Ahad, 2 Rabiul Akhir 1446 H / 7 Mei 2023 13:05 wib
57.257 views
Ketika Saya Diadili Banser dan NU
Nuim Hidayat (Anggota MUI Depok)
Peristiwanya terjadi setahun lalu. Syawal 1443 Hijriyah. Saat itu saya lagi di Tulungagung kampung istri saya.
Tiba tiba hp saya berdering. Pimpinan MUI Depok telepon ingin bertemu dengan saya. Tapi orang itu tidak menjelaskan maksud pertemuan. O ya sebagai informasi saya termasuk anggota MUI Depok. Tepatnya sebagai Sekretaris Komisi Hubungan Antar Umat Beragama.
Tiba tiba di grup wa MUI Depok lagi ramai dengan artikel saya. Judul artikel saya yang membuat heboh itu adalah Istighfarlah Yaqut. Ramainya artikel itu karena Cokro TV menayangkan dan memojokkan saya. Saya dianggap membuat hoax atau kebohongan.
Cokro TV membuat judul Menteri Agama Gus Yaqut Difitnah MUI Depok? Saya juga dianggap intoleran oleh Cokro TV.
Ketua MUI Depok kemudian membuat klarifikasi bahwa tulisan itu tidak sepengetahuannya dan ia tidak ada masalah dengan Menteri Agama Gus Yaqut. Pernyataan Ketua MUI Depok ini ditayangkan dalam TV MUI Depok (YouTube).
Melihat hal itu kemudian saya membuat klarifikasi tentang tulisan saya. Saya sama sekali tidak membuat hoax. Bagi saya, yang puluhan tahun pengalaman menulis, jujur adalah prinsip yang harus dipegang baik dalam omongan maupun tulisan. Bohong adalah dosa dan haram bagi kehidupan saya.
Tulisan saya yang berjudul Istighfarlah Yaqut itu viral. Padahal tulisan yang pertama kali dimuat di suaraislam.id itu saya buat dengan santai dan hanya pakai hp. Saya buat tulisan itu di sebuah rumah sederhana yang asri di kampung Ngunut Tulungagung yang sekitarnya dikelilingi persawahan.
Menurut Shodiq Ramadhan, Redpel Suara Islam, tulisan saya itu telah dibaca lebih 50ribu orang. Belum yang tersebut di puluhan grup grup WA. Karena itu tidak heran bila Cokro TV menfitnah saya dengan tuduhan membuat hoax. Anda bisa ngecek kembali tuduhan Cokro TV itu di channel YouTube.
Mungkin Cokro TV dendam kepada saya karena saya pernah menulis dan juga viral. Judul tulisan itu Cokro TV Geng Perusak Islam.
Jadi tulisan Istighfarlah Yaqut itu faktanya bersumber dari beritasatu.com yang judulnya https://www.google.com/amp/s/www.beritasatu.com/nasional/922355/ini-tiga-hal-yang-dibahas-menag-dan-tujuh-uskup-di-ambon/amp. Disitu diungkap adanya kesepakatan Menteri Agama dengan beberapa Uskup di Ambon. Yaitu ingin mengubah Hari Kelahiran dan Wafatnya Isa Al Masih dengan Hari Kelahiran dan Wafatnya Tuhan Yesus.
Di artikel itu saya tulis saya keberatan. Para founding fathers kita sudah tepat menamakan hari tentang Isa Al Masih itu. Kalau diganti dengan Hari Kelahiran dan Wafatnya Tuhan Yesus, maka Umat Islam terpaksa mengatakan Tuhan Yesus. Dan kemudian saya tambahkan tentang dialog Rasulullah dengan pendeta Najran agar masuk Islam. Lebih lengkapnya baca di https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://suaraislam.id/istighfarlah-yaqut/&ved=2ahUKEwiOmPrTwOH-AhXTTGwGHVt2DFcQFnoECA8QAQ&usg=AOvVaw2zI-YQ5qC3tr45odPDJO6U.
Rupa rupanya selain Cokro TV banyak channel lain yang juga ikut ikutan memojokkan saya. Anda bisa melihatnya di YouTube.
Beberapa hari kemudian -entah karena artikel saya atau tidak- Dirjen Katolik Kemenag Pusat membuat klarifikasi bahwa tidak ada kesepakatan. Yang ada baru aspirasi.
Dari situlah saya mulai diadili di Gedung MUI Depok. Dihadapan saya ada yang merekam video. Jumlah yang mengadili saya sekitar 15 orang. Pimpinan MUI Depok, NU Depok, Banser Depok dan ada satu orang staf MUI Pusat yang hadir. O ya satu lagi Kepala Kemenag Depok.
Bicaralah mereka satu persatu mengadili saya. Saya dianggap membuat hoax, tidak beradab menyebut Yaqut tidak pakai Gus, menyebut Yaqut berula lagi, tidak toleran dan lain-lain. Intinya saya disuruh minta maaf di forum itu. Kalau saya tidak minta maaf akan dilaporkan kepolisian, kata Ketua Banser Depok.
Bahkan anggota MUI Pusat menyatakan bahwa Banser sebenarnya mau mendatangi rumah saya, tapi ia cegah. Ia menjelaskan kepada saya, bahwa tulisan saya itu juga dibahas di pimpinan NU. Staf MUI pusat dari NU itu duduk persis di sebelah kiri saya.
Tibalah saya bicara. Saya jelaskan riwayat hidup saya, mulai dari kecil ngaji ke Kiyai Kiyai NU, remaja aktif di Muhammadiyah dan seterusnya. Saya jelaskan Ibu saya NU dan bapak saya aktivis Muhammadiyah di kampung Padangan, Bojonegoro Jawa Timur.
Saya jelaskan saya sudah menulis ratusan (ribuan) artikel dan memang tulisan ini saya kasih label Nuim Hidayat anggota MUI Depok 'biar lebih mengena'. Saya biasa kritis dalam tulisan. Jokowi presiden saja saya kritik apalagi menteri. Negara kita mengatur kebebasan berpendapat. Kalau tidak setuju tulisan, balas dengan tulisan. Saya tidak setuju misalnya karena ucapan atau tulisan dibawa ke hukum. Tulisan balas dengan tulisan.
Saya sama sekali tidak membuat hoax. Sumber tulisan saya adalah beritasatu.com. Mengapa kementerian agama tidak mengoreksi beritasatu.com yang mengatakan bahwa kementerian agama ada kesepakatan dengan para uskup Ambon itu?
Meski saya sudah menjelaskan dengan gamblang saya dipaksa Kemenag Depok, Banser dan NU Depok untuk minta maaf. Saya menolak. Mereka menyatakan bahwa bila saya minta maaf, maka akan didengar di forum itu saja dan seterusnya.
Saya tetap menolak. Bila saya minta maaf berarti saya salah. Padahal tidak ada kesalahan atau hoax yang saya buat. Dalam hati saya katakan saya siap diadukan kepolisian, karena saya yakin benar.
Pertemuan selesai kita salaman, tapi mereka tetap mengancam akan melaporkan ke pihak kepolisian.
Selesai acara, saya diceritakan oleh seorang pimpinan MUI Depok. Ketua Banser Depok telepon ke pimpinan MUI Depok, agar memecat saya. Saya dianggap bahaya. Saya hanya tertawa.
Bagi saya ada jabatan atau tidak sama saja. Saya dapat berdakwah lewat tulisan atau ucapan tanpa jabatan apapun. Saya siap di kepengurusan mendatang tidak di MUI lagi. Wallahu alimun hakim. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!