Rabu, 5 Jumadil Awwal 1446 H / 24 September 2014 18:15 wib
36.710 views
Kaum Saba' dan Banjir Arim
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri. Kepada mereka dikatakan, ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang dianugerahkan Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik, dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.’ Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar, dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS Saba' 15-16).
Nah, siapakah kaum Saba’ itu? Kisah mereka yang diceritakan Al-Quran, terkait erat dengan kisah Ratu Balqis, yang memerintah Saba’ tahun 1000 Sebelum Masehi, dan puncak kekuasaannya pada zaman Nabi Daud ‘Alaihissalam dan Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam. Seperti halnya kaum Tsamud, kaum Saba’ dianugerahi Allah tanah yang subur, serta kecerdasan dan pengetahuan yang mumpuni dalam bidang pengairan, pertanian, dan perniagaan.
Walau hidup ribuan tahun yang lalu Sebelum Masehi, mereka mampu membangun bendungan atau dam raksasa di Sungai Adhanah, yang terletak tepat di jantung ibu kotanya, yaitu Ma’rib, Yaman. Bendungan itu terkenal dengan sebutan Bendungan Ma’rib. Konon, bendungan tersebut tingginya 16 meter, lebarnya 60 meter, dan panjangnya 620 meter. Berdasarkan perhitungan yang dilansir oleh ilmuwan muslim Harun Yahya, total wilayah yang dapat diairi bendungan ini 9.600 hektare, dengan 5.300 hektare termasuk dataran bagian selatan dan sisanya termasuk dataran sebelah barat. Dua dataran ini disebut "Ma'rib dan dua dataran" dalam prasasti Saba'.
Ungkapan dalam Al-Quran surah Saba’ ayat 15 di atas, "dua buah kebun di sisi kiri dan kanan", menunjukkan kebun-kebun dan kebun anggur yang mengesankan di kedua lembah ini. Berkat bendungan ini dan sistem pengairannya, daerah ini menjadi terkenal sebagai kawasan berpengairan terbaik dan paling menghasilkan di Yaman.
Di samping hasil pertanian, angkatan bersenjata kaum Saba' pun luar biasa kuat. Seperti ungkapan para komandan tentara Saba' kepada Ratu Balqis, yang diceritakan dalam Al-Quran, “Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa dalam peperangan, dan keputusan berada di tangan Baginda Ratu; maka pertimbangkanlah apa yang akan Baginda Ratu perintahkan.” (QS An-Naml: 33).
Dengan kebudayaan dan militernya yang maju, negari Saba' jelas merupakan salah satu negeri "adidaya" kala itu. Sayangnya, keimanan mereka terhadap akidah tauhid tidak bertahan lama.
Banjir Arim
Seperti yang sering diceritakan, keinginan Ratu Balqis untuk beriman dengan akidah tauhid bermula selepas ia menerima sepucuk surat dari Nabi Sulaiman. Ratu Balqis dan rakyatnya kemudian beriman kepada Allah. Setelah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis mangkat, sekitar tahun 926 Sebelum Masehi, keimanan kaum Saba’ kepada Allah tidak bertahan lama.
Raja kerajaan itu kembali mensyirikkan Allah dengan kembali menyembah Dewa Almaqah, Dewi Bulan, dan Dhat Bad’an, Dewa Matahari. Raja mereka pun menganggap dirinya sebagai wakil Almaqah, yang wajib disembah oleh seluruh rakyat. Kemudian mereka membangun kuil, dan peninggalan kuil itu masih ada di beberapa wilayah di Yaman hingga hari ini. Ahli arkeologi menganggarkan lebih 3.000 kuil menempatkan patung Dewa Almaqah di Yaman.
Tidak mengherankan jika kaum Saba’ akhirnya menerima nasib sama seperti kaum Tsamud, yang dibinasakan Allah lantaran kekufuran mereka kepada Allah. Bendungan yang setiap abadnya diperbaiki itu pun jebol tahun 542 M. Runtuhnya bendungan tersebut mengakibatkan banjir besar Arim yang disebutkan dalam Al-Quran serta mengakibatkan kerusakan hebat. Kebun-kebun anggur serta ladang-ladang pertanian yang telah mereka tanami selama ratusan tahun hancur tak tersisa. Kaum Saba' segera mengalami masa resesi.
Setelah bencana banjir Arim, daerah tersebut mulai berubah menjadi padang pasir, dan kaum Saba' kehilangan sumber pendapatan mereka yang terpenting karena lahan pertanian mereka hilang. Kaum tersebut, yang tidak mengindahkan seruan Allah untuk beriman dan bersyukur kepada-Nya, akhirnya diazab dengan sebuah bencana yang tidak mereka sangka-sangka. Menurut perhitungan mereka, bendungan itu tidak mungkin jebol. Namun, Allah Mahakuasa.
Setelah kehancuran besar yang disebabkan oleh banjir, kaum tersebut mulai terpecah belah. Mereka meninggalkan rumah mereka dan berpindah ke Arab Selatan, Mekah, dan Syria. (may/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!