Rabu, 4 Jumadil Awwal 1446 H / 21 Januari 2015 11:41 wib
25.383 views
Cumulonimbus, Awan Maut Penghalang Pesawat
Jakarta (voa-islam.com) - April 2010, sebuah pesawat maskapai Emirates mendarat darurat di Bandara Internasional Kochi, India, setelah terjun bebas dari ketinggian 18.000 kaki.
Menurut Times of India, penerbangan Emirates bernomor EK530 itu tidak mampu menghindari awan cumulonimbus yang membuatnya mengalami turbulens yang hebat sehingga mengurangi ketinggian terbang pesawat.
Beruntung pesawat masih bisa mendarat, namun pendaratan darurat itu membuat 20 dari 350 penumpang mengalami cedera, sedangkan sang pilot dirawat untuk menyembuhkan traumanya.
Empat tahun kemudian, awan cumulonimbus kembali menjadi perbincangan setelah penerbangan AirAsia QZ8501 jatuh di Selat Karimata gara-gara pesawat berusaha menghindari awan ini.
Awan cumulonimbus yang juga disebut awan hujan dan awan petir, adalah awan raksasa yang tercipta karena ketidakstabilan dalam atmosfer dan menghasilkan badai petir yang berbahaya.
Ini adalah awan tertinggi dan menjadi penghalang terakhir sebelum pesawat menuju ketinggian paling aman. Awan ini juga disebut awan jahat. Atmosfer yang tidak stabil bisa dengan cepat membentuk awan ini dalam hitungan menit.
Kendati kelihatannya indah ketika akan menghantarkan hujan deras dan petir, awan ini bisa membentuk pula angin ribut atau tornado sehingga disebut awan yang luar biasa berbahaya.
Karena bisa memicu turbulens pada pesawat, bahkan pesawat besar berbadan lebar pun bisa berada dalam bahaya besar jika terlalu dekat dengan awan ini.
Awan cumulonimbus yang sangat berbahaya bahkan seperti hidup menjadi bagaikan predator yang menanti memusnahkan apa pun yang melihat dan menghadapinya.
Laman Universitas Princeton, AS, www.princeton.edu, menyebutkan bahwa awan ini tinggi dan padat, selain membawa badai petir dan kondisi ekstrem lainnya.
Nama cumulonimbus berasal dari bahasa Latin cumulus yang berarti mengumpulkan, dan nimbus yang berarti hujan.
Dihasilkan dari kondisi atmosfer yang tidak stabil, awan ini bisa terbentuk sendirian atau dalam kluster. Awan ini menciptakan petir pada intinya.
Bentuknya seperti jamur. Pangkal awan ini bisa sepanjang beberapa mil dan kendati dapat terbentuk pada ketinggian 500 sampai 13.000 kaki (150 - 3.960 meter), awan ini bisa sampai di ketinggian 75.000 kaki (23.000 meter) pada kondisi yang ekstrem.
Para ahli meteorologi telah menyelidiki proses terbentuknya awan cumulonimbus serta timbulnya hujan air, hujan es, dan kilat dari awan ini.Mereka menemukan bahwa awan cumulonimbus melalui tahap-tahap berikut sebelum menghasilkan air hujan:
Pertama, angin menggerakkan awan. Awan cumulonimbus mulai terbentuk ketika angin menggerakkan serpihan-serpihan awan (awan cumulus) menuju kawasan tempat bergabungnya awan-awan ini.
Kedua, serpihan-serpihan awan tadi kemudian bergabung membentuk awan yang lebih besar. Ketiga, ketika awan-awan kecil bergabung, gerakan udara vertikal di dalam awan yang lebih besar meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya.
Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan bertindih-tindih. Menggumpalnya awan secara vertikal ini menyebabkan awan besar tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfer yang bersuhu lebih dingin, tempat butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin besar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi terlalu berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, butiran ini mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dan sebagainya.
Dalam Al-Quran, Surah An-Nuur ayat 43, Allah Ta’ala berfirman, “Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikanya bertindih-tindih maka kelihatanlah hujan keluar dari celah-celahnya.”
Para ahli meteorologi mengetahui dengan rinci proses pembentukan, struktur dan fungsi awan dengan menggunakan peralatan yang canggih seperi pesawat udara, satelit, komputer, balon, dan peralatan lain untuk mempelajari angin dan arahnya, mengukur kelembaban udara dan variasinya, dan menentukan tingkat dan variasi tekanan atmosfer.
Ayat sebelumnya, setelah menyebut awan dan hujan, selanjutnya berbicara mengenai hujan es dan kilat.
“...dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran)es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”
Para ahli meteorologi menemukan bahwa awan cumulonimbus,yang menjatuhkan hujan es, dapat mencapai ketinggian 25.000 hingga 30.000 kaki (7,5 hingga 8,9 km), seperti tampilan gunung, yang disebut dalam Al-Quran.
“...Allah (juga) menurunkan(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung...”
Mungkin timbul pertanyaan. Mengapa ayat tersebut mengatakan“kilauan kilat awan itu” yang menunjuk ke hujan es tersebut? Apakah ini berarti bahwa hujan es adalah faktor utama yang menyebabkan timbulnya kilat?
Mari kita lihat yang diungkapkan buku yang berjudul Meteorology Today mengenai hal ini. Buku tersebut memaparkan bahwa awan menjadi bermuatan listrik begitu hujan es jatuh melalui kawasan awan yang berisi butiran-butiran air yang sangat dingin dan kristal-kristal es.
Saat butiran-butiran air menabrak butiran-butiran es, keduanya membeku saat bersentuhan dan mengeluarkan panas yang laten. Hal ini menyebabkan permukaan batu-batu es lebih hangat dibanding kristal-kristal es yang mengelilinginya.
Ketika butiran- butiran es bersentuhan dengan kristal es, sebuah fenomena yang penting terjadi: elektron mengalir dari obyek yang lebih dingin ke obyek yang lebih hangat. Karena itu, butiran-butiran es memiliki muatan listrik negatif. Efek yang sama terjadi ketika butiran-butiran air yang sangat dingin bersentuhan dengan butiran-butiran hujan es dan pecahan-pecahan kecil butiran air yang bermuatan positif pecah.
Partikel-partikel kecil yang bermuatan positif ini lantas terbawa ke bagian atas gumpalan awan oleh udara yang bergerak vertikal. Hujan es, yang memiliki muatan negatif, jatuh ke bagian bawah gumpalan awan , sehingga bagian bawah gumpalan awan ini menjadi bermuatan negatif.
Muatan negatif ini kemudian dilepas sebagai kilat. Demikianlah, Allah telah menerangkan sebuah fakta ilmiah yang baru terungkap oleh ilmu pengetahuan modern. Sebuah keajaiban ilmiah yang tidak mungkin diketahui rinciannya oleh orang-orang di zaman pada saat diturunkannya Al-Quran. Allahu Akbar! (may/ant/voa-islam.com/foto: truthbeforedishonor.wordpress.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!