Kamis, 11 Jumadil Awwal 1446 H / 4 Desember 2014 10:06 wib
14.371 views
Apakah Jokowi Bisa Dinilai Jenis Manusia Jujur
JAKARTA (voa-islam.com) - Indonesia semuanya ada. Kecuali yang tidak ada manusia yang jujur. Tak aneh ketika Jokowi diarak dan dikampanyekan sebagai manusia jujur, sederhana, merakyat dan tidak korup, maka rakyat percaya, dan menyambutnya, serta berharap mendapatkan keberkahan dengan pemimpin yang jujur.
Rakyat sejak zaman ‘bahuela’ selalu merindukan pemimpin yang jujur. Karena hanya dengan pemimpin yang jujur, segala persoalan atau masalah bisa terurai. Sulit akan mendapatkan penyelesaian atau solusi menghadapi masalah, jika tanpa adanya kejujuran. Kejujuran menjadi kunci bagi eksistensi kehidupan sebuah bangsa.
Nabi Muhammad Shallahu alaihi wassalam mendapatkan penghormatan dengan gelar ‘al-amin’, karena memiliki sifat ‘siddiq’ (jujur) yang melekat di dalam dirinya. Beliau Shahllahu alaihi wassalam sejak kecil tidak pernah berbohong atau berdusta. Inilah rahasia mengapa Nabi Muhammad Shallahu alaihi wassalam dipilih oleh Allah Azza Wa Jalla menjadi Rosul. Karena sifatnya yang ‘siddiq’.
Muhammad Shallahu alaihi wassalam berhasil mendakwahkan agama Allah, yaitu al-Islam kepada umat manusia, karena adanya kejujuran. Dakwahnya di mulai dari jazirah Arab yang kering kerontang. Sekarang lebih 1.5 miliar manusia berhimpun dalam agama yang fitrah al-Islam. Muhammad Shallahu alaihi wassalam menjadi tauladan bagai setiap Muslim yang ingin hidup mulia.
Hanya dengan sifat-sifat yang dimilikinya, yaitu siddiq, amanah, tabligh dan fathonah, itulah modal yang dimiliki Muhammad Shallahu alaihi wassalam berhasil mengubah kehidupan manusia. Dari kehidupan jahiliyah kepada kehidupan yang mulia (al-haq).
Nabi Shallahu alaihi wassalam tidak pernah berbicara tentang revolusi mental. Nabi Shallahu alaihi wassalam tidak pernah dikampanyekan tentang sifat-sifat yang dimilikinya. Nabi hanya beramal (berbuat) sesuai antara yang diucpakan oleh lisannya dengan amalnya (perbuatannya). Tidak pernah menyelisihi antara apa yang diucapkan dengan apa yang diamalkan.
Nabi Shallahu alaihi wassalam, takut dengan penyakit ‘nifaq’ (munafiq), karena beliau tahu ancamannya, yaitu ‘darqil aspal minan naar’ (di kerak neraka). Allah Ta'ala membenci terhadap orang-orang yang mengatakan, tapi tidak mengamalkannya.
Karena itu, Nabi Shallahu alaihi wassalam, tidak memerintahkan kepada para shahabat atau kaumnya, kecuali terlebih dahulu beliau dengan memberikan tauladan. Dengan tauladan itu, bangsa Arab yang jahiliyah itu, memancar peradaban yang mulia, dan terus menyinari kehidupan umat manusia, sampai akhir zaman.
Tentu, tidak boleh membuat padanan antara Nabi Shallahu alaihi wassalam dengan Jokowi. Tidak bermaksud seperti itu. Tapi, sifat-sifat Nabi Shallahu alaihi wassalam yang mulia, yaitu siddiq, amanah, tabligh dan fathonah itu, sejatinya harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Dengan sifat-sifat itu akan berhasil mengubah rakyat dan bangsanya.
Dengan sifat-sifat itu akan dapat memperbaiki kehidupan bangsa dan negara yang carut-marut seperti Indonesia saat ini. Di mana Indonesia dilanda penyakit akut, yaitu kebobrokan moral dan jauh dari nilai-nilai kebenaran dan agama (al-Islam).
Tidak akan pernah terjadi perbaikan pada bangsa Indonesia, tanpa adanya ketauladanan, adanya pemimpin yang memiliki sifat-sifat yang dicontohkan oleh Nabi Shallalahu alaihi wassalam.
Tentu, bangsa ini menjadi prihatin, ketika melihat pemimpin baru yang diharapkan dapat mengatasi berbagai krisis dan kesulitan yang melilit dan mendera kehidupan, tapi justru yang terjadi sebaliknya, dan semakin jauh dari harapan.
Rakyat sudah sangat berharap kepada Presiden Jokowi. Seperti yang dikatakan oleh Majalah Time, Jokowi akan menjadi ‘A New Hope’ (Harapan baru) bagi bangsa Indonesia. Memberikan harapan akan datangnya kehidupan yang lebih baik, bukan hanya kesejahteraan, tapi ketauladan dengan nilai akhlak yang mulia.
Sekarang belum 100 hari pemerintahan Jokowi, sudah menimbulkan sikap pesimis dan skeptis dikalangan rakyat. Harapaan yang mula-mula tumbuh, sekarang meredup.
Hanya kurang dari 100 hari, semua menjadi pupus. Walaupun Jokowi terus berusaha mempertahankan citranya dengan terus melakukan ‘blusukan’ ke daerah-daerah, sembari memberikan bantuan.
Seperti dikatakan oleh para pengamat politik yang mengatakan bahwa populeritas Jokowi sudah redup. Padahal Jokowi baru saja memerintah. Tapi tanda-tanda pemerintahannya sudah mulai diragukan. Bisa menyelesaikan masalah-masalah yang sekarang membelit Indonesia.
Memang tidak mudah menyelesaikan masalah bangsa yang sudah menumpuk dan akut ini. Tapi yang paling pokok tentang kejujuran yang ada pada diri Jokowi mulai diragukan.
Jokowi tidak bisa jujur antara apa yang diucapkan dengan apa yang diamalkan (dikerjakan). Ini sudah menjadi alasan kegagalan pemerintahan Jokowi di masa depan. Inilah yang membuat para pengamat sudah mulai pesimis dengan pemerintahan Jokowi. Tidak jujur atau konsisten (istiqomah) dengan apa yang diucapkannya.
Pertama, saat Jokowi masih kampanya dan debat di telivisi, calon presiden dari PDIP, mengatakan akan membentuk kabinet yang ramping. Berorientasi pada efisiensi. Postur kabinet yang tidak gemuk. Bahkan Jokowi akan melikwidasi sejumlah departemen dengan penggambungan.
Faktanya postur kabinet Jokowi tidak berubah dan tetap gemuk. Dengan 34 departemen. Tidak berbeda dengan kabinet pemerintahan SBY. Hanya nomenklatur (istilah bahasa) beberapa departemen yang dirubah. Tapi posturnya tetap gemuk. Dengan sejumlah menko (menteri coordinator). Jadi tidak ada yang beda antara Jokowi dan SBY, postur kabinetnya.
Kedua, janji Jokowi akan membentuk kabinet ‘zaken’ (kerja), dan kabinetnya akan diisi oleh para professional, ternyata faktanya tidak. Kabinet Jokowi boleh dikatakan ‘The all President Men’ adalah orang-orang partai politik.
Bukan hanya 16 orang yang duduk di kabinet Jokowi orang partai, tapi menurut para pengamat politik, orang-orang yang disebut ‘professional’ itu, juga memiliki relasi dengan partai politik. Jadi tidak ada yang bersih dari ‘bau’ partai politik.
Ketiga, Jokowi ternyata tidak memiliki kepedulian terhadap rakyat jelata. Sekonyong-konyong usai pulang dari Canberra, Australia, menghadiri pertemuan G20, langsung menyelenggarakan rapat kabinet, dan malamnya mengumumkan kenaikan harga BBM Rp 2000 rupiah. Jokowi menganggap enteng dengan kenaikan BBM yang Rp 2000 itu.
Apakah Jokowi tidak mengerti dampak sistemiknya, akibat kenaikan BBM itu? Rakyat menjerit akibat dampak kenaikan BBM. Karena diikuti kenaikan harga-harga seluruh kebutuhan pokok, termasuk transportasi, dan lainnya. Kenaikan BBM diambil oleh Jokowi ditengah harga minyak dunia hanya tinggal $ 66 dollar/perbarel.
Keempat, konon Jokowi yang memiliki komitment pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, justru mengangkat Jaksa Agung HM Prasetyo, yang notabene orang Partai Nasdem. Apakah dengan pengunduran HM Prasetyo dari Nasdem, bisa selesai keterkaitan Prasetyo dengan Nasdem?
Pengangkatan HM Prasetyo itu, hanyalah menggambarkan hubungan antara Jokowi-Surya Paloh yang sangat 'spesial'. Pengangkatan Prasetyo juga tanpa dikonfirmasi kepada KPK dan PPATK. Tidak seperti menteri-menteri lainnya yang dikonfirmasi kepada KPK dan PPATK, sebelum diputuskan diangkat.
Jadi apa sejatinya kepentingan antara Jokowi dan Surya Paloh dengan mengangkat HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung? Sekarang menurut berbagai laporan hubungan antara Jokowi dan Surya Paloh, masuk kategori ‘very close’, yang bersifat pribadi antara keduanya.
Itulah beberapa hal yang sekarang membuat rakyat mulai pesimis dan skeptis terhadap Presiden Jokowi. Karena mengawali pemerintahannya dengan inkonsistensi atau ketidak jujuran. Antara ucapan dan perbuatan. Antara pernyataan dengan tindakannya.
Selama ini media massa dan media sosial berkampanye secara massif tentang sosok Jokowi sebagai manusia yang jujur, sederhana, merakyat dan tidak korup. Masihkah bisa berharap terhadap Jokowi? Wallahu’alam.
mashadi1211@gmail.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!