Jum'at, 29 Jumadil Akhir 1446 H / 30 April 2021 09:20 wib
15.279 views
Menyingkap Fakta Busuk di Balik Kebijakan e-KTP Transgender
Oleh: Hana Annisa Afriliani,S.S
Rupanya negeri ini tak pernah luput dari kontroversi. Seperti baru-baru ini, Kementerian Dalam Negeri membuat kebijakan yang menuai kontroversi, yakni e-KTP bagi transgender. Adapun hal yang melatari terbitnya kebijakan tersebut adalah adanya fakta banyaknya transgender yang tidak memiliki dokumen kependudukan. Akibatnya mereka kesulitan dalam mengurus administrasi layanan publik, seperti BPJS, bantuan sosial, dll.
Adapun hingga saat ini Kemendagri telah mengantongi 112 data transgender di Jabodetabek, sebagai langkah awal Kemendagri membantu membuatkan e-KTP bagi mereka. Meski di kolom e-KTP nantinya tidak ada jenis kelamin transgender, yang ada hanyalah laki-laki dan perempuan, namun nantinya kaum transgender akan dituliskan jenis kelaminnya berdasarkan hasil keputusan pengadilan. Jika belum ada putusan, maka kolom jenis kelamin akan dikosongkan.
Beberapa kalangan pun mengapresiasi kebijakan tersebut karena dinilai baik untuk meminimalisasi diskriminasi terhadap kaum transgender. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Direktur Setara Institute, Halili Hasan, dalam menyikapi kebijakan Kemendagri. (Tempo.co/26-04-2021)
Apalagi dari komunitas kaum transgender tentu sangat mengapresiasi kebijakan pemerintah tersebut. Sebagaimana dilansir oleh Jawapos.com (26-04-2021), bahwa Tim Advokasi Penanganan Kasus Komunitas Arus Pelangi, Echa Waode mengapresiasi kebijakan Kemendagri. Kebijakan itu tidak terlepas dari upaya pihaknya bersama komunitas lain saat beraudiensi dengan Kemendagri pekan lalu.
Namun demikian, kita tidak boleh terjebak semata dari sisi kemanusiaannya saja, melainkan kita wajib menelusuri lebih dalam tentang kebijakan tersebut. Apa saja fakta busuk di balik kebijakan e-KTP bagi transgender?
Transgender, Fitrah atau Salah Kaprah?
Transgender merupakan bagian dari kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) atau sering juga disebut sebagai Kaum Pelangi. Transgender sendiri merupakan seseorang yang merasa identitas gendernya berbeda dengan jenis kelamin yang dia bawa ketika lahir. Kamudian transgender ini bisa menjadi transeksual, yakni mengubah alat kelaminnya dengan alat kelamin yang berlawanan dengan yang dimiliki melalui tindakan operasi.
Adapun di tengah masyarakat yang mengadopsi nilai-nilai liberal hari ini, sebagian masyarakat masih mengganggap bahwa hal tersebut merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dihargai dan dilindungi. Bahkan pelakunya mengklaim bahwa hal tersebut merupakan bagian dari fitrah yang diberikan Sang Maha Pencipta, tak bisa ditolak. Padahal benarkah trangender itu bagian dari fitrah atau ketetapan Allah atas manusia?
Jelas hal tersebut merupakan pernyataan yang mengada-ngada dan tidak dilandasi oleh dalil syari. Karena sejatinya Allah Swt telah menciptakan manusia dengan kesempurnaannya. Ada laki-laki dan ada perempuan Tidak ada istilah perempuan yang terjebak di tubuh laki-laki sehingga harus ganti kelamin. Hal tersebut tentu saja hanya akal-akalan mereka demi melegalkan perbuatannya.
Dalam fiqih Islam ada istilah khuntsa, yakni seseorang yang dilahirkan dengan memiliki kelamin ganda (hermaprodit). Jadi, sejak lahir dia memiliki dua alat kelamin, yakni alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan. Namun tentu saja jumlahnya sangat sedikit di dunia ini. Dalam Islam, khuntsa dihukumi sebagai qodho Allah atau ketetapan Allah, maka jelas keberadaan khuntsa tak boleh dijauhi atau dibully melainkan harus ditolong.
Dengan kecanggihan ilmu kedokteran, seorang khuntsa dapat melakukan operasi dalam rangka menetapkan salah satu jenis kelamin di antara dua alat kelamin yang ada. Adapun penetapan tersebut didasarkan pada kecenderungan yang lebih dominan darinya, misalnya jika dia mendapatkan menstruasi berarti ditetapkan bahwa dia seorang perempuan. Oleh karena itu, penetapan jenis kelamin bagi seorang khuntsa harus juga ditopang dengan pemeriksaan medis yang memadai.
Sangat jelas bahwa fakta tentang khuntsa sangat berbeda dengan transgender saat ini. Kaum trasngender sudah ditetapkan oleh Allah jenis kelaminnya sejak lahir, namun mereka menginginkan jenis kelamin yang berlawanan. Oleh karena itu, transgender merupakan bentuk penyimpangan orientasi seksual yang dilaknat oleh Allah Swt.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [HR. Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097; Tirmidzi, no. 2991]
Bahkan Rasulullah Saw memerintahkan untuk mengusir para transgender untuk diusir dari wilayah tempat tinggalnya. Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang bergaya wanita dan wanita yang bergaya laki-laki”. Dan beliau memerintahkan, “Keluarkan mereka dari rumah-rumah kamu”. Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengeluarkan Si Fulan, Umar telah mengeluarkan Si Fulan. [HR. Al-Bukhâri, no. 5886; Abu Dawud, no. 4930; Tirmidzi, no. 2992]
Jangankan sampai mengganti kelamin lewat operasi, bergaya atau berpenampilan menyerupai lawan jenis saja dilaknat oleh Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki” (HR. Ahmad, no. 8309; Abu Dawud, no. 4098; Nasai dalam Sunan al-Kubra, no. 9253)
Jadi, jelaslah bahwa transgender bukanlah fitrah melainkan pemahaman yang salah kaprah. Beginilah akibat dari merasuknya sekularisme ke benak umat, timbangan atas perbuatan bukan lagi syariat Islam melainkan akal manusia semata.
Menyingkap Fakta di Balik Ide
Adanya kebijakan e-KTP bagi transgender sesungguhnya semakin menunjukkan bahwa pemerintah berupaya melegislasi atau mengakui eksistensi mereka di ranah publik. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya sistem liberal yang menaungi negeri ini. Liberalisme meniscayakan kebebasan dalam segala aspeknya, termasuk soal gender. Dalam kacamata liberal, seseorang bebas memilih sesuatu yang diinginkannya, tak boleh ada yang mengekang. Negara pun harus memfasilitasi keberadaan mereka lewat berbagai kebijakan yang ada sebagai wujud perlindungan atas Hak Asasi Manusia.
Jika demikian adanya, jelaslah betapa negeri ini semakin jauh dari harapan baldatun toyyibatun wa robbun goffur. Karena sejatinya apa yang menjadi kebijakan pemerintah saat ini banyak menyimpangi syariat Islam. Padahal Islam merupakan sistem hidup yang sempurna, jika saja diterapkan dalam institus negara niscaya akan terwujud masyarakat yang mulia dan beradab. Wallahu’alam bi shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!