Jum'at, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 7 Agutus 2015 07:00 wib
4.662 views
CIIA: Rakyat Butuh Keadilan Bukan RUU Penghinaan Presiden
BANDUNG (voa-islam.com) - Pemerintah Jokowi-JK mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP dalam program legislasi tahun 2015, dan salah satu pasal didalamnya adalah soal penghinaan Presiden yang kemudian melahirkan perdebatan pro dan kontra. Rencana rezim Jokowi-JK ini ditanggapi secara kritis sekaligus sebagai nasehat oleh Direktur The Community of Islamic Ideological Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya (HAU).
Menurut Ustadz Harits, dalam kehidupan sosial politik, seorang pemimpin dicintai atau dibenci oleh rakyatnya adalah suatu yang lumrah. Seorang pemimpin tidak bisa memaksa setiap individu agar mencintainya, demikian pula ia tidak bisa mencegah rakyat agar tidak membencinya.
“Meskipun sejatinya sebaik-baik pemimpin adalah yang dicintai rakyatnya dan rakyat mendoakan kebaikan bagi dirinya bahkan rakyat berdiri rapi dibelakangnya untuk mendukung, membela dan menolong pemimpin jika dibutuhkannya,” katanya dalam rilis yang diterima oleh voa-islam.com, Kamis, (06/08) kemarin.
“Begitu juga seorang pemimpin yang baik adalah ia mencintai rakyatnya seperti halnya ia mencintai dirinya sendiri. Ia akan mengurus, mengayomi, dan memelihara urusan rakyatnya semaksimal pikiran, tenaga, waktu dan jiwa yang ia punya,” tambahnya.
...seorang pemimpin yang amanah tidaklah sibuk dan peduli soal bagaimana menjaga wibawa wajah kekuasaan dengan beragam piranti hukum dan ancaman terhadap rakyatnya. Karena esensi kekuasaan adalah amanah, maka ia akan lebih sibuk bagaimana mewujudkan keadilan, kesejahteraan, rasa aman dan terpenuhinya semua kebutuhan asasi rakyatnya secara proporsional
Dalam tiap lantunan doa, lanjut Ustadz Harits, ia sebut rakyatnya agar memperoleh anugrah kebaikan hidup dunia akhirat. Ia akan sedih jika rakyatnya dalam kesedihan.
“Karena itu seorang pemimpin yang amanah tidaklah sibuk dan peduli soal bagaimana menjaga wibawa wajah kekuasaan dengan beragam piranti hukum dan ancaman terhadap rakyatnya. Karena esensi kekuasaan adalah amanah, maka ia akan lebih sibuk bagaimana mewujudkan keadilan, kesejahteraan, rasa aman dan terpenuhinya semua kebutuhan asasi rakyatnya secara proporsional,” jelasnya.
Dengan begitu, kata ujar Ustadz Harits rakyat akan mencintainya, karena ia amanah dengan kekuasaan dipundaknya. Meski akan selalu ada sebagian rakyat yang membencinya bahkan menghinakannya. Namun demikian sungguh sikap amanah dan tegaknya keadilan ditengah- tengah rakyatnya akan menjadi dalil dan obat atas tiap kebencian itu.
“Bahkan rakyat akan berbondong-bondong menjadi perisainya hingga tidak ada tempat dan kawan bagi para pendengkinya. Maka dari filosofi ini, rencana pemerintah mengajukan RUU KUHP dengan memasukkan pasal penghinaan presiden yang bersifat delik aduan yang sebelumnya masuk delik umum adalah langkah tidak bijak,” ujar pengamat Kontra Terorisme ini.
Menurutnya Ustadz Harits, kenapa seolah menjadi hal urgen untuk menjaga wibawa dan wajah kekuasaan dibanding harus fokus bekerja yang bisa melahirkan kecintaan rakyat kepada pemimpinnya. Menurutnya, jika tidak ingin dibenci dicaci bahkan dihina maka jadilah pemimpin yang adil, jangan khianat, jangan menipu rakyat bahkan mendzalimi rakyat.
“Sehebat apapun dan seadil apapun seorang pemimpin, ia masih butuh orang lain untuk melihat kekurangan dan kelemahan dirinya. Dan ia lebih mengedepankan rasa mengayomi dan mendidik dibanding hukuman dan ancaman kepada rakyatnya. Maka masuknya pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP yang usung pemerintah sangat berpotensi terjadinya "abusse of power" (penyalahgunaan kekuasaan),” paparnya.
Dan pengalaman masa orba yang diktator sambung Ustadz Harits sudah cukup bagi rakyat Indonesia dan tidak perlu terulang kembali. Jika hari ini RUU tersebut dipersoalkan dan tahun sebelumnya tidak maka inilah realitas politik, ia dinamis seiring dengan kesadaran politik dan kecerdasan politik rakyat melihat satu persoalan.
“Oleh karena itu, pemerintah tidak usah memaksakan diri untuk sibuk menjaga wibawa kekuasaan karena rakyat butuh keadilan. Dan jika keadilan seperti yang diinginkan rakyat terealisir maka dengan sendirinya wibawa dan kharisma kekuasaan akan inheren pada diri pemimpinnya. Semoga para pemimpin sadar akan hal ini,” pungkasnya. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!