Kamis, 5 Jumadil Awwal 1446 H / 9 Oktober 2014 10:39 wib
21.596 views
Mengapa Muslimah Eropa Pergi Berjihad ke Suriah dan Irak?
LONDON (voa-islam.com) - Dikabarkan hampir lebih 50 sampai 60 Muslimah berasal dari Inggris diduga bertolak ke Suriah melalui Turki untuk bergabung dengan kelompok pejuang ISIS. Ini fenomena baru dikalangan masyarakat Eropa.
Pada saat tiba di sana, mereka bergabung dengan Muslimah lainnya yang datang dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Austria, Prancis, Belanda, Kanada, Norwegia dan Swedia.
Mengapa para perempuan dari negara-negara Barat ini mau bergabung dengan ISIS? Banyak dari kisah para perempuan ini tersedia di media sosial - di Twitter, tumblr, LinkedIn, dan ask.fm. Dari cerita-cerita ini, jelas terlihat bahwa pengaruh jejaring sosial sangatlah besar.
Jaringan media sosial bukan hanya memberikan nasihat, dukungan dan bantuan untuk melakukan perjalanan, tetapi juga merupakan sumber propaganda bagi ISIS, dengan menampilkan kisah-kisah mengenai betapa idealnya kehidupan yang Islamis dan jihad di Suriah dan Irak.
Pada awalnya sejumlah Muslimah bertolak ke Suriah untuk bergabung dengan suami mereka yang memang sudah berjihad untuk ISIS.
Khadijah Dare - Muslimah berusia 22 tahun dari daerah selatan London, misalnya yang dikenal karena kicauannya dalam Twitter mengatakan bahwa dia ingin menjadi Muslimah pertama yang membunuh sandera Barat. Dia pergi ke Suriah setelah mengatur untuk menikahi seorang jihadis ISIS asal Swedia, Abu Bakr.
Dalam kisah seperti ini, keluarga yang menjadi fasilitator penting bagi keberangkatan mereka. Keluarga mereka membantu pemberangkatan mereka ke Suriah atau ke Irak.
Dalam kisah lainnya, jejaring online yang memfasilitasi perjalanan mereka dan membantu mengkoordinasikan mereka dengan komunitas pendatang asing begitu mereka tiba di tempat tujuan. Perjalanan internasional mudah diakses dan terjangkau biayanya, sehingga memudahkan perencanaan online ini.
Gagasan tentang "pengantin jihad" yang berangkat ke Suriah untuk menikahi jihadis ISIS memang kini sedang ramai disorot oleh media Barat.
Beberapa keluarga di Prancis yang memiliki anak perempuan yang pergi ke Suriah menerima telepon dari para pria Suriah yang meminta izin menikahi putri mereka, dan akun online dari para pria anggota ISIS kelihatannya juga dipenuhi oleh permintaan para wanita yang ingin menjadi istri mereka.
Mia Bloom dari Pusat Studi Terorisme dan Keamanan di Universitas Massachusetts Lowell berargumentasi dengan sinis, bahwa Muslimah dipandang hanya sebagai "pabrik bayi" dengan tujuan mengisi jumlah penduduk negara Islam "murni".
Namun, hal ini tidak berarti para Muslimah muda hanya ingin mendapatkan suami. Konsep "pengantin jihad" hanya merupakan sebagian dari cerita yang lengkap. Ada sisi lain yang juga mendorong mereka memutuskan untuk berangkat ke Suriah.
Muslimah yang ingin bergabung dengan ISIS, karena adanya utopia politik baru - berpartisipasi dalam jihad dan menjadi bagian pembentukan negara Islam yang baru.
Meskipun, ada hal yang sifatnya romantisme merupakan hal yang banyak tercermin dalam pernyataan para Muslimah mengenai keterlibatan mereka dalam proyek politik ini dengan versi baru "kehidupan baik", berdasarkan ide hukum Syariah Islam.
Mereka melihat bahwa dunia Barat tidak mampu memberikan kaum Muslim muda perasaan ikut memiliki, tujuan dan nilai sebagai Muslim dan warga negara banyak ditulis dalam pernyataan online para jihadis Muslimah.
Seorang Muslimah asal Belanda bernama Khadija mengatakan bahwa, "Saya selalu ingin hidup di bawah hukum Syariah. Di Eropa hal ini tidak akan terjadi."
Para Muslimah ini berbicara tentang kegagalan masyarakat Barat, menceritakan dengan negatif tentang pembatasan yang mereka alami untuk menjalankan agama mereka (misalnya, pelarangan mengenakan burka di Prancis), dan mengkritik sistem politik yang sangat sekuler, dan membuat kehidupan lebih rusak.
Namun, walau mereka mengutip Al Quran dalam pernyataan mereka, memang masih sedikit bahwa mereka memang benar-benar memahami tentang situasi konflik yang terjadi, atau bahkan mengenai hukum Syariah atau Islam. Tapi, mereka memiliki tekad dan semangat ke-Islaman yang tinggi.
Cerita-cerita yang diungkapkan para Muslimah yang meninggalkan negara Barat untuk bergabung dengan ISIS di Suriah menggarisbawahi adanya alasan politik dan pribadi yang mendasari keputusan mereka, dan sekaligus mengindikasikan motivasi mereka yang diwarnai romantisme. Boleh.
Mereka menginginkan kehidupan yang mulia, kelak di akhirat bersama dengan suami mereka. Karenanya, mereka memilih pergi ke Suriah dan Irak, dan menemukan para mujahidin, kemudian menikah dengan mereka, dan gugur di medan jihad, mempertahankan sistem Islam, Daulah Islam atau Khilafah. Semoga. (dims)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!