Selasa, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 15 September 2015 11:12 wib
22.788 views
Berkurban atas Nama Suami yang Sudah Meninggal?
Soal:
Assalam ‘Alaikum,,, Pak Ustadz, Suami saya sudah meninggal. Kalau saya berkurban atas nama suami saya boleh apa tidak? Terima kasih.
Ibu Eni _ Cibubur
Jawab:
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Ibu penanya –rahimakillah-, hukum asal berkurban disyariatkan untuk orang hidup yang mampu. Sebagaimana yang telah dikerjakan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya, di mana mereka berkurban untuk diri mereka dan keluarga mereka. Adapun mayit (orang yang sudah meninggal) tidak terkena lagi khitab perintah berkurban. Sehingga anggapan sebagian masyarakat bahwa berkurban itu hanya dikerjakan dari orang yang sudah meninggal adalah keyakinan tak berdasar.
Adapun berkurban untuk (atas nama) orang yang sudah meninggal terbagi menjadi tiga macam:
Pertama: mengikutkan orang yang sudah meninggal dalam pahala kurban yang dilakukan orang yang hidup. Artinya, seseorang yang berkurban untuk dirinya dan keluarganya dengan menyertakan niat pahalanya untuk orang yang masih hidup dan yang sudah meninggal dunia, maka bentuk semacam ini dibolehkan. Bahkan dianjurkan sebagaimana berkurbannya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk dirinya dan keluarganya; di antara mereka adalah orang yang meninggal sebelum beliau.
Kedua: Berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia karena menjalankan wasiatnya. Ini dibolehkan, bahkan harus ditunaikan. Dasarnya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 181)
Ketiga: berkurban untuk orang yang sudah meninggal sebagai kebaikan hati dari orang hidup supaya mayit tersebut mendapat tambahan pahala. Berkurban atas nama mayit ini tanpa ada wasiat darinya dan bukan untuk menunaikan nadzarnya. Para ulama berbeda pendapat tentang bagian ketiga ini; dan pendapat paling rajih, sah kurban tersebut dan pahalanya sampai kepada mayit. Ini diqiyaskan dengan shadaqah yang dikeluarkan atas namanya.
Perlu dicatat bahwa menghususkan kurban untuk/atas nama orang mayit bukanlah termasuk sunnah yang harus diagung-agungkan. Sebabnya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah menghususkan kurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia dari keluarga, kerabat atau sahabat beliau.
Tidak ditemukan satu riwayat-pun bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah berkurban atas nama istri tercinta beliau, Khadijah. Tidak pula atas nama anak-anak beliau yang wafat saat beliau masih hidup. Tidak pula ada keterangan bahwa beliau pernah berkurban atas nama Hamzah yang memiliki kedudukan istimewa bagi beliau dari kalangan kerabatnya.
. . . menghususkan kurban untuk/atas nama orang mayit bukanlah termasuk sunnah yang harus diagung-agungkan . . .
Kesimpulan
Jika Anda berkurban atas nama suami Anda yang sudah meninggal dunia maka kurban tersebut sah, pahalanya sampai kepadanya Insya Allah. Boleh-boleh saja Anda melakukan itu dengan syarat Anda juga berkurban atas nama Anda sendiri. Karena pada dasarnya, perintah berkurban itu ditujukan kepada Anda yang masih, bukan kepada suami Anda yang sudah meninggal. Jika Anda hanya mampu berkurban seeokor domba atau kambing, lebih afdhal, Anda berkurban atas nama Anda dan mengikutkan suami Anda dalam pahalanya sebagaimana dalam point pertama di atas. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!