Rabu, 27 Rabiul Akhir 1446 H / 31 Juli 2024 12:38 wib
23.009 views
Merasa Sudah Ikhlas
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Ikhlas sangat menentukan diterimanya amal shalih yang dikerjakan sesuai Sunnah. Ikhlas terkait dengan keinginan dan kehendak diri. Karenanya, tidak ada pemakluman dalam ikhlas ini. Jika tidak ikhlas maka amal tidak akan diterima.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Al-Fudhail bin Iyadh menafsirkan ahsanu amala (yang terbagus amalnya) dalam QS. Al-Mulk: 2:
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
"Untuk Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya."
Beliau berkata: "Akhlashubu Wa Ashwabuhu (yang paling ikhlas dan benar)". Kemudian beliau menjelaskan, "sesungguhnya suatu amal apabila ikhlas namun tidak benar maka tidak diterima. Dan apabila benar namun tidak ikhlas juga tidak diterima. Sehingga amal itu ikhlas dan benar. Maka (yang dimaksud) ikhlas adalah apabila untuk Allah sedangkan benar adalah apabila sesuai sunnah."
Kemudian beliau membaca firman Allah,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
"Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahfi: 110)
Para ulama menjelaskan hakikat ikhlas ini dengan definisi yang beragam. Syaikh Dr. Ahmad Farid mengartikan ikhlas: memurnikan tujuan bertaqarrub kepada Allah Azza wa Jalla dari hal-hal yang mengotorinya. Arti lainnya; menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan. Ada juga yang mengartikan; mengabaikan pandangan makhluk dengan cara selalu berkonsentrasi kepada al-Khaliq (pencipta).
Imam Al-Suusiy rahimahullah menjelaskan hakikat ikhlas: tidak merasa berbuat ikhlas. Barang siapa menilai telah ikhlas dalam keikhlasannya maka ikhlasnya itu butuh ikhlas.”
Ini mengisyaratkan bahwa ikhlas itu membersihkan amal dari ujub (berbangga) terhadap perbuatan. Merasa ikhlas dan mengaku seorang mukhlis adalah perbuatan ujub. Ini merupakan parasit ikhlas.
Orang yang ikhlas adalah yang selamat dari semua parasit-parasit ikhlas. Ujub adalah satu satu dari parasit itu. Sahal rahimahullah berkata, “ikhlas itu diam dan geraknya hamba hanya khusus untuk Allah ta’ala.” Berarti bahwa niat dan tujuannya hanya tertuju kepada Allah semata.
Orang ikhlas tidak memberikan perhatian dalam amalnya kepada makhluk. Bahkan terhadap dirinya sendiri. Dikatakan, “ikhlas itu menjaga diri dari mencari perhatian makhluk sampai pun perhatian dirinya sendiri.”
Suhail pernah ditanya sesuatu yang paling berat bagi diri? Beliau menjawab,
الإخلاص إذ ؛ ليس لها فيه نصيب
“ikhlas, karena dengan ikhlas itu diri tidak mendapatkan jatah bagian apa-apa.”
Semua ini menunjukkan bahwa kepentingan nafsu diri adalah penyakit dalam amal di masa sekarang dan yang akan datang. karenanya, seorang hamba yang menginginkan surga harus memurnikan amalnya untuk mencari wajah Allah semata dan mengharap betul hanya balasan di akhirat; serta membersihkannya dari penyakit amal. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!