Jum'at, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 27 Desember 2013 21:00 wib
30.387 views
Jangan Suka Marah-marah
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Marah adalah penyakit jiwa yang bisa membuat orang tak menghargai akal sehat dan pikiran normalnya. Sebab marah, ada orang tega menghabisi nyawa pasangannya karena sebab sepele. Marah bisa membuat keluarga retak sehingga terjadi perceraian. Marah bisa memutus hubungan orang tua dengan anak. Marah bisa merubah hubungan kasih sayang menjadi kebencian dan persaudaraan menjadi permusuhan.
Pernah ada seorang laki-laki datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata: “Berilah wasiat kepadaku”.
Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah.”
Ia mengulangi permintaan itu beberapa kali, dan beliau menjawab, “Janganlah engkau marah.” (HR. Al-Bukhari)
Marah timbul adanya pergolakan emosi yang menyebabkan wajah memerah, denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi meningkat, dan nafa berlomba. Marah merubah wajah orang yang tampan menjadi menakutkan.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyifati marah sebagai bara api yang ada di dada seorang manusia. “Ketahuilah, sesungguhnya marah adalah bara api dalam dada Ibnu Adam (manusia), tidakkah engkau lihat kedua matanya yang memerah dan urat lehernya yang menegang.” (HR. Ahmad)
Marah punya kaitan erat degan sikap sombong, merasa lebih tinggi, zalim,dan jahat. Karenanya, marah itu menjadi jalan kehancuran. Jika seseorang marah dan tidak berusaha untuk mengendalikannya, ia akan berbicara atau berbuat di luar kesadarannya yang kelak akan disesalinya.
Betapa banyak kalimat talak diucapkan suami karena marah, dan setelah kemarahannya mereda ia sangat menyesal. Ada juga orang tua yang sangat marah kepada anaknya sehingga memukul dan menganiayanya, akibatnya anaknya menjadi cacat atau anaknya pergi dari rumahnya. Banyak kasus, akibat marah hubungan persaudaraan menjadi putus, harta benda dirusak dan dihancurkan. Semua itu menunjukkan bahwa marah yang tidak dikendalikan akan menyebabkan keburukan-keburukan.
Keutamaan Menahan Amarah
Allah ‘Azza wa Jalla telah memuji kaum mukminin yang bertakwa dengan sifat-sifat mulia yang cukup banyak, salah satunya mampu menahan amarah, gemar memaafkan orang yang salah, dan membalas keburukan orang dengan kebaikan.
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134)
Tiga sifat mulia dalam ayat di atas: Pertama, menahan marah dan memadamkannya. Kedua, memaafkan dan berlapang dada walau ia sanggup membalas dan mengalahkan orang yang bersalah kepadanya. Ketiga, berbuat baik kepada orang yang telah berbuat buruk terhadap dirinya.
.... Marah adalah penyakit jiwa yang bisa membuat orang tak menghargai akal sehat dan pikiran normalnya. Sebab marah, ada orang tega menghabisi nyawa pasangannya karena sebab sepele .....
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membuat penilaian tentang orang kuat yang tidak ada pada benak manusia di kala itu, “Orang kuat bukanlah yang menang bergulat, sesungguhnya orang kuat itu adalah orang yang menguasai dirinya saat marah.” (Muttafaq ‘Alaih)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ
“Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dalam segala urusan.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dan orang yang paling berhak mendapatkan kelembutan kita adalah istri kita, anak-anak kita, dan saudara-saudara muslim kita. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!