Jum'at, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 27 Juli 2012 13:30 wib
74.533 views
Hukum Membaca Al-Qur'an Saat Haid
Pertanyaan:
Assalamu 'Alaikum . .
Bagaimana hukum baca Al-Qur'an saat haid?
085735615xxx
_____________________________________________
Jawaban:
Oleh: Badrul Tamam
Wa'alaikum Salam Warahmatullah . .
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah, keluarga dan sahabatnya.
Penanya yang mulia! Di bulan Ramadhan Mubarak ini, semangat membaca Al-Qur'an umat Islam harus meningkat. Karena bulan Ramadhan ini disebut sebagai Syahrul Qur'an, bulan Al-Qur'an. Karena Al-Qur'an pertama kali diturunkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melalui Malaikat Jibril pada bulan Ramadhan. Juga pada bulan ini, Malaikat Jibril mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'an beliau dan mengecek hafalannya.
Perhatian besar dari ulama salaf terhadap Al-Qur'an bisa menjadi bukti bahwa qira'atul Qur'an pada bulan ini memiliki keistimewaan tersendiri. Mereka telah memperbanyak tilawah Qur'an baik di dalam shalat maupun di luar shalat.
Pada bulan Ramadhan, Utsman bin Affan radliyallah 'anhu menghatamkan Al-Qur'an sehari sekali. Sebagian ulama salaf yang lain menghatamkannya pada shalat malamnya setiap tiga hari sekali. Sebagian lain menghatamkannya semingu sekali.
Imam Syafi'i rahimahullah, pada bulan Ramadhan menghatamkan Al-Qur'an sampai 60 kali di luar shalat. Imam Qatadah senantiasa menghatamkan setiap tujuh hari sekali dan pada bulan Ramadhan setiap tiga hari sekali. Puncaknya pada sepuluh hari terakhir, beliau menghatamkannya setiap malam.
Imam Az-Zuhri rahimahullah jika sudah memasuki Ramadhan tidak membaca hadits dan tidak hadir di majlis ilmu, beliau hanya membaca Al-Qur'an dari mushaf. Sufyan Al-Tsauri jika sudah masuk Ramadhan meninggalkan segala bentuk ibadah dan hanya membaca Al-Qur'an.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata: "(Maksud) adanya larangan membaca Al-Qur'an (menghatamkannya) kurang dari tiga hari yaitu jika dirutinkan tiap hari. Namun, jika di kesempatan yang utama seperti bulan Ramadhan dan tempat yang mulia seperti di Makkah bagi penduduk luar Makkah, dianjurkan memperbanyak tilawah Al-Qur'an di sana, untuk menghargai kemuliaan tempat dan waktu tersebut. Ini adalah pendapat imam Ahmad, Ishaq, dan imam-imam lainya. Hal ini didukung dengan amalan selain mereka."
Bagaimana dengan wanita haid?
Tentunya semangat ini juga layak dimiliki seorang wanita muslimah. Dia berhak mendapat keutamaan dan kemuliaan melalui Al-Qur'an. Dia harus berlomba memperbanyak membaca Al-Qur'an dan sesering mungkin menghatamkannya pada bulan barakah ini. Namun, ada satu kendala bagi kaum hawa ini dengan ketetapan yang Allah tulis atas mereka, yaitu mendapat tamu bulanan. Bolehkah mereka tetap membaca Al-Qur'an untuk mendapat keberkahan yang lebih, khususnya pada bulan Ramadlan?
Memang mayoritas ulama berpendapat bahwa wanita haid dan nifas tidak boleh membaca Al-Qur'an berdasarkan hadits,
لاَ يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَلاَ الْحَائِضُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ
"Orang yang junub dan wanita haid tidak boleh membaca Al-Qur'an sedikitpun."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, Adapun orang junub dan haid untuk membaca Al-Qur'an, maka di kalangan ulama terdapat tiga pendapat:
Sebagiannya membolehkan bagi orang ini dan itu. Ini adalah madzhab Abu Hanifah dan yang masyhur dari madhab Imam Syafi'i dan Ahmad. Sebagian yang lain tidak membolehkan bagi orang junub dan boleh bagi wanita haid, baik secara bebas atau karena takut lupa hafalannya. Ini adalah madhab Malik dan sebagian pendapat madhab Ahmad dan lainnya.
Hadits berkaitan dengan wanita haid membaca Al-Qur'an hanya satu riwayat saja. Yaitu hadits yang diriwayatkan dari Ismail bin 'Ayyasy, dari Musa bin Uqbah, dari Nafi, dari Ibnu Umar;
لَا تَقْرَأْ الْحَائِضُ وَلَا الْجُنُبُ مِنْ الْقُرْآنِ شَيْئًا
"Wanita haid dan orang junub tidak boleh membaca Al-Qur'an sama sekali." (HR. Abu Dawud dan lainnya) ini merupakan hadits dhaif berdasarkan kesepakatan ulama ahli hadits. Haidts Yang diriwayatkan dari Ismail bin 'Ayyasy oleh Hijaziyyin (orang-orang Hijaz) adalah hadits lemah berbeda kalau yang meriwayatkan adalah Syamiyyin (orang-orang Syam). Dan tak seorangpun perawi yang tsiqah (terpercaya) telah meriwayatkan hadits ini dari Nafi'.
Bahwa sesuatu yang maklum, para wanita sudah mengalami haid pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, namun beliau tidak pernah melarang mereka membaca Al-Qur'an, sebagaimana beliau tidak pernah melarang mereka dari berzikir dan berdoa. Bahkan beliau memerintahkan para wanita haid agar keluar pada shalat Ied, lalu mereka bertakbir seperti takbirnya kaum muslimin yang lain.
Beliau juga memerintahkan wanita haid agar tetap melaksanakan ritual haji kecuali Thawaf di Ka'bah, dia membaca kalimat talbiyah di Muzdalifah, Mina, dan tempat-tempat masya'ir lainnya dalam kondisi haid.
Adapun orang Junub, beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak memerintahkannya agar menyaksikan shalat Ied, tidak pula shalat dan melaksanakan manasik haji. Karena orang junub memungkinkan untuk bersuci, karenanya tidak ada udzur baginya dalam meninggalkan thaharah (bersuci). Hal ini berbeda dengan wanita haid, karena hadats tetap ada pada dirinya yang tidak mungkin melakukan thaharah dengan kondisinya itu. Karena itulah, para ulama menyebutkan bahwa orang junub tidak boleh berdiam di Arafah (untuk wukuf), Muzdalifah dan Mina sehingga mereka bersuci, walaupun suci tidak menjadi syarat dari semua itu. Tetapi maksudnya, pembuat syariat memerintahkan wanita haid untuk berzikir kepada Allah dan berdoa kepada-Nya, baik dalam bentuk wajib atau sunnah. Namun, bagi orang junub dimakruhkan malakukan semua itu.
Dari sini diketahui, bahwa wanita haid diberi keringanan yang tidak diberikan kepada orang junub, karena sebab udzur. Begitu juga berkaitan dengan membaca Al-Qur'an, maka Syari' (Allah) tidak melarang wanita haid dari membacanya. Wallahu a'lam. (PurWD/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!