Sabtu, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 11 April 2020 20:25 wib
3.130 views
Saatnya Kita Berbuat
Oleh: K.H. Athian Ali M. Da'i, Lc. M.A
Ketua Umum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)
Begitu wabah COVID-19 menyebar pertama kali di Wuhan, kehadirannya ibarat alarm yang membangunkan semua negeri di dunia ini untuk mempersiapkan kemungkinan hadirnya wabah tersebut di negeri masing-masing.
Sayangnya, alarm yang juga secara khusus dibunyikan WHO sejak bulan Januari 2020 tersebut tidak berhasil sepenuhnya membangunkan para penguasa di negeri ini.
Di antara mereka ada yang bahkan tertidur pulas selama dua bulan menikmati mimpi membangun Ibu Kota baru dan berbagai infrastruktur di negeri ini. Di alam mimpi, sempat juga terdengar di antara mereka ada yang mendengkur dan menggigau, meyakinkan kepada masyarakat yang sedang bingung dan ketakutan, jika wabah tersebut tidak ada di negeri ini.
Bahkan ada juga yang terkekeh-kekeh, tertawa terbahak-bahak sambil memperolok-olokkan kehadiran wabah yang telah membuat sebagian masyarakat tidak bisa tidur karena dihantui oleh keresahan dan kegelisahan. Ketika mereka kemudian terjaga dari tidurnya, mereka pun terkesan kita upaya menutup-nutupi dengan selimut tidur mereka atas keberadaan wabah yang sudah menelan banyak korban di masyarakat.
Para pemimpin dunia pun dibuat geleng-geleng kepala oleh ulah mereka. Bahkan Perdana Menteri Australia yang begitu sangat yakin jika keberadaan wabah di Indonesia memang sengaja ditutup-tutupi, segera mengharamkan warganya berkunjung ke negeri ini.
Ketika korban demi korban mulai berjatuhan, pemerintah pun terkesan sibuk sekaligus bingung akibat minimnya persiapan sebelumnya. Angka korban yang terjangkit pun semakin tidak bisa dibendung. Kekurangmampuan pemerintah nampak jelas dari ketidaksiapan mendukung sepenuhnya kebutuhan para tenaga medis, seperti penyediaan APD, Swab Test yang memadai, penyediaan ventilator, obat-obatan dan kebutuhan-kebutuhan medis lainnya.
Melihat kekurangsiapan pemerintah pusat, maka beberapa pemda termasuk DKI mencoba mengambil langkah dalam upaya menyelamatkan nyawa warganya. Namun, entah dengan alasan apa, di antara mereka ada yang ditegur dan beberapa keputusan dan kebijaksanaanya pun dianulir. Yang lebih luar biasa lagi, aturan yang dibuat kemudian oleh pemerintah pusat terkesan mencla-mencle.
Darurat sipil yang usianya tidak sampai 24 jam, segera dikesampingkan setelah banyaknya kritikan bahkan kecaman terutama dari para ahli hukum dan tokoh masyakat. Perppu no.1 tahun 2020 terkesan lebih banyak mengatur penanggulangan ancaman krisis ekonomi, dibandingkan dengan upaya pencegahan dan penanganan wabah COVID-19 itu sendiri.
Tidak ada yang salah sebenarnya, bahkan sangat tepat sekali ketika MUI mengeluarkan fatwa, agar ummat yang berada di daerah Zona merah untuk tidak melaksanakan sholat jumat di Masjid dan menggantinya dengan sholat dzuhur di rumah masing-masing.
Sementara yang tidak berada di zona merah tetap melaksanakan kewajiban sholat jumat. Sayangnya, ummat Islam sejak dikeluarkannya fatwa tersebut sampai dengan saat ini masih banyak yang bingung dalam merealisasikannya , akibat dari tidak jelasnya wilayah mana yang termasuk dan yang tidak termasuk zona merah, sebagai akibat logis dari tidak adanya pemetaan yang rinci dari pemerintah pusat maupun daerah.
Dalam kondisi pemerintah yang terkesan bingung ini, harusnya setiap pejabat pemerintah membuka diri untuk menerima kritikan dan masukan demi keselamatan bangsa dan negara. Tapi yang terjadi dan sangat patut disayangkan, justru munculnya sikap arogan, seperti pernyataan siap memenjarakan pihak yang mengeritiknya.
Padahal jika kritikan dari masyarakat itu memang dianggap kurang tepat menurut yang bersangkutan, bukankah dalam alam demokrasi ini, setiap orang terlebih seorang pejabat punya peluang yang luar biasa untuk menangapinya lewat media massa, yang pasti sangat siap memberitakan setiap kata bahkan huruf yang keluar dari mulut seorang pejabat.
Agar masyarakat tidak semakin hanyut dalam ketidakpastian, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang sudah tidak kuat lagi menahan kekesalan, lalu memuntahkan kekesalan mereka di media sosial (medsos). tanpa juga berbuat apa-apa, kiranya akan lebih baik jika masyarakat sementara ini tidak terlalu mengharapkan sesuatu dalam kabut ketidakpastian.
Kini sudah tiba saatnya bagi masyarakat untuk segera berbuat. Berupaya memikirkan sekaligus berperan seoptimal mungkin mengatasi dan menyelamatkan diri masing masing. Lalu berjuang membantu saudara-saudaranya yang membutuhkan perhatian dan bantuan. Jika seseorang hanya rakyat biasa, maka sesuai dengan arahan Rasul, minimal harus memperhatikan 40 rumah ke depan, ke belakang, ke kanan dan ke kiri.
Upaya untuk membantu orang lain, terutama saudaranya sesama muslim di antaranya dengan memanfaatkan dana dari zakat maal, shodaqoh dan berbagai bentuk infak lainnya. Kendati zakat maal seseorang katakanlah batasan "haul" nya baru akan jatuh pada Ramadhan bulan depan misalnya, tidak ada salahnya, bahkan akan jauh lebih baik lagi bila dikeluarkan lebih awal demi mengatasi situasi yang genting seperti ini.
Agar dana ummat bisa didayagunakan secara optimal bagi para mustahik, maka hendaknya ditangani oleh pihak yang amanah. Beberapa tokoh atau perwakilan warga misalnya bermusyawarah dan membicarakan hal ini dengan pihak DKM masjid setempat, lalu membentuk tim khusus pengumpulan maal dari para muzakki dan mushoddiq.
Untuk pendistribusian dana yang sudah terhimpun, tim tersebut bisa bekerjasama dengan Ketua RT, Ketua RW, aparat kelurahan dan kecamatan untuk memperoleh daftar mustahik . Jika tidak didapat mustahiq di kelurahan setempat bisa bergeser ke kelurahan yang agak jauh. Semoga dengan upaya ini kita bisa saling membantu dalam menangani wabah COVID-19, sekaligus terhindar dari ancaman Alloh SWT lewat sabda RasulNya:
Tidaklah beriman kepadaku (risalah Islam yang dibawa Rasululloh SAW.) seseorang yang tidur dengan nyenyak karena perutnya sudah kenyang, sementara para tetangganya tidak bisa tidur karena menahan lapar, padahal yang bersangkutan mengetahuinya".
Dengan upaya ini Juga insya Alloh kita telah menyelamatkan para "Ambilin" dari memenuhi perut mereka dengan bara api neraka jahannan, akibat dari memakan harta yang bukan haknya.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!