Ada sebuah data yang menarik, bahwa Facebook terindikasi mulai ditinggal oleh para pengguna usia muda. Setidaknya tren yang terjadi di Amerika, sebagaimana ditulis oleh Business-Time, sejak 2011 s/d 2014, jumlah pengguna Facebook yang berusia 13-17 tahun merosot sebanyak 25%.
Jumlahnya dari 13,1 juta pengguna pada 2011, menjadi hanya 9,8 juta pengguna saja pada 2014. Masih sebagaimana ditulis Business-Time, “Facebook has 4,292,080 fewer high-school aged users and 6,948,848 college-aged users than it did in 2011.” Artinya, Facebook kian hari, tampaknya terindikasi kian tak diminati oleh pengguna Internet berusia muda di Amerika.
Jelas ini dapat saja berdampak pada harga iklan (dan potensi pendapatan) yang dapat dipatok (dan diraup) oleh Facebook. Mengapa?
Seperti ditulis oleh Business-Time, anak muda adalah pangsa pasar yang paling mudah dipengaruhi oleh iklan. Dan pemasar produk atau jasa, sangat menggemari pangsa pasar anak muda.
Dan karena kini Facebook mulai ditinggal oleh anak muda, maka tentu harga iklan harus disesuaikan. Ini jelas akan berpengaruh pada bisnis Facebook kedepannya, karena (calon) pemasang iklan juga akan berhitung dan mengkalkulasi ulang dengan cermat.
Walau memang mekanisme iklan yang disediakan oleh Facebook, tidak melulu tentang kuantitas target (massive reach), tetapi juga selected target.
Yang jelas, bahkan setahun lalu Facebook telah diberitakan oleh The Guardian tentang mulai kehilangan pangsa pasarnya di sejumlah negara yang telah “matang” (baca: jenuh), seperti di Amerika, Inggris, Kanada, Spanyol, Perancis, Jerman dan Jepang.
Ini mungkin mengingatkan kita pada kisah Friendster dan MySpace, yang sempat berjaya pada masanya, dan kemudian hanya tinggal kenangan yang makin memudar.
Di pasar yang sudah jenuh, tentu saja tidak akan ada lagi pertumbuhan pengguna yang signifikan. Pun, berdasarkan sebuah studi, para pengguna Internet berusia muda kini mulai beralih ke Twitter, Instagram dan Whatsapp.
Alasannya, karena Facebook sudah “dicemari” dengan hadirnya para orang tua atau mereka yang lebih dewasa. Dan, Facebook pun “terpaksa” menghadang Instagram dengan cara mengakuisisinya, pada April 2012.
Mark Zuckerberg, pendiri Facebook, dan kawan-kawannya harus memutar otak untuk mengatasi masalah di atas. Lantas salah satu solusi yang dihasilkan, Facebook harus melakukan ekspansi internasional untuk memperluas pasar layanan iklannya.
Selain itu, Facebook juga mulai membidik pengguna mobile (smartphone atau tablet) sebagai target pemasangan iklannya. Pangsa pasar iklan untuk mobile secara global, masih dikuasai oleh Google sebesar 46,8% dan Facebook sebesar 21,7%.
Mengapa Indonesia?
Indonesia adalah pasar (potensial) yang besar bagi Facebook. Facebook memiliki 69 juta pengguna dari Indonesia.
Facebook masuk dalam 3 (tiga) besar situs yang paling banyak dikunjungi dari Indonesia. Dan Indonesia adalah 4-besar negara dengan pengguna Facebook terbanyak.
Indonesia memiliki jumlah pengguna Internet lebih dari 70 juta orang pada awal 2014. Adapun untuk jumlah nomor telepon seluler aktif mencapai sekitar 270 juta nomor.
Untuk itulah melalui program Internet.org, menurut TechCrunch, sebenarnya tujuan Facebook tak lain adalah untuk memuluskan (infrastruktur) bisnis iklannya.
Memang tujuan Internet.org adalah mendorong agar kecepatan jaringan mobile bisa meningkat signifikan. Dan tentu saja, semakin bagus infrastrukturnya, akan semakin mulus iklan digelontorkan.
Sebagaimana diujarkan oleh salah satu petinggi Facebook, Dan Neary, beberapa bulan lalu,”mobile has become a big focus for us as a company and in our markets such as Indonesia.” Tambah VP Facebook untuk Asia Pasifik tersebut, “I think we love Indonesia from an overall market standpoint.”
Jadi tak ada yang perlu dikagumi secara berlebihan dari hadirnya Zuckerberg ke Indonesia. Jelas, Facebook, sebagaimana Google, Twitter dan lainnya, memandang (dan membutuhkan Indonesia) sebagai pasar atas produk (iklan) mereka.
Mereka datang ke Indonesia, karena Indonesia hebat (sebagai pasar). Kepedulian mereka tak mungkin lepas dari kepentingan bisnis.
Apapun program yang mereka jalankan atau dalih yang mereka sampaikan, think again, do they really care with the Indonesian people? Silakan Anda jawab sendiri….
Yang jelas, jika Indonesia tidak memiliki strategi dan rencana kerjasama dan negosiasi yang ajeg serta tangguh, maka akan seterusnya posisi kita hanya sebagai pasar (baca: konsumen) bagi produk Internet global. Sayang sekali…
Update 1:
Tahukah Anda, usai kunjungan Zuckerberg ke Indonesia (dan sebelumnya ke India), nilai saham Facebook beranjak naik (rebounce) pada Senin (13/10/2014)? Padahal dari Rabu (8/10/2014) s/d Jumat (10/10/2014) nilai saham tersebut sempat terjun bebas. Kebetulan? Bisa jadi. (Kunjungannya ke) Indonesia “menyelamatkan” Facebook? Sangat mungkin.
India, Indonesia dan China adalah termasuk negara “big fish to fry“, yang menjadi target ekspansi bagi Facebook.
Seperti pula ditulis oleh VentureBeat, apalagi jumlah pengguna Facebook di India dan Indonesia adalah masuk dalam 4 besar secara global Sedangkan China (Tiongkok) walau memang negara yang menggiurkan bagi Facebook dari sisi jumlah pengguna Internetnya, namun perjuangan menembus China sangatlah berat.
(NB: paragraf ini juga sebagai ralat atas twit saya. Yang saya maksudkan dalam twit tersebut adalah potensi ketiga negara yang signifikan, dan seharusnya tidak merujuk pada jumlah dan/atau prosentase pengguna Internet).
Update 2:
Lalu apa yang sebaiknya dinegosiasikan kepada pihak penyedia layanan Internet global yang menggarap pasarnya di Indonesia? Setidaknya ada 3 (tiga) hal, yaitu:
- Memberikan jaminan atas hak dan perlindungan privasi dari pengguna layanannya. Jangan sampai data penggunanya bocor atau dibocorkan, entah kepada sektor bisnis ataupun pemerintah negara manapun tanpa legitimasi yang transparan dan akuntabel. Silakan baca artikel ini dan artikel ini untuk memulai.
- Membangun kapasitas sumber daya manusia di negara tempat mereka mengembangkan pasarnya. Buatlah program semacam pusat inkubasi dan inovasi teknologi, bekerjasama dengan perguruan tinggi atau simpul komunitas di sejumlah titik. Kemudian jalankan program-program yang terbuka, terstruktur dan terukur bagi masyarakat luas secara inklusif.
- Membantu mengembangkan kapasitas infrastruktur telekomunikasi dan Internet Indonesia. Karena biar bagaimanapun, infrastruktur di Indonesia selama ini dibangun oleh bangsa Indonesia, khususnya oleh operator telekomunikasi dan penyelenggara jasa Internet. Bisnis layanan online dari global, seperti Facebook, Google dan Twitter tinggal menggunakannya saja dan berbisnis di atas jaringan tersebut. Sekarang bagaimana agar secara win-win, pebisnis layanan online dari global tersebut juga (memiliki kesalehan sosial) turut mengembangkan infrastruktur di Indonesia.