Rabu, 4 Jumadil Awwal 1446 H / 14 Oktober 2015 07:11 wib
13.731 views
CIIA: Pemerintah dan Media Mainstream Mainkan Standar Ganda dalam Kasus Aceh Singkil dan Tolikara
JAKARTA (voa-islam.com)—Kasus pembakaran rumah ibadah kembali terjadi di Indonesia. Selasa (13/10/2015) siang di Aceh Singkil, Aceh telah terjadi pembakaran gereja liar oleh sekelompok massa.
Sebelumnya, di Tolikara, Papua sebuah masjid diserang dan dibakar oleh sekelompok massa saat umat Islam tengah melakukan shalat Idul Fitri pada Juli 2015 silam.
“Kasus Aceh Singkil yang terkait terbakarnya gereja Pak Presiden begitu cepat merespon bahkan meminta kepada Kapolri dan Menkopolhukam untuk followup instruksi atau respon presiden. Dan masyarakat luas disuguhi begitu cepatnya Kapolri menyimpulkan bahwa bentrokan yang terjadi di Aceh Singkil itu direncanakan.”
Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan dari dua kasus tersebut ada ketidakadilan yang dilakukan pemerintah dan media massa arus utama (mainstream) dalam menyikapinya.
“Kasus Aceh Singkil yang terkait terbakarnya gereja Pak Presiden begitu cepat merespon bahkan meminta kepada Kapolri dan Menkopolhukam untuk followup instruksi atau respon presiden.
Masyarakat luas disuguhi begitu cepatnya Kapolri menyimpulkan bahwa bentrokan yang terjadi di Aceh Singkil itu direncanakan,” ungkap Harits dalam rilis yang diterima voa-islam, Rabu (14/10/2015) pagi.
Berbanding terbalik ketika dihadapkan kepada kasus pembakaran masjid dan bentrokan di Tolikara. “Seolah pemerintah bahkan Pak Presiden gagap untuk menyikapi. Banyak retorika yang esensinya mengaburkan masalah sebenarnya,” lanjut Harits.
Selanjutnya dari sisi pemberitaan, media massa arus utama media begitu semangat menabuh genderang tentang intoleransi dengan bahasa yang terang terkait kasus gereja di Aceh Singkil. Kata Harits, media bahkan memainkan (simbiosis mutualisme) para pemuja liberalisme dan pluralisme untuk menjadi narasumber menguatkan opini yang dikonstruksi oleh media.
“Standar ganda seperti sudah menjadi pakem bagi penguasa dan media jika mengelola isu terkait dengan kehidupan beragama. Apakah jika kekerasan atau pembakaran tempat ibadah itu menimpa gereja itu baru dibilang tindakan intoleransi? Sementara jika menimpa kepada masjid itu bukan intoleransi bahkan umat Islam harus bersabar dan memaafkan serta harus cepat keluar kata damai biar dianggap toleran,” kata Harits.* [syaf/voa-islam.com]
*Keterangan foto: Harits Abu Ulya, Direktur CIIA
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!