Senin, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 22 Juni 2015 11:30 wib
19.323 views
Mengapa Aliran Sesat Selalu Mendapat Pengikut di Indonesia?
Mengapa Aliran Sesat Selalu Mendapat Pengikut di Indonesia?
Oleh: Abdul Halim
JAKARTA- Sebagaimana aliran sesat Ahmadiyah yang sengaja diciptakan penjajah Inggris di India pada abad ke 19 dengan tujuan untuk merusak Islam melalui agen intelijen dan antek penghianat Mirza Ghulam Ahmad al Kadzab, maka agama Bahai (Al Bahaiyyah) sengaja diciptakan Inggris di Iran, dengan tujuan sama untuk merusak Islam melalui agen intelijen dan antek penghianat, Mirza Ali Muhammad Asy-Syirazi Al Kadzab.
Mirza Ali Muhammad Asy-Syirazi Al Kadzab maupun Mirza Ghulam Ahmad Al Kadzab sama-sama mengaku sebagai Nabi baru. Adapun perbedaannya, Ahmadiyah tetap mengaku sebagai bagian dari Islam, sedangkan Bahai menjadi agama tersendiri diluar Islam. Agama Bahai resmi berdiri pada 23 Maret 1844 M/ 5 Jumadil Ula 1260 H di Iran, dimana sekarang dirayakan sebagai hari kelahiran agama Bahai oleh pengikutnya di seluruh dunia.
Tepat pada bulan Ramadhan tahun 1435 H lalu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang waktu itu masih berada dalam KIB II dibawah Presiden SBY, mengudang para tokoh agama lokal, sekte keagamaan serta aliran kepercayaan minoritas yang berkembang di Indonesia seperti Bahai, Syiah, Yahudi, Sikh, Zoroaster bahkan Sunda Wiwitan untuk bertemu dan berbuka puasa bersama. Setelah itu muncul kabar kalau agama Bahai akan dijadikan agama resmi di Indonesia disamping keenam agama yang telah diakui secara resmi oleh negara. Sehingga nantinya agama Bahai akan memiliki Dirjen tersendiri di Kementerian Agama.
Menurut Menteri Agama,agama adalah persoalan keyakinan dan sangat personal antara seseorang dengan sesuatu yang diyakininya, sehingga pemerintah tidak mempunyai otoritas atau kewenangan apakah ini agama atau bukan agama, apakah ini agama resmi atau tidak resmi, apakah ini diakui atau tidak diakui, sebab ini merupakan persoalan keyakinan.
Sementara disisi lain, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah mempunyai kewajiban melindungi dan melayani kehidupan umat beragama, sehingga timbul persoalan legalitas. Sedangkan yang disebut agama ini apa, apakah komunitas yang kumpul-kumpul dengan ritual tertentu bisa disebut agama ! Persoalannya baru muncul ketika pemerintah ingin melaksanakan kewajibannya untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada rakyatnya karena itu merupakan amanah konstitusi.
Bagi Menag, mengenai agama Bahai, persoalan bukan apakah Bahai akan dijadikan agama resmi atau tidak resmi, diakui atau tidak diakui di Indonesia. Tetapi persoalannya adalah apakah agama lokal itu merupakan agama atau bukan agama, siapa yang memiliki kewenangan untuk memutuskan apakah itu agama atau bukan agama dan itupun setelah adanya kesepakatan perlu adanya legalitas dan perlu adanya pernyataan resmi bahwa ini agama dan ini bukan agama. Kalau perlu, siapa yang memiliki otoritas menyatakan ini agama dan ini bukan agama, apakah pemerintah atau siapa.
Dikatakan Menag, sesungguhnya Bahai telah menjadi agama sejak abad 19 lalu di negara lain (Iran). Bahkan agama Bahai sudah disebut dalam UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Penodaan Agama. Dalam UU tersebut tidak ada istilah agama diakui atau agama tidak diakui. Dalam penjelasannya disebutkan warga negara Indonesia mayoritas menganut enam agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu), diluar itu ada agama lain yang juga dianut warga negara Indonesia yang keberadaannya dibiarkan ada asal tidak melanggar peraturan perundang-undangan, termasuk Bahai, Taoisme, Yahudi, Sikh dan lain-lain. Jadi agama Bahai sudah ada dan disebut dalam UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965.
Aliran Sesat
Jika nantinya agama Bahai diakui pemerintahan Jokowi-JK melalui Menag Lukman Hakim Saifuddin sebagai agama baru di Indonesia, jelas hal itu dimaksudkan untuk merusak agama Islam yang dianut mayoritas bangsa Indonesia. Sebab dalam sejarahnya, agama Bahai didirikan penjajah Inggris di Iran untuk merusak kesucian Islam.
Jika nantinya Bahai benar-benar eksis dan diakui negara sebagai agama resmi, maka praktis umat Islam Indonesia akan semakin dibebani dengan berkembangnya aliran sesat yang semakin subur dibawah rezim Jokowi-JK sekarang ini. Belum lagi persoalan aliran sesat Ahmadiyah, Syiah, Lia Eden, Al Qiyadah Al Islamiyyah, Satria Piningit Weteng Bawono berhasil diatasi, sekarang muncul aliran sesat Bahai yang praktis akan membahayakan keimanan umat Islam Indonesia.
Penistaan Agama Islam
Sebagaimana pengakuan pendiri agama Bahai, Mirza Ali Muhammad Asy-Syirazi Al Kadzab, pengakuan pendiri aliran sesat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad Al Kadzaab (MGAK) sebagai Tuhan. Pada awalnya MGAK mengaku dirinya sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi dan Al Masihul Al Mau’ud, sebagaimana ditulis dalam Kitab Suci Ahmadiyah, Tadzkirah. Kemudian MGAK mengaku menyatu dengan Tuhan, menjadi Anak Tuhan, menjadi Tuhan dan akhirnya lebih sempurna dari Tuhan. (Kitab Tadzkirah, hal 245, 277 dan 366).
Memang demikianlah ciri-ciri aliran sesat, dimana pendirinya selalu mengaku sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi, Malaikat Jibril bahkan Tuhan. Seperti aliran sesat Lia Eden yang mengaku sebagai Malaikat Jibril, dan anaknya Abdul Rahman diakukan sebagai reinkarnasi dari Nabi Muhammad Saw. Sementara Ahmad Mossadeq pendiri Al Qiyadah Al Islamiyyah mengaku sebagai Nabi.
Meski sepertinya tidak ada korelasi antara Ahmadiyah dan Bahai dengan aliran sesat lainnya seperti Satria Piningit, Lia Eden dan Ahmad Mossadeq, namun sesungguhnya sangatlah berkaitan. Sebab dengan tetap dipertahankannya Ahmadiyah meski secara terang-terangan melanggar SKB Tiga Menteri, maka itu menjadi pemicu awal munculnya aliran-aliran sesat lainnya. Sebab mereka beranggapan, hukuman yang diterapkan kepada pendiri aliran sesat seperti Lia Eden dan Mossadeq sangatlah ringan, sehingga mereka tidak jera bahkan mengulangi lagi penyebaran aliran sesatnya ditengah-tengah umat Islam Indonesia.
Selain itu dengan tetap dipertahankannya eksistensi Ahmadiyah oleh Rezim Jokowi-JK bahkan adanya pengakuan atas Bahai sebagai agama baru, meski Fatwa MUI telah menyatakan Ahmadiyah berada diluar Islam, sesat dan menyesatkan serta menyerukan pemerintah untuk membubarkannya; dapat menjadi pemicu dan semangat para calon pendiri aliran sesat baru untuk mendirikan aliran di Indonesia guna mencari pengikut setia. Sebab selain mendapat pengikut setia, juga sangsi hukum yang dikenakannya sangatlah ringan, sehingga mereka tidak takut lagi dengan hukuman yang akan dihadapinya.
Padahal merebaknya aliran sesat di Indonesia jelas merupakan penistaan terhadap agama Islam yang dianut mayoritas rakyat Indonesia. Apalagi berbagai aliran sasat tersebut juga mengaku sebagai bagian dari ajaran Islam. Seharusnya pemerintah melalui Badan Koordinasi Pengkajian Ajaran dan Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) segera membubarkan dan mempidanakan para pemimpinnya. Mereka dapat dikenai pasal 156 A KUHP mengenai penodan terhadap agama dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Mengapa Mendapat Pengikut?
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa berbagai aliran sesat yang menjual kesesatannya di Indonesia selalu mendapat pengikut, meski mereka jelas-jelas menyimpang dari ajaran Islam seperti Ahmadiyah, Syiah, Bahai, Satria Piningit, Ahmadiyah, Al Qiyadah Al Islamiyyah, Lia Eden dan lain-lain.
Pertama, hal itu menunjukkan tingkat aqidah dan keimanan umat Islam Indonesia masih rendah, meski setiap tahun ribuan orang berangkat beribadah haji ke tanah suci. Sebab gelar haji tidak ada korelasinya dengan peningkatan aqidah dan keimanan seseorang.
Kedua, hal itu menunjukkan tingkat pengetahuan mengenai ke-Islam-an rakyat Indonesia masih kurang. Sehingga mereka mudah tertarik untuk mengikuti aliran sesat, sebab dikiranya merupakan bagian dari ajaran Islam.
Ketiga, adanya survei yang menunjukkan hanya 20 persen umat Islam Indonesia yang menjalankan sholat lima waktu secara rutin, juga dapat menjadi penyebab mereka mudah tertarik mengikuti aliran sesat. Sebab menjalankan sholat lima waktu menjadi pembatas antara muslim dan kafir.
Keempat. ketidak-tegasan sikap pemerintah sejak Orla, Orba hingga Reformasi dan rezim Jokowi-Jk sekarang ini terhadap keberadaan aliran sesat di Indonesia, menjadi penyebab mereka semakin berkembang biak di tengah-tengah masyarakat. Meski sejak dulu para pemimpin Islam resah, namun tampaknya pemerintah tetap “konsisten” untuk membiarkan berkembangnya aliran sesat, bahkan menghukum dengan hukuman penjara siapapun yang berusaha membubarkannya.
Kelima, adanya tekanan internasional dari Barat untuk tetap mempertahankan eksistensi Ahmadiyah dan Bahai di Indonesia, hal itu menunjukkan adanya intervensi dari Barat khususnya AS dan Inggris agar aliran sesat semakin berkembang subur dengan tujuan untuk mengerogoti eksistensi Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia dan benteng terakhir dalam mempertahankan eksistensi NKRI. Jika Islam lemah dan aliran sesat semakin menguat, maka NKRI akan berhasil dipecah belah menjadi beberapa negara, naudzubillah min dzalik.(*) (voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!