Selasa, 4 Jumadil Awwal 1446 H / 26 Januari 2016 11:33 wib
7.781 views
Mobil ESEMKA Saja Terbengkalai, Bagaimana dengan Kereta Cepat?
JAKARTA (voa-islam.com)- Struktur tanah dalam menjalankan sebuah proyek tentunya hal yang harsu diperhatikan oleh siapapun, termasuk pemerintah. Hal ini dilakukan agar di kemudian hari dampak lingkungan atau tanah sekitar tidak alami kerusakan.
Berikut hasil pandangan aktivis Petisi 28, Haris Rusly yang didapat kalangan wartawan, salah satunya wartawan voa-islam.com, hari ini (25/01/2016).
“Joko Widodo tampak tak begitu peduli pada riset untuk menentukan prioritas, tahapan dan kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur. Joko Widodo juga tak terlalu peduli dengan studi kelayakan dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai syarat mutlak dalam pembangunan infrastruktur. Itulah mengapa Joko Widodo sering melakukan berbagai kecerobohan dan inkonsistensi dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan infrastruktur.
Saat masih menjabat menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI, sejumlah programnya mangkrak justru setelah di-groundbreaking. Ketika menjadi Wali Kota Solo, Joko Widodo membuat gebrakan program mobil Esemka yang telah berakhir mangkrak ditelan bumi. Projek rail bus Batara Kresna yang menghubungkan Solo-Wonogiri, juga hanya berjalan 3 tahun ketika mangkrak pada 2014, yang meninggalkan kerugian sebesar Rp.16 miliar (solopos, 21 Juni 2013, detik.com 05 Juli 2014).
Saat menjadi Gubernur DKI, beberapa rencana programnya Joko Widodo juga mangkrak di tengah jalan, diantaranya adalah projek deep tunel karena tidak memperhitungkan tanah Jakarta yang gembur, sehingga kalau dilanjutkan akan menyebabkan longsor besar (merdeka.com, 8 Mei 2013). Program sodetan kali Ciliwung-Cisadane juga tidak memperhitungkan jika kali tersebut telah mengalami sedimentasi parah, dan jika diteruskan, banjir besar bakal melanda wilayah Banten. Demikian juga projek monorel Jakarta yang telah digroundbreaking dan sempat dipamerkan di Monas, kini nasibnya juga berunjung mangkrak.
Lebih konyol lagi, setelah jadi Presiden, Joko Widodo berangkat ke Malaysia sebagai Kepala Negara untuk menyaksikan penandatanganan MoU mobil nasional antara produsen otomotif Proton milik Malaysia dengan sebuah perusahaan bodong asal Indonesia milik Hendropriyono (tempo.co, 06 Februari 2016).
Program pembangunan pelabuhan Cilamaya di Karawang tak kalah sembrono, karena tumpang-tindih dengan jalur pipa distribusi minyak Pertamina. Jika projek tersebut diteruskan, akan membutuhkan biaya sangat mahal untuk memindahkan jalur minyak tersebut, sehingga harus dibatalkan (Walhi desak dibatalkan, bisnis.com, 16 Januari 2016)”. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!