Selasa, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 5 April 2022 13:49 wib
5.075 views
Ibu Depresi, Bisakah Jadi Dalih Menghabisi Nyawa Anak Sendiri?
Oleh: Sunarti
"Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalah." Peribahasa ini sudah sering kita dengar. Kita semua paham betul dengan kondisi ini, seolah alami saja ketika kasih ibu tidak pernah pupus. Sementara kasih anak kepada ibunya, tak sebanding dengan apa yang telah ibu berikan.
Sungguh meleleh jika kita mengingat kasih sayang ibu kita. Orang yang melahirkan dan merawat kita. Namun, sekarang ini sangat miris dan menyedihkan ketika mengingat banyak sekali ibu yang telah luntur nalurinya. Seakan fakta telah berkata "hilang sudah naluri seorang ibu terhadap anaknya."
Kondisi yang menyayat hati, setiap hari semakin membuat ngeri. Bagaimana tidak, naluri keibuan hampir-hampir kandas dan terkoyak oleh kondisi di alam kapitalis ini.
Salah satu rentetan berita yang mengungkap fakta tergerusnya naluri ibu di jaman sekulerisme ini yang juga telah menghebohkan jagat pemberitaan adalah seorang ibu yang tega menggorok ketiga anaknya sendiri dengan sebuah pisau. Kompas.com mengulas berita bahwa seorang ibu berinisial KU (35) yang tinggal di Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes pada Minggu (20/3/2022) KU menganiaya anak kandungnya dengan senjata tajam.
KU menjadi tertekan hingga mengambil jalan pintas untuk menghabisi ketiga anaknya. Latar belakang kenapa KU tega menggorok leher ketiga putranya masih dilakukan penyelidikan. Pihak kepolisian setempat masih belum menetapkan pelaku sebagai tersangka, karena kasus ini masih dalam pemeriksaan serta menduga pelaku mengalami gangguan kejiwaan.
Sungguh di luar akal sehat manusia. Seekor harimau saja tidak akan makan anaknya sendiri. Namun fakta ini, sangat menyayat hati siapa saja yang masih bernaluri.
Mengupas Stres dari Sudut Pandang Kesehatan
Kasus KU bermula dari tekanan dari sekitar, hingga hilang akal sehatnya. Akibatnya bisa membuat pikirannya putus asa, gugup dan marah. Ini adalah tanda-tanda adanya tekanan kejiwaan karena faktor dari luar. Atau biasa disebut dengan istilah stres. Stres sendiri memiliki arti reaksi tubuh yang muncul saat seseorang menghadapi ancaman, tekanan, atau suatu perubahan. Stres juga dapat terjadi karena situasi atau pikiran yang membuat seseorang merasa putus asa, gugup, marah, atau bersemangat.
Situasi tersebut akan memicu respon tubuh, baik secara fisik ataupun mental. Respon tubuh terhadap stres dapat berupa napas dan detak jantung menjadi cepat, otot menjadi kaku, dan tekanan darah meningkat. Respon secara fisik bisa tampak seperti diare, keringat dingin, sering buang air kecil, bisa juga dengan melampiaskan amarah, bahkan hingga berujung kepada depresi.
Stres sering kali dipicu oleh tekanan batin, seperti masalah dalam keluarga, hubungan sosial, patah hati, atau masalah keuangan. Selain itu, stres juga bisa dipicu oleh penyakit yang diderita. Karena tekanan dari lingkungan (keluarga, orang terdekat, tetangga atau yang lain), yang membuat seseorang merasa tertekan dan muncul reaksi dari tubuh adalah kemarahan serta tindakan yang muncul tidak bisa dikendalikan. Dari sini muncul pikiran untuk mengambil jalan pintas, guna mepampiaskan kekesalan. Sayangnya kekesalan KU ini dilampiaskan kepada anaknya.
Padahal ini bukan solusi yang tepat dan justru membahayakan. Namun karena sudah kalut, tindakan keji inipun muncul begitu saja tanpa dia sadari sepenuhnya.
Kondisi stres bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Menilik, si penderita (seseorang yang mengalami stres) tidak bisa mengendalikan emosi dirinya secara baik. Bahkan apabila tekanan penyebab/stresor terus berlanjut, sementara seseorang itu tidak dapat menenangkan diri/melampiaskan kepada aktivitas yang dapat mengalihkan perhatian atau hingga mengatasi persoalan yang dialaminya, maka depresi akan benar-benar dialami olehnya.
Faktor Pemicu Munculnya Stres
Banyak faktor yang memicu/penyebab terjadinya stres pada manusia. Bisa muncul dari berbagai persoalan seperti masalah ekonomi, perceraian/ perpisahan dan pertengkaran dengan pasangan, dtinggal oleh orang yang dikasihi, sakit keras tak kunjung sembuh, tingkat kriminalitas, gaya hidup masyarakat, situasi politik, encana alam yang terjadi (banjir, kebakaran, dan lainnya) serta hal-hal lain.
Tidak bisa dipungkiri, kehidupan di alam kapitalis dan sekuleris sangat rentan munculnya stres pada orang-orang yang hidup dalam rengkuhan sistem ini. Tidak mengherankan apabila naluri seorang ibu tergerus oleh jahatnya sistem ini.
Tampak jelas munculnya stres (yang bisa berakibat pada gangguan kejiwaan) adalah banyaknya faktor stresor dari luar. Alam kapitalis yang mendorong individu dan masyarakat menjalankan kehidupan dengan pandangan hanya terhadap kehidupan dan bukan kehidupan setelah kematian (tidak terfokus pada dosa dan pahala saja). Selebihnya, tidak lagi memikirkan pertanggungjawaban di alam akhirat.
Selain hal itu, akal manusia lebih sering digunakan ketika pengetahuan didapatkan. Bukan untuk mencerna apa-apa yang telah Allah berikan di sekelilingnya. Sehingga kebanyakan tidak ada rasa syukur yang muncul di benaknya. Dan parahnya, tidak memerlukan Allah dalam kehidupannya.
Hal berikutnya adalah budaya materialistik menghinggapi pada seluruh lapisan masyarakat. Sehingga orientasi untuk uang dan uang adalah hal terpenting. Kondisi masyarakat yang materialistis menumbuhkan benak-benak manusia hanya terisi dengan kapital. Sehingga kebahagiaan yang dituju adalah harta. Wajarlah apabila muncul hukum rimba, yang kuat dialah yang menang dan yang lemah yang akan kalah. Serta mendapatkan harta dengan mengabaikan halal dan haram.
Hal yang tak kalah penting adalah kehidupan yang jauh dari Sang Pencipta. Meskipun ibadah ritual masih dilakukan, namun aturan kehidupan tidak lagi menggunakan aturan Allah. Lebih parahnya lagi, sistem yang mendorong ini semua. Dengan penerapan sistem buatan manusia, yang memisahkan aturan Allah dengan kehidupan (sekulerisme), semakin meningkatlah berbagai penderitaan.
Islam Mengatasi Masalah Kejiwaan
Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi:
“Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan).
Islam mengajarkan kedudukan ibu sebagai wanita mulia. Maka dalam kiprahnya di dunia, seorang wanita sangat dihormati dalam kaca mata Islam. Maka secara individu, seorang ibu (istri) memiliki hak untuk mendapatkan nafkah, kasih sayang dan bimbingan dari suaminya.
Tidak akan dibiarkan seorang wanita menanggung beban hidup sendirian. Akan ada orang-orang yang bertanggung jawab atas kebutuhan hajatnya. Dia akan fokus pada perannya sebagai ibu dan pengatur urusan rumah tangga. Dengan demikian secara emosional akan terjaga.
Menjaga keimanan dalam berbagai kondisi menjadi hal yang utama. Untuk itu diperlukan pembelajaran dan pembinaan sebagai bekal menjaga imannya.
Penting juga mendapatkan tsaqafah/ilmu tentang berumah tangga (menjadi ibu dan pengatur urusan rumah, keluarga sakinah mawadah warahmah), menjadi bagian di dalamnya.
Selain itu kesabaran dalam berbagai kondisi. Untuk meredam kegelisahan, kemarahan ataupun suasana yang tidak mengenakkan, Rosulullah juga mengajarkan untuk beristigfar. Dengan perbanyak istighfar, akan mengurangi beban pikiran dan hati akan tenang. Apabila belum mereda, maka segera ambil wudhu kemudian shalat sunah. Dan selalu melibatkan Allah dalam berbagai aktivitas, agar nuansa 'ruh' muncul. Hasilnya, rasa tertekan oleh sekitar akan tersingkir dengan sendirinya.
Kontrol masyarakat diperlukan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu tersuasanakannya keimanan di tengah-tengah mereka. Dengan demikian cara pandang masyarakat terhadap persoalan yang dihadapi akan tertuju pada ketaatan kepada Allah semata. Ketika ada penyelewengan, dengan tanggap bisa segera diantisipasi oleh mereka.
Ranahnya negara akan menyelenggarakan pendidikan ketaatan kepada Allah dimulai sejak dini usia. Sehingga akan terbentuk dan melekat erat kehidupan yang menghadirkan Allah sebagai Sang Pencipta dan sebagai Pengatur Alam Semesta.
Yang berikutnya adalah penerapan sistem ekonomi Islam yang berbasis pada kesejahteraan rakyat. Sehingga rakyat tidak akan gelisah dalam memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, tidak akan muncul persaingan yang tidak sehat sebagaimana dalam sistem kapitalis yang mengandalkan kekuatan para pemilik modal. Rakyat akan bekerja dalam koridor kewajibannya memenuhi nafkah keluarga.
Peran negara sebagai pengurus urusan umat(warga). Negara memfasilitasi lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki. Dan memberikan peringatan hingga hukuman ketika ada pria yang sehat dan kuat, dia tidak memenuhi nafkah keluarga yang menjadi tanggungjawabnya. Untuk hal ini negara menyelenggarakan sistem ekonomi Islam. Sehingga segala aset dan kekayaan negara dikelola untuk kesejahteraan rakyat.
Yang terakhir adalah menegakkan hukum sesuai aturan Allah. Apabila ada yang melakukan kejahatan, pihak penegak hukum akan menindak tegas. Hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan akan memberi efek jera dan juga sebagai penebus dosa.
Dengan semua ini, ketentraman dalam individu dan masyarakat akan muncul. Dengan perasaan dan suasana keimanan, tekanan yang menimbulkan stres dan gangguan jiwa tidak akan muncul. Sehingga yang terjadi adalah kehidupan tentaram dengan keberkahan dan Rahmat dari Allah yang berlimpah. Wallahu alam bisawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!