Ahad, 12 Jumadil Akhir 1446 H / 30 Oktober 2022 10:19 wib
4.629 views
IDOLA: Antara Ambisi dan Realisasi
Oleh: Wida Nusaibah
Pemerintah memiliki target untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) di tahun 2030. Oleh karena itu, Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI) menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 2022 yang berlangsung selama dua hari, 14-15 Oktober 2022 dengan tema “APSAI Maju, Anak Indonesia Terlindungi”. Acara ini dilakukan secara hybrid dan diikuti oleh anggota APSAI pusat dan 18 APSAI daerah yang hadir dari berbagai kota/kabupaten dan provinsi di Indonesia.
Sayangnya, ambisi untuk mencapai gelar IDOLA tidak dibarengi dengan aksi nyata. Buktinya, tingkat kekerasan pada anak masih tinggi, bahkan di daerah yang mendapatkan penghargaan sebagai Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Tak ayal, penghargaan tersebut tampak hanya sebagai formalitas belaka karena jauh dari realitas.
Apakah dengan penganugerahan KLA tersebut benar-benar mewujudkan keamanan dan perlindungan yang layak bagi anak? Faktanya, di kota-kota yang mendapatkan gelar KLA ternyata masih tercipta ruang bagi kekerasan pada anak. Seperti di Kota Palangkaraya yang baru saja mendapatkan penghargaan sebagai KLA kategori madya ternyata angka kekerasan seksual pada anak masih tinggi. Setidaknya ada 15 kasus kekerasan dengan korban di bawah umur. Sebagian besar pelaku merupakan orang terdekat korban. (Kompas.id, 22/9)
Indikator penilaian penghargaan KLA antara lain: penguatan kelembagaan, hak sipil dan kebebasan, hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, hak pendidikan dan seni budaya, serta hak perlindungan khusus.
Tingginya angka kekerasan pada anak yang terjadi di kota penyabet gelar KLA menunjukkan ketidaksesuaian antara indikator nilai tersebut dengan fakta di lapangan. Oleh karena itu, agar tak sekadar menjadi formalitas dan agar sesuai dengan realita, maka pihak-pihak terkait harus melakukan evaluasi dalam seluruh lini. Sebab, fakta tingginya jumlah anak yang menjadi korban dengan berbagai modus menunjukkan bahwa pemerintah telah gagal mewujudkan perlindungan dan keamanan yang sesungguhnya bagi anak. Serta menunjukkan kemandulan dari program KLA untuk memberikan jaminan sistem lingkungan aman yang dibutuhkan anak.
Kegagalan tersebut disebabkan oleh penerapan sistem Kapitalis Sekuler oleh negara. Di mana dalam sistem ini lebih berorientasi pada kepuasan materi (termasuk mendapatkan gelar IDOLA) dan mengabaikan peran agama dalam mengatur kehidupan. Tak heran, berbagai kerusakan dan kemaksiatan (pelecehan dan kekerasan seksual) pun banyak terjadi di dalamnya.
Akibatnya, negara kehilangan fungsi utamanya sebagai pelindung generasi. Sebab, generasi masih terus berada di bawah ancaman kekerasan karena kriminalitas dan kemaksiatan yang tidak mampu ditekan oleh negara.
Pemenuhan kebutuhan dasar generasi pun tidak terpenuhi dengan baik karena dikapitalisasi, sehingga biaya mahal seperti pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok lainnya. Ditambah lagi asas Sekularisme yang menafikan aturan agama, sehingga generasi terdidik oleh pendidikan sekuler yang menyebabkan mudah jatuh pada lubang kemaksiatan dan tidak takut melakukan dosa.
Sistem Pendukung Agar Terwujud Perlindungan Anak yang Bukan Sekadar Formalitas
Anak adalah amanah yang wajib dijaga. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya: “Segala sesuatu yang ada di dunia ini sesungguhnya hanya titipan. Termasuk anak. Sebagaimana titipan, itu merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan.” (QS. At-Tahrim, ayat 6)
Selama negara masih mengadopsi aturan Kapitalis, maka gelar IDOLA tak akan pernah terwujud secara nyata. Perlindungan anak hanya dapat terwujud dengan penerapan aturan Islam yang memandang anak sebagai amanah, bukan sebagai materi yang bisa dieksploitasi demi keuntungan. Hal itu dikarenakan Islam memiliki mekanisme berlapis-lapis dalam memberikan keamanan pada anak dan mewujudkan perlindungan secara nyata. Islam memiliki tiga pilar dalam penerapan hukumnya, yakni:
Pertama, Islam membentuk keimanan individu. Dengan keimanan yang kuat terhadap Allah Sang Pencipta, akan menyebabkan setiap individu melakukan perbuatannya selalu terkait pada hukum syarak yang akan diberikan dosa maupun pahala. Individu muslim akan takut melakukan kekerasan. Sebab, dia mengimani bahwa kekerasan merupakan dosa yang akan dibalas dengan siksa oleh Allah di akhirat kelak.
Kedua, Islam mewujudkan kontrol masyarakat dalam amar makruf nahi mungkar dan pemberian sanksi tegas yang memberikan efek jera. Dengan begitu, masyarakat akan memiliki kepekaan terhadap pelaku kekerasan maupun kemaksiatan untuk menegur dan memberinya peringatan, tidak membiarkannya. Pelaku yang mendapat sanksi berat juga disaksikan oleh khalayak sehingga tidak akan muncul pelaku berikutnya.
Ketiga, Islam mewujudkan negara yang berperan maksimal dalam memberikan perlindungan pada anak serta sebagai penanggung jawab agar seluruh elemen negeri melaksanakan tugasnya dengan sempurna. Beberapa peran negara antara lain:
- Negara akan memenuhi seluruh kebutuhan pokok anak dengan memberikan pemenuhan yang murah atau bahkan gratis, sehingga semua anak dapat menikmatinya. Seperti kesehatan murah, sehingga pemenuhan gizi dan nutrisi anak dapat tercapai.
- Negara menyediakan lapangan kerja diutamakan bagi seorang ayah agar mudah dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
- Negara menjamin pendidikan Islam baik formal maupun non-formal agar mampu mencetak generasi berkepribadian Islam yang tangguh.
- Negara mendukung peran seorang Ibu sebagai pendidik anak, sehingga tidak ikut sibuk bekerja dan lebih fokus pada penanaman akidah Islam dan pendidikan anak-anaknya.
- Negara memantau dengan ketat media sosial dan internet agar tidak menjadi celah yang dapat merusak generasi.
- Negara sebagai pelaksana hukum yang adil memberikan sanksi tegas pada pelaku kekerasan.
Begitulah ketika Islam diterapkan secara menyeluruh. Semua elemen akan bersama-sama dengan sempurna mewujudkan perlindungan bagi anak. Mulai dari keluarga, masyarakat, hingga negara akan bertanggung jawab penuh melaksanakan tugasnya. Maka, keamanan anak akan benar-benar terealisasi, bukan sekadar menjadi ambisi tanpa aksi. Wallahu a'lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!