Jum'at, 28 Jumadil Akhir 1446 H / 19 Februari 2021 15:50 wib
13.826 views
Bencana Alam Akibat Pembangunan, Eksploitatif?
Oleh: Anisa Bella Fathia
Masih teringat peristiwa di awal tahun 2021, bencana banjir di Kalimantan Selatan menjadi pembuka catatan sejarah tahun 2021. Banjir bandang yang menerjang tujuh kabupaten/kota di Kalimantan Selatan (Kalsel) selama beberapa hari itu telah menewaskan lima orang dan membuat 112.709 orang lainnya kehilangan tempat tinggal hingga mengungsi. Berdasarkan data BNPB, sedikitnya 27.111 rumah terendam banjir Kalimantan Selatan. (cnnindonesia.com, 17/01/21).
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan menyoroti banjir di Kalsel. Walhi menilai banjir besar itu disebabkan karena 50 persen lahan di Kalsel telah beralih fungsi menjadi tambang batu bara dan perkebunan sawit. Menurut Walhi, curah hujan yang tinggi tidak akan menyebabkan banjir jika luas hutan primer dan sekunder tidak terkikis.
Walhi menjabarkan, dari 3,7 juta hektar luas lahan di Kalimantan Selatan, 1,2 juta hektar dikuasai pertambangan, 620 hektar kelapa sawit. Kemudian, 33 persen lahan atau 1.219.461, 21 hektar sudah dikuasai izin tambang, sementara 17 persennya atau 620.081,90 hektar sudah dijadikan perkebunan kelapa sawit. Sementara, luas hutan sekunder 581.188 hektar dan luas hutan primer hanya 89.169 hektar. Sisa lahan hanya 29 persen. Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid merinding membaca data yang dimiliki Walhi. Menurutnya, para korporasi tambang maupun sawit tersebut harus bertanggung jawab.
Sejumlah pihak angkat bicara soal penyebab banjir di Kalimatan Selatan (Kalsel). Orang nomor satu di Indonesia terjun langsung ke Kalsel untuk melihat kondisi di sana. Menurutnya banjir terjadi karena curah hujan yang tinggi hampir 10 hari berturut-turut.Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik, sekarang ini masuk air sebesar 2,1 miliar kubik air, sehingga memang menguap di 10 kabupaten dan kota.
Anggota Komisi V DPR Fraksi Demokrat Irwan mengkritisi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut banjir di sejumlah daerah Kalimantan Selatan disebabkan curah hujan tinggi. Menurutnya, pernyataan Presiden Jokowi penyebab banjir Kalsel dan dibenarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sangat mengelitik akal sehat.
Kementerian teknis seperti KLHK menangani lingkungan dan kehutanan tetapi hanya bisa menyalahkan hujan. Analisis tutupan lahannya bagaimana, Analisa Aliran Permukaan (Runoff) bagaimana? lahan kritisnya bagaimana? Kemampuan DAS-nya bagaimana? Termasuk juga land usenya bagaimana? Apakah semua data itu mau diabaikan? Atau memang tidak pernah ada datanya. Oleh sebab itu, Irwan meminta pemerintah ke depan dapat tegas memperhatikan aspek dan analisi kebencaan dalam mendorong masuknya investasi. (Tribunnews.com, 23/1/21).
Begitulah buah sistem sekular kapitalistik, bencana alam akibat kerusakan ekologis adalah buah busuk yang mengiringi pembangunan eksploitatif. Pemerintah tidak secara serius menjaga keamanan dan keselamatan warganya. Alam rusak demi sebuah investasi yang hanya menguntungkan pihak tertentu. Imbasnya rakyat lah yang merasakan dampaknya, di masa pandemi covid-19 yang sedang sulit, masyarakat pun dipersulit dengan musibah banjir.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Hal ini sangat jauh berbeda dengan keadaan dimana Islam memimpin dunia. Dalam mengelola lingkungan, Islam tidak akan mengabaikan pelestariannya meski tidak menutup kemungkinan kekayaan alam dieksplorasi untuk memenuhi hajat hidup orang banyak.
Islam mengatur kepemilikan harta, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Dengan klasifikasi kepemilikan harta, negara tidak akan serampangan menetapkan kebijakan sesuai kepentingannya. Hutan dan keanekaragaman hayati misalnya, tidak boleh dikuasakan pada individu atau swasta. Sebab hutan merupakan harta milik umum. Negara mengelolanya hanya untuk memenuhi hajat hidup masyarakat. Eksplorasi kekayaan alam juga tidak dilakukan sembarangan. Meski milik umum, masyarakat boleh mengambil manfaat sebatas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bukan untuk dieksploitasi sekehendak hati.
Penekanan larangan merusak dan mengeksploitasi alam tanpa memperhatikan pemeliharaannya juga dinyatakan dalam Alquran Surat Ar-Rum (30): 41-42 berikut ini:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS. Ar Rum 41-42)
Ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa segala kerusakan di muka bumi ini adalah akibat ulah manusia yang akibatnya akan kembali kepada manusia itu sendiri. Sehingga sangat jelas dengan Islam, ketika aturan Allah diterapkan tentunya seorang khalifah tidak akan sembarangan dalam membuat dan memetakan lahan pertambangan, pertanian, pemukiman penduduk dll. Semuanya direncanakan dan ditetapkan dengan ilmu pengetahuan sehingga masyarakat terjaga dan aman dari bencana. Hasil alam pun dinikmati oleh semua masyarakat bukan oleh korporasi sedangkan rakyat menderita seperti saat ini.
Masya Allah, sungguh bumi ini akan damai dan tenteram bila kehidupan kita diatur oleh Islam, berkah Allah akan turun pada negeri ini. Sudah saatnya umat islam hari ini berjuang untuk menyongsong kebangkitan Islam sehingga Islam dapat diterapkan secara kaffah. (r/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Wallahu alam bi ashshawab
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!