Ahad, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 27 Oktober 2019 20:15 wib
8.010 views
Sultan Abdul Hamid II, Pemimpin yang Lunasi Hutang Rakyat
Oleh:
Muntik A. Hidayah
BEBERAPA hari terakhir masih hangat dibicarakan pelantikan presiden dan wakil presiden 20 Oktober silam. Kini Indonesia memasuki babak baru beserta presiden dan wakil presiden terpilih untuk 5 tahun kedepan. Sudah barang tentu di setiap pemilihan dan pelantikan pemimpin akan selalu ada harapan rakyat yang disematkan pada mereka calon yang telah terpilih. Harapan mempunyai hidup yang lebih baik dan sejahtera serta masa depan cerah yang rakyat idamkan. Harapan mempunyai pemimpin yang mampu menyelesaikan seluruh problematika umat dan membawa Indonesia menjadi negeri yang baldatun thayyibatun warabbun ghofur, negeri yang penuh dengan kemakmuran dan berlimpah ampunan Allah ﷻ.
Berbicara tentang pemimpin, satu contoh pemimpin idaman yang tak lekang oleh zaman ialah selayaknya Sultan Abdul Hamid II, khalifah terakhir kekhilafahan Turki Utsmani yang terkenal tegas dan misterius, serta lawan yang sulit ditumbangkan bagi musuh-musuhnya. Oleh karena kepribadiannya yang unik dan masa-masa sulit yang telah dilalui Sultan Abdul Hamid II menjelang keruntuhan Turki Utsmani, tak ayal sebuah perusahaan film di Turki tertarik untuk mengangkatnya menjadi sebuah film dan memberikan mencekamnya gambaran masa itu pada kaum muslimin saat ini. Meski digambarkan dalam bentuk film akan tetapi tentu setiap kejadiannya bukan cerita fiktif yang penuh dengan bualan semata, justru telah dikonsultasikan dengan pakar sejarah.
Sepanjang film yang berjudulPayitaht Abdulhamiditu penonton akan melihat berbagai peritiwa menarik mulai dari yang mengundang rasa penasaran, misterius, penuh intrik, hingga yang mengundang tangis dan haru. Tidak terlewatkan pula bagaimana strategi-strategi Sultan dalam menghadapai setiap cengkeraman dan berbagai permasalahan baik internal maupun eksternal Utsmaniyah. Tidak hanya itu perhatian dan tanggungjawab Sultan Abdul Hamid kepada rakyatnya akan turut tergambar dan menyuburkan kerinduan akan kepemiminan Islam.
Melunasi Hutang Rakyatnya
Ini merupakan tradisi Sultan Abdul Hamid pada perayaan hari-hari besar termasuk pada peringatan 20 tahun kepemimpinanya. Sultan akan memerintahkan pasha kepercayaannya, Tahsin Pasha, mengambil sebagian dari harta pribadinya utnuk membayar hutang-hutang rakyat termasuk melunasi hutang mereka yang dipenjara karena belum mampu membayar hutang tersebut. Tidak hanya itu Sultan juga memerintahkan pashanya untuk melakukan sembelihan dengan harta pribadinya dan membagikannya kepada rakyat.
Tetapi sayangnya, fenomena ini berbanding terbalik dengan yang kondisi hari ini. Bukan melunasi hutang rakyat akan tetapi semakin hari semakin bertambah pula hutang yang harus ditanggung negara ini. Dilansir dari Liputan6.com hutang Indonesia per Juni 2019 mencapai Rp 5.601 triliun (15/8). Tidak menutup kemungkinan angka ini akan terus bertambah dengan berbagai kerjasama yang bila ditelisik secara kritis tidak membawa keuntungan bagi rakyat juga negara.
Membangun Rel Kereta Api untuk Mencabut Kekuasaan Asing di Wilayah Kaum Muslimin
Pada masa akhir kekhilafahan seiring dengan gencarnya usaha eksternal khilafah untuk menguasai wilayah kaum muslimin, mereka berhasil menguasai beberapa wilayah bagian dari wilayah Utsmani. Salah satu strategi yang ingin diterapkkan Sultan adalah untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan membangun rel kereta api yang dapat menghubungkan wilayah-wilayah kaum muslimin. Di samping untuk memfasilitasi kaum muslimin agar semakin mudah mencapai tanah suci untuk ibadah umrah dan haji, tujuan pembangunan infrastruktur ini adalah untuk memperkuat dan menyatukan kaum musimin antara satu negeri ke negeri lain sehingga kaum muslimin menjadi satu kesatuan kokoh yang tidak mudah dipatahkan oleh bangsa Eropa yang telah lama mengincar kekhilafahan. Dengan dibangunnya rel kereta api akan menguatkan kekuasaan kesultanan Utsmani dan menyingkirkan hegemoni barat di beberapa wilayah.
Keadaan justru berbanding terbalik hari ini. Semakin dibangun infrastruktur semisal jalan tol semakin menguatkan hegemoni asing atas negeri ini. Bagaimana tidak setiap pembangunan yang dilakukan didasarkan pada investasi dan hutang yang sebenarnya sedikit sekali atau bahkan tidak ada keuntungannya untuk rakyat. Sudahlah pemukiman tempat tinggalnya digusur dengan kompensasi yang tidak seberapa, pun juga biaya masuk yang mahal. Tentu tak ayal jika kemudian banyak pertanyaan diajukan termasuk di dalamya sebenarnya rakyat mana yang diuntungkan?
Gemar Menyamar Menjadi Rakyat Biasa dan Membaur bersama Rakyatnya
Salah satu penyamaran yang dilakukan Sultan Abdul Hamid II adalah ketika terjadi kenaikan harga roti sedang saat itu roti adalah makanan pokok masyarakat Istambul. Sudah barang tentu karena kenaikan yang sangat tinggi rakyat miskin tidak mampu membeli. Sultan turun langsung dan mencari sumber kenaikan harga roti sekaligus memberi peringatan halus terhadap para penjual roti. Akan tetapi karena mereka bergeming, akhirnya Sultan mengambil tindakan tegas. Solusi yang Sultan ambil yakni dengan memerintahkan koki istana untuk membuat banyak roti dan esoknya dibagikan secara gratis di pintu rumah-rumah rakyatnya pada pagi buta. Roti gratis ini adalah bentuk solusi cerdas dua arah. Di satu sisi ia memberi makan rakyat yang tidak mampu membeli roti. Di sisi lain para penjual roti juga tertampar. Dengan adanya roti gratis di setiap pagi pada setiap pintu tidak akan ada yang membeli roti sehingga roti-roti mereka tidak laku. Mau tidak mau, mereka harus menurunkan harga rotinya.
Sultan Abdul Hamid jelas merupakan seorang pemimpin yang sadar betul kewajibannya akan tanggungjawab yang diembannya atas rakyat. Sungguh bukan seorang pemimpin yang abai, terlihat dari bagaimana beliau sangat mengurusi urusan umat bahkan hingga soal kenaikan harga. Setiap urusan umat adalah urusan beliau maka akan sangat berbanding terbalik apabila ada pemimpin yang sampai mengatakan “Bukan urusan saya”pada setiap permasalahan umat. Padahal setiap dari kita akan memikul beratnya pertanggungjawaban kelak di akhirat, apalagi untuk skala seorang pemimpin negara.
Sejatinya sifat seorang pemimpin dan sistem yang diterapkannya adalah suatu hubungan integral yang tidak dapat dipisahkan. Jika sistem yang diterapkan tidak bersumber pada kebenaran jangankan melahirkan pemimpin yang membawa rakyat pada kebangkitan dan kejayaan, menciptakan kebaikan pun tidak mampu diwujudkan. Lain halnya jika sistem yang diterapkan adalah sistem yang shahih tentu dengan sendirinya akan muncul pemimpin-pemimpin yang mumpuni, yang sadar betul akan kewajiban dan tanggungjawabnya atas rakyat. Lebih daripada itu, ia sadar dengan sungguh bahwa kelak akan ada hari dimana setiap kebijakan dan langkah yang ia ambil akan dimintai pertanggungjawaban oleh Dia yang kedaulatan sejati berada ditangan-Nya. Wallahua’lam bish shawab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!