wib
7.171 views
Mahfud MD: Sebaiknya Tidak Meminta jika Ingin Memimpin Negeri
Yogyakarta, KMNU UII Online
YOGYAKARTA (voa-islam.com)- Berbicara Kepemimpinan Berakhlakul Karimah, Mahfud MD menyebutkan hal pertama yang harus ditegaskan adalah urgensi kepemimpinan bagi manusia dalam kehidupan. Dalam hadist nabi disebutkan, apabila ada tiga orang dalam perjalanan, maka hendaknya mereka mengangkat salah seorang menjadi pemimpin. Demikian ia sampaikan pada saat Diskusi Ramadhan di Masjid Ulil Albab, Universitas Islam Indonesia, Sabtu malam (20/6), dengan tema Kepemimpinan Berakhlakul Karimah. “Terlebih bagi negara, harus memiliki pemimpin!” tegasnya seperti yang dikutip dari laman Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama universitas Islam Indonesia (KMNU UII), kmnu-uii.or.id.
Menurutnya, baik bagi masyarakat sederhana maupun masyarakat kompleks seperti negara, pemimpin merupakan sebuah keharusan. Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi, karenanya pemimpin harus mampu mempengaruhi secara konstruktif orang lain, dan menunjukkan jalan serta perilaku benar yang harus dikerjakan bersama-sama.
Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam Al-Sulthoniyah menyinggung mengenai hukum dan tujuan menegakkan kepemimpinan. Beliau mengatakan bahwa menegakkan kepemimpinan dalam pandangan Islam adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Disebutkan oleh Imam Al-Mawardi dalam kitabnya, kepemimpinan mempunyai dua tujuan, pertama, likhilafati an-Nubuwwah fi-Harosati ad-Din, yakni sebagai pengganti misi kenabian untuk menjaga agama;kedua, wasiyasati ad-Dunya, untuk memimpin atau mengatur urusan dunia.
Kedua, berbicara Kepemimpinan Berakhlakul Karimah, Mahfud MD mengingatkan bahwa jabatan pemimpin seharusnya tidak diminta. Artinya, kepemimpinan yang berkaitan erat dengan jabatan hendaknya tidak diminta untuk dijabat, melainkan harus dianggap sebagai amanah.
Seseorang hendaknya tidak meminta jabatan pemimpin,” ujarnya.
Ia lalu menyebutkan hadist nabi yang menerangkan bagaimana Rasulullah memberi nasihat pada sahabatnya bernama Abdurrahman bin Samurah agar tidak meminta jabatan. Dikatakan oleh Mahfud MD, ketika seseorang memburu-buru atau meminta jabatan, maka seseorang tersebut akan bekerja sendiri, pun akan menghadapi masalah sendiri.
Rasulullah bersabda, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberi tanpa memintanya, niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah dengan diberi taufik kepada kebenaran). Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong)” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Lalu, bagaimana ketika seseorang mengikuti kontestasi perebutan jabatan kepemimpin seperti pemilu? Menurut Mahfud MD, kontestasi tersebut diperbolehkan sejauh dalam tataran etik berakhlakul karimah. Diingatkan agar jauh dari fitnah di dalam "merebutkan" kekuasaan.
“Makanya tidak boleh saling fitnah satu sama lain. Kontestasi tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan semangat akhlakul karimah,” ujarnya.
Ia mengibaratkan ketika sebuah sholat jamaah dipimpin oleh imam yang hilang akal atau gila, maka akan terjadi kekacauan dalam sholat jamaah tersebut. Oleh karena itu, pemimpin terbaik boleh muncul dalam kontestasi tersebut, karena akan terjadi kekacauan apabila negara dipimpin oleh orang yang tidak dapat berlaku adil.
Pemimpin Berakhlakul Karimah
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau disambut oleh kaum Anshar dengan sholawat thala’al badru alaina. Dalam sholawat tersebut, Rasulullah diumpakan sebagai sebuah matahari, sebuah bulan purnama, sebuah cahaya di atas segala cahaya, sebuah emas yang mahal harganya, dan sebagai sebuah pelita yang menerangi seluruh hati.
Dalam sholawat tersebut, Mahfud MD menjelaskan beberapa umpama yang menunjukkan ciri pemimpin berakhlakul karimah. Engkau umpama matahari menandakan bagaimana seorang pemimpin harus tegas dan konsisten. Ia hendaknya tidak mengingkari apa yang ia janjikan. Selain itu, engkau umpama matahari menandakan bahwa pemimpin harus dapat bersikap adil. Ia harus seperti matahari yang menyinari kepada siapapun tanpa membeda-bedakan.
Di samping umpama matahari, pemimpin merupakan umpama bulan purnama. Engkau umpama bulan purnama. Pemimpin umpama bulan purnama ialah pemimpin yang menyejukkan, santun dan penuh sinar kasih bagi manusia.
Mahfud MD menerangkan, pemimpin yang memiliki dua umpama tersebut niscaya tidak akan melakukan korupsi. Ia menjelaskan, bahwa korupsi dalam perkembangannya terbagi menjadi dua, yakni korupsi konvensional dan korupsi non-konvensional.
Selama ini banyak yang beranggapan bahwa korupsi yang merugikan negara hanyalah korupsi konvensional. Padahal, lanjutnya, korupsi non-konvensional atau korupsi moral seperti meminta pelayan berlebihan atau meminta dihargai berlebihan merupakan benih-benih korupsi konvensional yang juga turut merugikan masyarakat dan negara. * (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!