Rabu, 7 Jumadil Awwal 1446 H / 28 Januari 2015 12:30 wib
27.180 views
Nilai Strategis Kerajaan Saudi Bagi Amerika Serikat Untuk Menghancurkan Islam
JAKARTA (voa-islam.com) - Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz berjalan menuju pesawat ‘Air Force One’, yang mendarat dibandara King Khalid, di ibukota Kerajaan Arab Saudi, Riyad, dan membawa rombongan besar terdiri Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Michelle, serta sejumlah pejabat penting Amerika, Selasa, 28/1/2015.
Saat Presiden Amerika Barack Obama dan Michele menuruni tangga ‘Air Force One’ di Bandara Internasional King Khalid, Riyadh, Raja Salman sudah ada dibawah, dan segera menyambut Obama dan Michelle Obama bersama dengan Putra Mahkota Pangeran Muqrin bin Abdulaziz Al Saud, Menteri Dalam Negeri Mohammad bin Naif bin Abdulaziz, Gubernur Provinsi Riyadh Pangeran Turki bin Abdullah bin Abdul Aziz, Kepala Protokol Kepresidenan Mohammad bin Abdulrahman Al-Tubaishi, Duta Besar Saudi untuk Amerika Amerika Adel bin Ahmed Al-Jubeir dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Arab Saudi Joseph Westphal.
Sungguh sangat luar biasa sambutan dan perhatian yang diberikan oleh Kerajaan Arab Saudi kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Di mana Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz bersama dengan Putra Mahkota Pangeran Muqrim dan beberapa pangeran lainnnya yang memiliki posisi sangat penting di Kerajaan Arab Saudi turut menyambut Obama di Bandara King Khaled, Riyadh.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama, mempersingkat kunjungannya ke India, dan langsung terbang ke Riyadh. Obama disambut dengan upacara kehormatan militer, dan kemudian marching band militer menyuarakan lagu kebangsaan kedua negara. Betapa hubungan bilateral Amerika Serikat dan Kerajaan Arab Saudi sudah berlangsung lebih dari 80 tahun.
Dibagian lain, Presiden Barack Obama tiba di Riyadh memimpin delegasi besar, dan termasuk pejabat senior dari pemerintahan sebelum Obama dan sekarang, anggota Kongres Amerika Serikat, baik Republik dan Demokrat, para pejabat keamanan Amerika Serikat. Ini menandakan betapa hubungan antara Amerika Serikat dan Kerajaan Arab Saudi, begitu penting dan sangat strategis. Arab Saudi menjadi sekutu utama Amerika, dan ikut memainkan peranan penting dalam setiap isu regional, di kawasan Timur Tengah
Diantara rombongan Barack Obama yang ingin mengucapkan ‘bela sungkawa’, seperti Menteri Luar Negeri Amerika, John Kerry, yang melakukan penerbangan terpisah dari Jerman, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat di era George Bush, James Baker dan Condoleezza Rice, yang menjabat Menteri Luar Negeri di era Presiden George W. Bush.
Sementara itu, pejabat keamanan Amerika Serikat, diantara yang ikut dalam rombongan Presiden Barack Obama, seperti Direktur CIA John Brennan, Penasihat Kontraterorisme Obama, Lisa Monaco, dan Kepala Penasehat Keamanan Nasional Obama, Susan Rice.
Obama juga membawa mantan Pejabat Keamanan Nasional Stephen Hadley, mantan penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat Brent Scowcroft, Penasihat Keamanan Nasional untuk Presiden Gerald Ford dan George Walker Bush masuk dalam rombongan dari delegasi Obama.
Presiden Barack Obama juga membawa anggota DPR (Kongres) dari Republik dan Demokrat. Diantara mereka yang ikut dalam ‘Air Force One’, yaitu pemimpin Demokrat minoritas DPR Amerika Nancy Pelosi dan Senator Republik John McCain, yang sering mengkritik kebijakan luar negeri Obama.
Ben Rhodes, Wakil Penasehat Keamanan Nasional Amerika Serikat, mengatakan kepada wartawan bahwa perjalanan ke Riyadh, sebagai usaha “Kesempatan untuk memberikan penghormatan dan penghargaan kepada Raja Abdullah, yang menjadi sekutu utama Amerika Serikat, dan membahas masalah-masalah dasar kebijakan antara Amerika Serikat dengan Arab Saudi”, kata Ben Rhodes.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama, bukan hanya membahas masalah-masalah hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Arab Saudi, tapi masalah yang paling menyita perhatian Gedung Putih, yaitu adanya ancaman Daulah Islam Irak dan Suriah (ISIS), krisis di Yaman, dan negosiasi nuklir Iran .
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, James Baker, menegaskan, “Ini adalah waktu yang luar biasa kritis dan sensitif di Timur Tengah. Ketika segala sesuatu tampaknya menjadi berantakan dan terjadi kekacauan yang sangat luas”, ujar James Baker yang dalam satu penerbangan dengan John Kerry.
Amerika Serikat selalu menggunakan Kerajaan Arab Saudi ketika menghadapi krisis di Timur Tengah. Seperti ketika terjadi invasi Irak ke Kuwait, Perang Teluk, dan krisis di Suriah dan Irak, termasuk di berbagai kawasan. Amerika Serikat tetap memanfaatkan negara ‘petro dollar’ dalam melakukan tindakannya, termasuk sekarang dalam memerangi terorisme dan militan Islam.
Arab Saudi menjadi ‘backbone’ (tulang punggung) bagi Amerika Serikat, ketika Amerika dan Zionis-Israel menghadapi ancaman keamanan. Inilah logika yang sangat jelas, mengapa Presiden Barack Obama, membawa rombongan besar, disertai sejumlah pejabat di bidang keamanan Amerika Serikat.
Doktrin Amerika Serikat yang dicetuskan oleh Presiden George Walker Bush, yaitu ‘with us’ (bersama kami), atau ‘without us’ (musuh kami). Negara-negara yang menolak kerjasama dengan Amerika Serikat dalam memerangi torerisme (Islam), maka dianggap sebagai musuh Amerika Serikat.
Para pemimpin Barat, menegaskan bahwa peradaban Barat sebuah ‘supremasi’, yang bersumber dari peradaban ‘paganisme’, yaitu Yahudi dan Nasrani. Doktrin ‘with us’ atau ‘without us’ itu sudah menjadi harga mati. Tidak dapat ditawar lagi. Seluruh dunia dan umaat manusia harus mengikuti doktrin ini.
Perang yang terus berlangsung di seluruh kawasan Timur Tengah, hanyalah bentuk perang antara peradan ‘paganisme’ dengan peradaban ‘tauhid’. Tidak ada terminologi lainnya, kecuali perang peradaban yang diekpressikan dengan bentuk perang bersenjata, dan melalui budaya dan ekonomi. Tapi sejatinya yang terjadi perang peradaban.
Kerajaan Arab Saudi, menurut para pemimpin Barat, sumber dari peraban Islam yang menjadi ‘antitesa’ peradaban paganisme. Karena itu, Arab Saudi harus berada dalam cengkeraman dan penjajahan Barat yang menggunakan proxy (tangan) Amerika Serikat.
Isu perang melawan terorisme itu, sebenarnya hanyalah kulitnya, tapi sebenarnya yang ingin ditaklukan dan dijajah oleh Barat, terkait dengan ideologi (keyakinan) berupa agama (Islam). Barat dengan menggunakan ‘instrumen’ (alat) para raja, pangeran, dan presiden yang saat ini berkuasa, ingin mengubah seluruh keyakinan di dunia Arab dan Timur Tengah, dan kemudian akomodatif terhadap budaya paganisme.
Kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack Obama ke Arab Saudi, bukan hanya mengucapkan bela sungkawa kepada Raja Salman bin Abdul Aziz, tapi misi Obama ingin mengubah ‘Jazirah Arab’ atau ‘Dunia Islam’, mengikuti peradaban paganisme. Dengan pendekatan ‘perang’ atau ‘damai’. Adakah para pemimpin Arab menyadari ini?
Barat menilai Arab Saudi sebagai sumber dan pusat peradaban Islam dengan adanya tempat suci di Makkah dan Madinah.
Barat menilai Arab Saudi tetap menjadi ancaman laten bagi Barat dengan faham Wahabi yang hakikatnya ajaran pemurnian tauhid.
Wahabi yang sekarang dianut kalangan Muslim, tetap dipandang sebagai sumber 'bencana' bagi Barat. Berbagai pakar keamanan dan intelijen, menyimpulkan lahirnya 'ISIS' itu bersumber dari ajaran Wahabi. Karena itu Amerika akan tetap memegang 'tengkuk' raja-raja Arab Saudi. Wallahu’alam.
mashadi1211@gmail.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!