Kamis, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 24 November 2016 08:18 wib
5.704 views
Masih (tentang) si Penista
SURAT PEMBACA:
Memang sudah berlalu. Namun nyatanya fakta ini masih saja terasa hangat diperbincangkan dan diulas di tengah tengah masyarakat.
4 November 2016, Indonesia bahkan dunia digemparkan dengan jutaan muslim yang terlibat aksi pembelaan Al Quran di Jakarta. Seluruh ormas, berbagai lapisan masyarakat tergabung dalam satu barisan menuntut ditegakkannya keadilan atas kasus penistaan yang dilakukan oleh Gubernur DKI beberapa waktu lalu saat berkunjung di kepulauan Seribu. Tidak hanya di Jakarta, aksi serupa juga terjadi di berbagai daerah seperti Malang dan Surabaya. Masyarakat muslim tidak segan turun ke jalanan, melakukan longmarch untuk menyampaikan aspirasinya. Seolah tidak mau kalah, foto turut sertanya beberapa tuna netra yang tersebar di media sosial menjadi bukti bahwa kekurangan sama sekali tidak menyurutkan semangat menegakkan yang haq.
Untuk kesekian kalinya, kaum muslim nyata nyata dibuat geram, marah bukan main, ketika kitab yang disucikan, dijadikan pedoman dan rujukan hukum tertinggi dengan serta merta dianggap sebagai alat untuk membohongi dan membodohi rakyat. Perlu diketahui, bahwa Ahok bukanlah orang pertama yang bertindak demikian. Sebelumnya, sudah banyak sekali oknum tidak bertanggungjawab yang melecehkan simbol simbol Islam. Maka, sangatlah wajar bahkan wajib jika saat ini ghirah seorang muslim terusik. Karena sejatinya, penistaan Al Quran sudah masuk pada perkara pelecehan aqidah, yang mana keberadaannya dijadikan sebagai pondasi utama tercapainya kesempurnaan iman.
Lantas, bagaimana bisa seseorang yang tidak memiliki mafhum apapun berucap seolah ia mampu menafsirkan ayat tersebut. Bagaimana mungkin pemimpin yang katanya mengagungkan toleransi justru berorasi yang demikian karena menganggap ayat tersebut mengganggu eksistensinya dalam pemilihan kepala daerah.
Lebih miris lagi, keinginan sederhana umat untuk bertemu langsung dengan pemimpin negeri demi mendengar kepastian hukum pun nyatanya tidak mampu terwujud. Umat kembali dipaksa bersabar ketika dihadapkan dengan fakta bahwa proyek di bandara Soekarno-Hatta dianggap jauh lebih membutuhkan perhatian. Tidak cukup sampai disitu sakit yang dialami umat saat itu, dalam pidatonya (5/11) lalu, beliau yang terhormat justru menyampaikan bahwa ada indikasi aktor politik dibalik aksi akbar ini. Seolah olah jutaan rakyat bergerak hanya karena iming iming duniawi dari konglomerat berkepentingan, bukan murni menjaga kehormatan agama. Naudzubillah. Mungkinkah umat dengan kapasitas sebesar itu ditunggangi oleh politik? Mungkinkah para ulama, habib dan syeikh bersedia turun ke jalanan hanya demi yang demikian itu?
Lebih meluas lagi, islam dan muslim di negeri ini semakin mengalami penyudutan seiring dengan aksi pemelintiran berita oleh media media, baik nasional maupun asing. Ragam stigma buruk distempelkan, untuk kemudian diblow up besar besaran. Isu aksi tersusupi oleh ISIS juga tidak luput dari pemberitaan mereka.
Lepas dari semua hal yang terjadi, sejatinya bukan perkara sulit untuk mengetahui sebab musabab tahap kehancuran ini andai kaum muslim sendiri bersedia menoleh kembali ke belakang, melihat bagaimana sejarah menceritakan kegemilangan Islam. Kemudian, umat juga berani melek akan fakta kerusakan akibat penerapan sistem bobrok demokrasi. Sistem yang menjadikan para kapital semakin leluasa dalam gerak, bebas dalam berargumen, dan kebal akan sasaran hukum.
Kondisi ini tentu sangat berbeda ketika Islam dengan keadilannya diterapkan, dimana hukum tidak segan menjerat individu yang jelas jelas salah. Dalam kasus ini, syara' telah menghukumi murtad si penista agama jika ia seorang muslim, dan ta'zir yang berat atau bahkan mati bagi ahlul dzimmah. Berbeda dengan sanksi di sistem sekuler saat ini yang sekedar memberikan hukuman kurungan untuk seluruh jenis kejahatan yang terjadi. Itu pun tidak bersifat paten, dalam artian masih bisa dilakukan tawar menawar hukum oleh mereka yang berkantong tebal. Maka benarlah, jika seringkali digemborkan bahwa 'hukum hanya tajam untuk kalangan bawah, dan tumpul ke atas'.
Kiriman Maya A, Kedamean, Gresik
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!