Kamis, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 26 April 2012 13:15 wib
7.868 views
Hari Ini, DMI Gelar Muktamar VI di Asrama Haji Pondok Gede
JAKARTA (VoA-Islam) - Dikabarkan, sore ini (26/4), Dewan Masjid Indonesia (DM)) akan menggelar Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta.
Menurut H. Goodwil Zubir, salah seorang pengurus DMI, Muktamar diikuti utusan dari 33 propinsi. Jika tak berhalangan, muktamar akan dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ditutup oleh Wakil Presiden Boediono.
Selain membahas program dan rekomendasi, muktamar kali ini juga mengagendakan pemilihan ketua umum yang baru, yang akan menggantikan Ketum DMI saat ini, yakni KH Tarmizi Taher, mantan Menteri Agama RI.
“Banyak tokoh yang siap, termasuk kader dari dalam. Namun siapa pun yang terpilih dia harus bisa membawa dewan masjid lebih baik dari sekarang dan lebih dikenal baik di tingkat nasional maupun internasional,” ujar Goodwil yang juga salah satu ketua di Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Ia menilai, saat ini posisi DMI di tanah air kurang begitu populer. Karena itu perlu sosialisasi yang lebih luas. “Paling tidak DMI punya amal usaha. Kita perlu berdayakan fungsi masjid di tanah air ini,” ujarnya. Menurut dia, memakmurkan masjid bisa dilakukan bermacam cara seperti membuat koperasi masjid.
Ia juga berharap DMI bisa menjadi payung bagi ormas lain, termasuk bagi partai politik, namun DMI tetap pada posisi yang netral. “Sebab kalau dimasuki partai politik bisa jadi musibah juga, sebab bisa timbul tarik menarik,” kata Goodwil.
DMI Bukan Syiah
Seperti diberitakan sebelumnya, oknum di kepengurusan Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI) pernah pernah mendeklarasikan Muhsin (Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia) yang berlangsung di Masjid Akbar, Kemayoran, Jakarta, Jum'at (20 Mei 2011) lalu.
Ketua Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia (Muhsin) Daud Poliraja saat menjadi narasumber Seminar Internasional Syiah di Jakarta (11/2) pernah menyebut Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) KH. Tarmidzi Taher belum insaf saat ia diklarifikasi soal dibentuknya Muhsin.
“Saya diminta klarifikasi oleh Pimpinan Pusat DMI. Saya sudah jelaskan, tapi ternyata masih ada yang belum insaf atau belum puas. Saya ditanya lagi, hai Daud, sebetulnya apa sih madzhabmu? Sunni atau Syiah? Lalu saya jawab, madzhab saya adalah madzhab akhlakul karimah. Begitu saya jawab seperti itu, Pimpinan Pusat DMI tidak bisa menjawab. Bukankah Nabi Saw diutus dengan akhlakul karimah. Dengan akhlakul karimah, banyak masalah bisa diselesaikan,” kata Daud membangkang.
Bahkan tabloid Jum’at, sebuah media internal milik DMI pernah disusupi propaganda Syiah. Wakil Pemimpin Redaksi Tabloid Jum’at H. Ramlan Marjoned yang juga aktif di DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) Pusat mendapat protes oleh kalangan aktivis Islam, sehubungan dengan isi Tabloid Jum’at yang mendukung Syi’ah.
Sekjen DMI Nasir Zubaidi yang juga anggota MUI , mengaku sudah menyurati Pemred dan Wakil Pemred Tabloid Jumat secara resmi agar tidak menjadikan Syiah sebagai corong di tabloid milik DMI. Bahkan Ketua Umum DMI KH. Tarmidzi Tahir tegas menyatakan penolakannya terhadap Syiah.
Ketua Umum DMI KH. Tarmidzi Tahir kepada Voa-Islam menegaskan, secara akidah, Sunni tidak bisa didekatkan dengan Syiah. Karena sejak awal, lahirnya syiah itu untuk melawan Sunni. Namun secara politis, bisa saja ada jalinan persahabatan antara Syiah dan Sunni.
“Yang jelas, saya tidak merestui kegiatan deklarasi tersebut. Dan saya juga tidak ikut dan menghadiri acara itu. Bagi saya, orang boleh saja bicara ilmiah untuk membahas paham syiah dan sunni. Tapi upaya untuk menyatukannya rumit. Konflik Sunni-Syiah itu sudah ratusan tahun. Deklarasi kemarin adalah gagasan Jalaludin Rahmat, bukan DMI. Kang Jalal berupaya untuk mendekatkan Syiah dengan Sunni Indonesia.”
Diakui Tarmizi, sejak Muhsin dideklarasi atas nama Ijabi dan PP DMI, banyak telepon berdering yang ia terima untuk mengkonfirmasi dan menanyakan langsung tentang kebenaran informasi tersebut. Bahka ada yang protes, kenapa DMI mendukung keberadaan Syiah di Indonesia.
Menurut Tarmizi, syiah itu paham yang sangat keras. Jika melihat performance-nya yang hitam-hitam, itu simbol dari sebuah dendam. Di Iran, Islam Sunni sulit untuk membangun masjid di sana. Itu kenyataan yang tak bisa dipungkiri. “Biarlah keduanya berkembang di dunia. Dalam rangka perdamaian, tak perlu menutup jalan diplomasi dengan menggunakan pendekatan politis, bukan akidah,” jelasnya.
Tarmizi tidak mempersoalkan jika Sunni-Syiah dibahas dengan pendekatan ilmiah, tapi sulit jika dipaksakan dengan menggunakan pendekatan akidah. “Yang membuat acara deklarasi itu kan anak muda, Daud namanya. Sejak awal, DMI tidak merestui kegiatan tersebut. Jika ada yang mengatasnamakan DMI, jelas itu menyalahi aturan organisasi. Karena itu bisa saja diberi sanksi administrasi. Bahka, bisa saya keluarkan orang itu dari keanggotaan,” tandas Tarmizi yang membantah, jika ada anggotanya yang berpaham Syiah.
Seharusnya DMI lebih konsen terhadap persoalan kemasjidan, bukan mencampuradukkan dengan politik praktis, apalagi sampai bekerjasama dengan kelompok Syiah. [desastian]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!