Ahad, 29 Safar 1447 H / 24 Agutus 2025 13:29 wib
442 views
Suriah Tegas Bantah Isu Perjanjian Keamanan dengan Israel
DAMASKUS, SURIAH (voa-islam.com) - Suriah membantah laporan di media berbahasa Arab yang menyebutkan bahwa negara itu akan menandatangani perjanjian keamanan dengan Israel pada September mendatang.
Kementerian Luar Negeri Suriah pada Jum'at (22/8/2025) menyatakan bahwa laporan tersebut tidak benar. Hal ini dikutip oleh stasiun televisi afiliasi The New Arab, Al-Araby TV, yang mengutip sumber di Kementerian Luar Negeri Suriah.
Menurut sumber tersebut, Israel terbuka untuk mundur ke garis yang ditetapkan dalam Perjanjian Pelepasan (Disengagement Agreement) tahun 1974 antara Suriah dan Israel, setelah “stabilitas” tercapai di wilayah barat daya Suriah.
Setelah jatuhnya rezim mantan Presiden Bashar al-Assad pada Desember 2024, Israel—yang telah menduduki Dataran Tinggi Golan Suriah sejak 1967—menginvasi wilayah barat daya Suriah yang berada di luar garis disengagement 1974.
Israel juga secara rutin melancarkan serangan udara ke Suriah, dengan alasan bahwa sebagian di antaranya dilakukan untuk “melindungi” komunitas Druze di Suriah, di tengah bentrokan antara milisi Druze di provinsi Suweida, pasukan pemerintah, dan pejuang suku Badui.
Kementerian luar negeri Suriah juga mengatakan bahwa pemerintah menolak permintaan pemimpin spiritual Druze Israel, Mowafaq Tarif, untuk mengunjungi Suriah, kecuali ia berkomitmen terhadap keutuhan wilayah negara tersebut.
Pernyataan pembantahan ini muncul setelah Independent Arabia pada Kamis melaporkan—dengan mengutip apa yang mereka sebut sebagai sumber senior Suriah—bahwa Suriah dan Israel akan menandatangani perjanjian keamanan dengan sponsor Amerika Serikat pada 25 September mendatang.
Independent Arabia juga mengklaim bahwa penandatanganan perjanjian tersebut akan dilakukan setelah Presiden Suriah Ahmad Al-Sharaa menyampaikan pidato di Majelis Umum PBB di New York.
Wael Alwan, peneliti di Jusoor Center for Studies, mengatakan kepada Al-Araby Al-Jadeed (situs saudara The New Arab) bahwa hubungan antara pemerintah Suriah dan Israel sangat rumit, dan kesepahaman tidak mungkin dicapai kecuali Israel memberikan isyarat nyata untuk menghentikan campur tangan militer dan keamanan di Suriah.
Ia menambahkan bahwa Israel telah menguasai sejumlah wilayah Suriah, terus melancarkan serangan, dan ikut campur dalam urusan internal negara itu.
Menurut Alwan, masalah utamanya adalah Israel, yang percaya diri dengan kekuatan militernya dan penggunaan kekerasan berlebihan di kawasan, bahkan tidak lagi berkomitmen pada perjanjian yang sudah ditandatangani maupun janji-janji yang pernah dibuatnya.
Dengan demikian, tidak ada jaminan nyata bahwa Israel akan mematuhi kesepakatan.
Namun, Alwan menilai Amerika Serikat memang berusaha mendorong Suriah dan Israel menuju gencatan senjata nyata dan gencatan jangka panjang yang berkelanjutan.
Ia menambahkan bahwa AS kini percaya bahwa perdamaian penuh dan normalisasi hubungan antara Israel dan Suriah mustahil terwujud—bukan karena pemerintah Suriah, melainkan karena pihak Israel yang tidak siap dan tidak mau memberikan konsesi apa pun. (TNA/Ab)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!