Senin, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 27 April 2015 14:58 wib
14.809 views
Di Indonesia, Semua Yang Berbau Islam Dihilangkan
Penulis : Nuim Hidayat
Tanggal 2 Mei ini kita akan memperingati Hari Pendidikan Nasional. Mengapa tanggal 2 Mei? Ya karena itu adalah kelahiran Ki Hajar Dewantoro, tokoh pendidikan nasional yang ditetapkan Presiden Soekarno.
Saat Presiden dan anak buahnya membuat rekayasa besar setelah Indonesia merdeka, menghilangkan hampir semua yang berkenaan dengan Islam atau tokoh Islam.
Presiden tidak mau menetapkan KH Hasyim Asyari yang mendirikan Nahdhatul Ulama atau KH Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah. Presiden memilih Ki Hajar yang sekuler yang mendirikan sekolah Taman Siswa.
Padahal sekolah itu hanya kecil saja, dan pengaruhnya di Yogya kini hampir tidak ada bekasnya. Kebesaran KH Hasyim dan KH Ahmad Dahlan yang meletakkan dasar-dasar pendidikan Islam yang kuat di negeri ini dihilangkan.
Apakah berhenti sampai disitu? Tidak.
Tanggal 20 Mei nanti kita pun akan dipaksa Soekarno dan penerusnya untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional dengan tokoh pergerakannya Budi Utomo. Sebuah gerakan kejawen dan sekuler serta tidak ada hubungannya dengan Islam sama sekali.
Syarikat Islam yang didirikan salah satu guru Soekarno sendiri, Tjokroaminoto tidak dianggap. Memang para sejarahwan Islam mengatakan bahwa setelah menceraikan anak Tjokro sebenarnya Soekarno juga telah menceraikan ideologi Islam dalam dirinya.
Peci dan Islam hanya KTP atau simbol saja bagi Soekarno. Ia lebih memilih berkomplot dengan PKI daripada Masyumi.
Peci dan Islam hanya KTP atau simbol saja bagi Soekarno. Ia lebih memilih berkomplot dengan PKI daripada Masyumi. Syarikat Islam (berdiri sekitar 1918) padahal berdiri jauh lebih dulu daripada Budi Utomo. Dan pengaruhnya pun nasional. Bukan hanya di Jawa saja sebagaimana Budi Utomo.
Tanggal 21 April kemarin, kenapa Kartini yang dipilih? Ya Soekarno dan kawan-kawan sekulernya tidak mau tokoh wanita Islam jadi pahlawan. Soekarno ingin menjadikan Kartini tokoh yang punya hubungan Belanda –‘feminisme’- yang dipilih.
Tjut Nyak Dien, tokoh wanita yang hebat yang memimpin jihad melawan Belanda mempertaruhkan jiwa raganya tidak dianggap. Laksamana Malahati tokoh Islam yang hebat pun dibuang. Tokoh-tokoh wanita itu jadi tokoh pahlawan biasa saja. Tidak diperingati secara nasional. P
eringatan tanggal 10 November pun yang seharusnya kalimat Allahu Akbar Bung Tomo dalam melawan Inggris di Surabaya diangkat, pun diganti dengan merdeka. Soekarno dan PNI –musuh Masyumi- selalu meneriakkan kata merdeka menandingi kata Allahu Akbar yang diucapkan tokoh-tokoh Masyumi.
Dan puncaknya adalah tanggal 17 Oktober 1945 yang merupakan rekayasa proklamasi kemerdekaan Indonesia sekuler yang diproklamirkan Soekarno dan kawan-kawannya.
Piagam Jakarta yang seharusnya dibacakan ketika proklamasi itu, digantikan coret-coretan Soekarno yang dirunding di rumah Laksamana Mayda
Piagam Jakarta yang seharusnya dibacakan ketika proklamasi itu, digantikan coret-coretan Soekarno yang dirunding di rumah Laksamana Mayda (ingat sekretaris Mayda adalah seorang tokoh sekuler yang ikut dalam Tim 9).
Jadi masih banggakah kita memperingati 17 Agustus? 17 Agustus dari proklamasi negara sekuler Indonesia yang direkayasa Jepang, Belanda, tokoh-tokoh sekuler dan Soekarno.
Indonesia yang diperjuangkan dengan darah oleh kaum Muslimin, berjuta-juta orang Islam syahid melawan Belanda dan Portugis (juga Inggris) tidak ada harganya ketika 17 Agustus.
Ketika 17 Agustus itulah Indonesia yang tadinya merupakan kumpulan kerajaan-kerajaan Islam, diubah menjadi negara sekuler. Sebelum 17 Agustus 1945 Indonesia atau Nusantara adalah terdiri dari kerajaan-kerajaan Islam.
Kerajaan Tidore, Kerajaan Ternate, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, Kerajaan Makasar, Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Demak dan lain-lain. Tokoh-tokoh dan mujahid-mujahid Islam lah yang mempertaruhkan nyawa mengusir kaum penjajah. Dari golongan agama lain, ada sangat sedikit sekali.
Dari golongan Cina terkenal kolaborator dengan penjajah Belanda. Jadi ingatlah sejarah. Dan galilah sejarah dengan jujur.
Masalahnya saat ini banyak generasi muda yang tidak tahu sejarah karena terkesiap dengan kehebatan Soekarno. Karena banyak buku-buku dan film dibuat memuji Soekarno. Para pemuda dididik untuk cinta Soekarno benci Soeharto. Bahkan pengikut Soekarno –dari kalangan abangan dan PKI- ingin membuat musuh bersama bangsa ini adalah Soeharto.
Mereka mencuci tangan Soekarno yang penuh dengan kekotoran. Termasuk dosa Soekarno dan kawan-kawan adalah membunuh Kartosuwiryo, ‘temannnya’ di Surabaya. Selain tentu saja membubarkan partai Islam yang hebat Masyumi dan Harian Abadi, harian terpercaya umat Islam Indonesia saat itu.
Soekarno hanya pintar di ucapan, tapi perbuatan hampir ‘nol’. Banyak tingkah lakunya yang menyeleweng dari kata-katanya dan terutama dari Islam. Anda bisa menggali sendiri bagaimana hubungan bebas Soekarno dengan wanita dan bagaimana kekayaan dipakai Soekarno seenaknya untuk merayu perempuan.
Tapi yang lebih menyakitkan adalah sinisme dan hinaan Soekarno dihadapan civitas akademika UI terhadap ulama besar Ahmad Hasan. Bagaimana seorang A Hasan yang berbaik hati mengirimi buku-buku Islam kepada dirinya, dihina dengan menyebutnya sebagai ‘orang Keling’.
Memang Soekarno kalau dilihat dari ilmu psikologi adalah orang sombong setipe dengan Kemal Attaturk (idola Soekarno) dan Gamal Abdul Nasser.
Gamal dikenal sadis terhadap umat Islam di Mesir. Membunuhi ratusan ulama dan umat Islam di sana untuk mempertahankan kekuasannya. Bagaimana tidak sombong Soekarno, ketika ia mengangkat dirinya presiden seumur hidup dan membubarkan partai hasil pemilihan umum 1955?
Dan puncaknya sekali lagi, membubarkan partai Islam Masyumi 1960. Masyumi adalah partai Islam yang konsisten dengan Islam, dan dengan tajam mengkritik kebijakan-kebijakan Soekarno yang banyak menyeleweng.
Tokoh Masyumi yang paling keras mengiritik Soekarno adalah Buya Hamka. Lihat bukunya Dari Hati ke Hati, terbitan Pustaka Panjimas
Tokoh Masyumi yang paling keras mengiritik Soekarno adalah Buya Hamka. Lihat bukunya Dari Hati ke Hati, terbitan Pustaka Panjimas. Tapi sebagai umat Islam, kita yakin bahwa kebohongan sejarah boleh ditutup dalam puluhan tahun atau ratusan tahun.
Tapi kebohongan sejarah tidak mungkin ditutup untuk selamanya. Kebohongan pasti suatu saat hancur oleh kejujuran. ‘Becik ketitik ala ketara’ dalam peribahasa Jawa. Benar kelihatan, salah akan nampak. PNI dan PKI dalam sejarah Indonesia persis seperti yang dilukiskan Al Quran: “Dan apabila dikatakan kepada mereka janganlah membuat kerusakan di muka bumi.
Mereka mengatakan kami orang-orang yang berbuat kebaikan. Ingatlah mereka membuat kerusakan, tapi mereka tidak menyadarinya.” (Lihat surat Al Baqarah awal).
Perubahan sebuah bangsa tidak mudah. Tapi sebagai Muslim kita percaya bahwa Allah akan membantu orang-orang yang mengadakan perubahan ke jalan kebaikan, ke jalan Islam.
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) di jalan Kami, maka Kami akan menunjuki jalan-jalanNya.” Wallahu azizun hakim. Penulis: *Nuim Hidayat Dachli Hasyim [sharia]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!