Ahad, 2 Jumadil Akhir 1447 H / 23 November 2025 00:37 wib
159 views
Dr. Tiar Anwar Bachtiar: Kebudayaan Tak Selalu Menjadi Musuh Islam
BANDUNG (voa-islam.com) - Pertemuan ke-12 Sekolah Pemikiran Islam (SPI) pada Kamis (20/11/2025) malam, menghadirkan Dr. Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum sebagai pemateri. Bertempat di Ruang Tafsir Masjid Istiqamah, perkuliahan tersebut mengangkat relasi antara kebudayaan lokal dan ajaran Islam, serta fenomena nativisme dan mistisisme yang mengemuka di masa kini.
“Kebudayaan lokal pada dasarnya tidak bertentangan dengan agama karena lahir dari usaha manusia menghadapi persoalan hidup dan layak dihargai. Namun ketika kebudayaan bersinggungan dengan ranah ghaib dan ritual, agama perlu hadir untuk mengarahkan agar praktik-praktik yang muncul tidak keliru atau merusak,” papar Tiar
Pria yang merupakan Doktor Ilmu Sejarah UI tersebut juga mengingatkan bahwa Al-Qur’an luas membahas perkara ghaib yang berada di luar jangkauan akal manusia; oleh karena itu penjelasan tentang unsur-unsur ghaib seharusnya bersumber dari wahyu, bukan karangan manusia. “Unsur mistik di Indonesia cukup kuat dan bila selaras dapat memperkuat kesadaran beragama, tetapi ada pula gerakan nativisme yang justru mencoba membenturkan budaya lama dengan ajaran Islam,” jelasnya. Ia juga menyoroti proses Islamisasi di Nusantara yang, menurut penjelasannya, berhasil meluruskan konsep ketuhanan dan kosmologi tanpa menghapus aspek lahiriah budaya, bahkan sempat menjadi kekuatan melawan kolonialisme.
Respon dari murid-murid yang diwawancarai menunjukkan beragam kecermatan dalam menangkap pesan itu. Sekar Septiani mengajukan pertanyaan tajam tentang fenomena nativisasi, “bagaimana jika alat nativisasi digunakan oleh pihak anti-Islam untuk membenturkan Islam dengan budaya lokal, sementara di sisi lain ada pula kelompok yang mengatasnamakan Islam namun mengharamkan aspek-aspek budaya yang sebenarnya diperbolehkan?” Dari jawaban Tiar, Sekar menyimpulkan bahwa kebudayaan yang menyangkut kehidupan sehari-hari diperkenankan; oleh karena itu umat diminta berhati-hati menilai dan memakai agama sebagai tolak ukur ketika budaya menyentuh ranah ketuhanan dan kosmologi.
Abdurrahman Nasher, murid SPI lainnya, menyatakan apresiasi atas penjelasan yang memisahkan kritik terhadap kepercayaan klenik/mistik dengan penolakan terhadap unsur lahiriah budaya—kebaya, keris, bahkan sejumlah ritual adat seperti mandi kembang—yang menurutnya tidak dilarang oleh Islam. Sementara Hanief Ara menggarisbawahi bahaya klaim historis yang menyederhanakan akar budaya Indonesia sebagai semata-warisan Sriwijaya atau Majapahit sehingga berpotensi memarginalkan tradisi Islam. Hanief menekankan pentingnya periodisasi sejarah untuk memahami peradaban Nusantara dan Indonesia dari konteks masing-masing zamannya. (Muhammad Alfian Nurul Yaqien/Ab)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!