Kamis, 5 Jumadil Awwal 1446 H / 15 Oktober 2015 07:38 wib
27.530 views
Dua Pekan Islamic State (IS) Membabat Tiga Jenderal Iran di Aleppo, Siapa IS?
JAKARTA (voa-islam.com) - Gemuruh ledakan rudal dari jet-jet supersonik Rusia terus menghantam posisi-posisi pejuang Islam di Aleppo, Hama, Latakia dan Raqa. Tidak pernah berhenti Rusia menjatuhkan rudal-rudalnya dari udara ke posisi pejuang Islam.
Rusia juga melakukan serangan rudal balistik yang ditembakkan dari kapal induknya di laut Mediterania dengan tujuan menghancurkan kekuatan pejuang Islam. Mereka berusaha menghalangi kejatuhan rezim Bashar al-Assad. Tapi justru dalam dua minggu terakhir tersiar kabar, tiga Jenderal Iran tewas di medan perang Aleppo di tangan IS.
Pertama yang tewas di tangan mujahidin IS adalah seorang Panglima Garda Republik Iran, Jenderal Hossien Hamedani saat berlangsung pertempuran di Aleppo. Hosssien Hamedani adalah tokoh militer paling senior, di bawah Jenderal Soelaemani, yang sekarang masih bercokol di Irak.
Selain Jenderal Hossien Hamedani yang tewas, sepekan berikutnya dua orang jenderal Iran yaitu Mayor Jenderal Farshad Hasounizadeh dan Brigadir Hamid Mokhtarband. Keduanya Komandan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC), tewas dalam perang di Alepoo, ungkap kantor berita Tasnim, Selasa, 13/10/2015.
Kematian Jenderal Hossien Hamedani justru terjadi di tengah keputusan yang sangat dramatis yaitu saat Presiden Rusia Vladimir Putin bersumpah ingin menghabisi IS sampai ke akar-akarnya di Suriah. Putin berjanji akan menjadikan Suriah bersih dari 'teroris'.
Pemimpin negeri 'Beruang Merah' ini berjanji ingin menjadikan kota-kota di Suriah yang jatuh ke tangan pejuang Islam, termasuk IS akan dijadikan seperti 'GROZNY' yaitu rata dengan tanah. Putin akan melaksanakan politik 'bumi hangus', kota-kota yang menjadi 'stronghold' (basis kekuatan) para pejuang Islam itu.
Putin sudah bersumpah tidak akan membiarkan Suriah jatuh ke tangan para pejuang Islam. Suriah adalah sekutu utama Rusia, sejak zamannya Uni Soviet. Suriah sudah membangun hubungan dengan Soviet sejak era perang dingin. Sesudah Soviet bubar, Rusia di bawah Putin yang mantan Kepala KGB ingin tetap melanggengkan hubungan tersebut.
Suriah pun tetap menjadi sekutu strategis Rusia usai perang dingin. Rusia memandang Suriah sebagai negara yang sangat straregis sehingga menempatkan pangkalan militernya yang terbesar di Timur Tengah di kota kelahiran Basha al-Assad, Latakia. Rusia tak akan pernah melepaskan Suriah dan Bashar al-Assad, berapapun harga yang harus dibayar.
Mengapa sampai tiga orang jenderal Iran tewas di Suriah? Sejatinya, Irak dan Suriah itu, dahulunya menjadi sekutu utama Soviet. Suriah di bawah Presiden Hafez al-Assad (ayah Bashar al-Assad) dan Irak di bawah Saddam Husien. Keduanya menganut ideologi sosialis dalam wujud Partai Baath. Antara Hafez al-Assad dan Saddam Husien, keduanya sekutu dekat, dan masuk dalam 'orbit' strategis bagi Soviet.
Kemudian terjadi perubahan besar ketika Amerika melakukan invasi militer ke Irak tahun 2002, sesudah terjadinya pemboman Gedung WTC, September 2001. Presiden George W.Bush memaklumkan perang semesta melawan teroris, dan menghancur-leburkan Irak, termasuk menggulingkan Saddam Husien, dan menggantungnya. Sejak itu, Irak berada di tangan rezim Syiah Nuri al-Maliki yang 'begundal' Amerika.
Betapapun Amerika berhasil menduduki Irak dan menghancurkan seluruh kekuatan militernya, tapi kelompok perlawanan di Irak tak pernah berhenti. Kelompok perlawanan ini khususnya dari Sunni yang membentuk berbagai kekuatan bersenjata melawan pasukan Amerika dan rezim Syiah yang menjadi 'begundal' Amerika. Kelompok Sunni ini menjadi kekuatan kelompok bersenjata yang paling masyhur di Falujah. Amerika pun tidak tahan terus berperang di Irak dan akhirnya menarik diri di akhir 2005.
Irak di bawah rezim Syiah yang dipimpin Nuri al-Maliki yang menjadi kaki tangan CIA itu, memberlangsungkan 'Syiahisasi'. Nuri al-Maliki bekerjasama dengan kelompok-kelompok milisi Syiah yang didukung dari Teheran, menghancurkan kelompok Sunni di Irak. Mereka menghancurkan kelompok-kelompok Sunni secara total dengan cara-cara yang sangat kotor.
Selanjutnya Nuri al-Maliki dipandang oleh Barack Obama merugikan kepentingan Amerika dengan cara mempertajam konflik antara Syiah-Sunni. Ia pun digantikan oleh Haedar al-Abadi. Tokoh baru ini tidak beda dengan al-Maliki yang juga menjadi 'begundal' Amerika namun lebih lemah. Itu karena al-Abadi sudah tidak memiliki dukungan dari kalangan militer Irak.
Sejak invasi militer Amerika ke Irak, angkatan bersenjata Irak bubar. Personilnya meninggalkan kesatuannya dan terlibat dalam berbagai kelompok bersenjata yang melakukan perlawanan terhadap kekuasaan 'boneka' Amerika yang dipimpin Nuri al-Maliki dan Haedar al-Abadi. Unsur-unsur militer yang dahulunya menjadi pendukung “Partai Baath” ikut bergabung melawan rezim Syiah di Irak. Inilah bentuk konfigurasi baru di Irak dan Suriah.
Hingga saat ini Rusia masih memiliki ambisi ingin menguasai Irak dan Suriah. Itu karena kedua negara tersebut memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik sehingga terus dipertahankan apapun resikonya. Rusia ingin terus mengokohkan posisinya di Irak dan Suriah, dan menghancurkan semua kekuatan yang menjadi ancaman bagi kepentingannya di kawasan itu, termasuk IS.
Sedangkan Iran memunyai kepentingannya sendiri. Iran ingin membangun hegemoni di kawasan Timur Tengah dengan caraa menguasai wilayah yang membentang seperti “bulan sabit”, yaitu meliputi Lebanon, Irak, Bahrain, Suriah, dan Yaman. Dengan menguasai wilayah yang begitu luas, maka Iran akan menjadi kekuatan super power baru di Timur Tengah dengan menggunakan instrumen “Syiah”, bagi penguasaan di setiap wilayah atau negara.
Iran mengirim ribuan pasukan reguler, termasuk pasukan Garda Revolusi dan Garda Republik untuk ikut bertempur di Suriah dan Irak. Iran juga memobilisasi kelompok yang memiliki afiliasi ideologi (Syiah) di Turki, Yaman, Arab Saudi, Kuwait, dan Bahrain untuk ambil bagian di Suriah dan Irak.
Inilah yang sangat mengkhawatirkan bagi negara-negara kawasan Teluk. Ditambah dengan persetujuan nuklir antar enam negara utama Barat dengan Iran tentang program nuklir Iran di Wina (Austria), membuat kondisi di Timur Tengah semakin kompleks.
Kematian tiga orang jenderal Iran itu, adakah memang kecanggihan taktik dan strategis IS, atau IS sudah memiliki informasi intelijen dari orang-orang 'dalam' di Irak dan Suriah, sehingga dengan sangat mudah membunuh tiga orang jenderal Iran yang menjadi faktor penting dalam perang di Suriah ini? Siapa yang memasok informasi intelijen kepada IS yang dapat menjangkau orang yang sangat 'penting' di dalam herarki militer Iran kemudian membunuh mereka di medan perang Aleppo?
IS walaupun menghadapi serangan Rusia, Amerika dan Sekutu, tetap bisa memainkan 'kartu' penting dalam perang darat di Suriah. Inilah sebuah teka-teki yang sangat rumit, dan sampai kepada pertanyaan siapa sejatinya IS. Mungkinkah IS hanya bagian dari kekuatan yang sedang berspekulasi di Iran dan Suriah, dan ingin menghancurkan seluruh kawasan Timur Tengah?
Atau IS sebuah kelompok yang memang memiliki kemampuan militer yang sangat canggih, terutama dalam taktik dan strategi perang, sampai memporak-porandakan situasi perang yang melibatkan Rusia, Amerika dan sekutunya? Wallahu'alam.
Editor: RF
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!