Jum'at, 4 Jumadil Awwal 1446 H / 2 Januari 2015 09:27 wib
12.554 views
Kerjasama Obama, Putin, Bashar al-Assad Menghadapi ISIS
DAMASKUS (voa-islam.com) - Dengan berakhirnya tahun 2014 , tampaknya Barat mengalihkan perhatian sebagian besar ancaman dari Presiden Suriah Bashar al-Assad kepada ISIS.
Dengan beralihnya perhatian Barat ini, dan kemungkinan dengan perubahan sikap Barat itu, Barat dan Assad bisa melakukan kebijakan bersama menghadapi ISIS.
Para analis mengatakan dorongan propaganda besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir ini, nampaknya melihat posisi Assad sebagai alternatif menghadapi kelompok ISIS. Di mana ISIS sekarang menguasai sejumlah wilayah yang luasa di Suriah dan Irak .
Asad yang menyuarakan peringatan tentang ancamann ISIS, sejak pada awal 2013, melalui sebuah wawancara dengan Sunday Times.
Bashar al-Assad mencoba mengusik “perasaan dan jiwa pemimpin Barat” dengan wawancara di surat kabar, stasiun TV Inggris dan Amerika. Ini benar-benar membingungkan.
“Rezim Bashar al-Assad telah mengambil keuntungan dari eksisten ISIS, dan tidak diragukan lagi," Muddassar Ahmed, seorang analis hubungan politik dan publik yang berbasis di London, mengatakan kepada Al Arabiya News.
“Bashar al-Assad ingin dunia melihat bahwa dia sekuler, moderat dan hanya dia adalah satu-satunya alternatif yang kredibel dalam menghadapi ISIS”.
Sebelumnya, Assad telah dikenal menggunakan sejumlah pelobi di pusat-pusat kekuasaan ibukota Negara-negara Barat, dan mendorong para penguasa Barat agar menjaga dia.
Menurut laporan yang ada, Assad menggunakan Brown Lloyd James (BLJ), untuk membantu memperbaiki citra rezim al-Assad di tengah kemarahan global. Hal ini, bersamaan tindakan Bashar al-Assad yang sangat brutal selama terjadikan pembrontakan rakyatanya , awal dari 2011.
Namun, kebrutalan Bashar al-Assad, tenggelam bersamaan kampanye Barat terhadap ISIS, sejak tahun 2014, dan apa yang disebut oleh Barat tentang kebrutalan ISIS sekarang dalam sorotan oleh media internasional.
Serangan dan pemenggalan terhadap sandera asing, kelompok oposisi dan minoritas, kemudian membuat ISIS menjadi musuh koalisi pimpinan AS itu. AS menggerakkan 70 negara menghadapi ISIS.Ini sebuah kampanye yang paling besar sejarah dalam menghadapi kelompok ‘teroris’ yang dijalankan oleh AS.
Antara Dua ‘Iblis’ dan Barat.
Dunia dibikin geger sejak proklamasi Khilafah, pada 29 Juni, rezim Bashr al-Assad mulai tidak lagi dipandang sebagai ancaman, dan segala tindakan rezimm Syi’ah itu, dipandang bukan sebagai sebuah kejahatan, meskipun sekarang sudah lebih dari 300.000 rakyatnya yang tewas di tangan Assad.
"Assad dapat menampilkan dirinya sebagai rezim yang lebih lunak, dan bukan rezim yang melakukan kejahatan dan menjadi ancaman Barat, dibandingkan dengan ISIS. Justru Assad dipandang sebagai solusi”, ujar Dr. Joseph A. Kéchichian, sejarawan Barat.
Tahun 2014 ini, nampaknya Barast lebih melihat ISIS sebagia ancaman yang sangat serius, sesudah kota Mosul dan sejumlah kota lainnya jatuh ke tangan ISIS.
Namun, rezim al-Assa berperan dengna meningkatnya peran ISIS, sejak sebelum revolusi Suriah, karena diduga Bashar al-Assad melepaskan banyak pemimpin ISIS dari penjara Assad.
"Pada tahun 2011, sebagian besar pimpinan ISIS dibebaskan dari penjara oleh Bashar al-Assad," ungkap Mohammed al-Saud, seorang oposisi Suriah dengan Koalisi Nasional untuk Revolusi Suriah dan Pasukan Oposisi kepada Newsweek awal tahun ini.
Aron Lund, editor Suriah dalam Krisis, sebuah situs yang digunakan oleh Carnegie Endowment untuk memantau perang, mengatakan kepada surat kabar: “Rezim Bashar al-Assad telah melakukan pekerjaan yang baik dalam mengubah revolusi Islam”, tehasnya.
Meminggirkan ancaman Assad
Sekarang dengan serangan udara koalisi yang menargetkan ISIS sejak Agustus, hanya menggambarkan perubahan sikap Barat terhadap Assad, dan mengesampingkan ancaman Bashar al-Asssa bagi Barat.
“Amerika Serikat dan sekutunya berkonsentrasi pada ISIS, sementara tidak secara signifikan mendukung alternatif yang moderat kelompok di Suriah," Dr Walid Phares, penasihat Kongres AS di Timur Tengah, mengatakan kepada Al Arabiya News.
Memang, dukungan AS terhadap oposisi moderat melawan Assad tampaknya mulai kurang jelas. Awal bulan ini, Hadi al-Bahra, pemimpin Kolaisi Nasional, kelompok oposisi Suriah, mengatakan rencana Barat untuk melatih dan melengkapi senjata para kelompok oposisi yang moderat di Suriah tidak akan dilaksanakan akhir Februari 2015.
ISIS mencapai keberhasilan militer Maret 2013, ketika mengambil alih kota Suriah Raqqa. Pada Januari 2014 itu mengambil alih Fallujah, di provinsi Anbar, Irak barat. Namun, kemajuan ISIS menaklukan kota-kota Irak, seperti Mosul, Samarra dan Tikrit pada Juni 2014, membuat dunia internasional, khususnya Barat menggigil ketakutan.
“Sebelum 2014, Barat telah mengabaikan ISIS untuk waktu yang lama”, kata Ahmed. “Mereka tidak melihat mereka sebagai ancaman yang nyata. Butuh waktu lama bagi Barat mengalahkan ISIS”.
Sebuah dorongan bagi Assad?
Berakhirnya tahun 2014, menurut analis mengatakan perang pimpinan AS terhadap ISIS, dan dapat menjadi dorongan pasukan rezim Suriah mengalahkan oposisi di Suriah. Karena kekuatan oposisi, semakin melemah bersamaan dengan beralihnya perhatian Barat dari Bashar al-Assad kepada ISIs.
"Tidak diragukan lagi rezim Suriah akan mendapatkan keuntungan dari perang melawan ISIS, perang melawan ISIS oleh koalisi internasional, dan Barat tidak lagi fokus hanya kepada rezim Suriah”, kata satu sumber keamanan Lebanon, yang telah melakukan kontak dekat dengan pejabat Suriah, kepada kantor berita Reuters.
Hal ini bersamaan dengan pengundurun diri Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel. Pada bulan Oktober, ia memperingatkan bahwa Assad telah mengambil “manfaat” dari serangan udara yang dipimpin AS. Meskipun Hagel menambahkan bahwa Washington sedang mengejar strategi jangka panjang, menentang setiap peran Assad di Suriah masa depan.
Chuck Hagel telah memperingatkan bahwa Assad akan mengambil “manfaat” dari serangan udara yang dipimpin AS. (Reuters). Namun, sebulan kemudian bocornya kecaman Hagel terhadap strategi jangka panjang ini, dan menjadi berita utama dan diikuti oleh pengunduran dirinya.
Phares mengatakan jika "tidak segera ada perubahan signifikan terjadi dalam kebijakan luar negeri AS terhadap Suriah, maka tahun 2015, akan melihat perluasan yang terus menerus operasi ISIS di negara itu”.
Ini sebagian besar akan mengorbankan kaum moderat dari Tentara Suriah dan kelompok sukarelawan, dan sementara rezim Assad akan memperkuat posisinya di Damaskus dan timur laut”.
Bergabung?
Korban konflik dan perang di Suriah, hingga 2 Desember 2014, sudah lebih dari 300.000 jiwa yang tewas, sejak protes anti-Assad meletus pertama pada Maret 2011.
Namun, para pejabat Suriah selalu mengangkat tentang ancaman ISIS yang menyebar di Irak dan Suriah sebagai “bukti” bahwa mereka telah berjuang melawan “teroris”, bukan melawan para pengunjuk rasa atau kekuatan oposisi.
September 2014, pemerintah Suriah melakukan terobosan pada prospek kemitraan ‘counterterror’ dengan Amerika Serikat, menyusul ancaman Presiden Barack Obama untuk "menurunkan dan menghancurkan" ISIS.
Dalam pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan kelompok ooposisi di Suriah, Putin menyerukan kepada para pemimpin seluruh dunia untuk melawan ISIS dan Jabhah al-Nusrah.
Jadi seluruh dunia, berlangsung kolaborasi antara Barat, Rusia, Negara-negara Arab melawan ISIS, bukan lagi menghadapi rezim Bashal al-Assad yang sudah melakukan kejahatan kemanusiaan. (dimas/aby/voa-islam.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!