Rabu, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 13 Juni 2012 11:56 wib
12.949 views
Sangat Aneh, Orang Minang Seperti Mendagri Menggugat Perda Syariat
JAKARTA (VoA-Islam) - Selama kepemimpinan Orde Baru, isu syariat tidak lagi muncul, kecuali dengan nuansa negative. Isu “Piagam Jakarta” digambarkan sebagai momok yang menakutkan.
Orang yang bercita-cita hendak mengungkit kembali Piagam Jakarta dianggap sebagai orang-orang berbahaya atau biasa disebut “ekstrim kanan”. Akhirnya betapapun rakyat Indonesia yang Muslim ingin menerapkan syariat Islam hal tersebut selalu dihadapi tantangan.
Menurut DR. Daud Rasyid, MA, dosen LIPIA Jakarta, dengan runtuhnya rezim Orde Baru, tuntutan menerapkan kembali Piagam Jakarta dan Syariat Islam mengemuka, terlebih ketika otonomi khusus diberikan kepada Daerah Istimewa Aceh. Lebih dari itu, sesungguhnya, penerapan syariat tidak terbatas hanya di wilayah Aceh saja. Opsi tersebut sejatinya bisa diterapkan di seluruh wilayah Nusantara.
Seperti kita ketahui, masyarakat Sumatera adalah masyarakat Melayu yang dalam pergaulan sehari-hari identik dengan Islam. Orang non Muslim yang masuk Islam disebut “orang Melayu”. Tak dipungkiri, adat istiadat Melayu hamoir identik dengan ajaran Islam. Apalagi dengan masyarakat Minangkabau yang dikenal sangat kental dengan ajaran Islam.
Di Minang, ada sebuah pepatah yang sangat terkenal: “Adat basandi syara. Syara basandi Kitabullah.” Pepatah Minang ini menggambarkan, betapa melekatnya syariat Islam dengan adat Minangkabau.
Dikatakan Daud Rasyid, dengan adanya peraturan tentang otonomi daerah yang disahkan oleh DPR pada tahun 1999 lalu, daerah-daerah di Indonesia berpeluang untuk melaksanakan peraturan atau norma yang menjadi tuntutan masyarakat setempat. Bila aturan itu disetujui leh DPRD setempat, aturan itu sudah mempunyai kekuatan hukum.
“Sebagai masyarakat Melayu yang identik dengan Islam, masyarakat di Sumatera sudah tentu menginginkan bahwa hukum yang mengatur kehidupan mereka adalah hukum syariat yang bersumber dari agama mereka. Mereka merasakan bahwa syariat merupakan hukum yang paling adil dalam memandang manusia,” ujar Daud.
Orang Minang Menggugat Syariat
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan, bahwa upaya penerapan peraturan daerah yang berdasarkan syari’at bertentangan dengan konsep otonomi daerah dan kewenangan pemerintah pusat.
Padahal menurut Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizeq Syihab, Perda tersebut justru tidak bertentangan dan sesuai dengan perundang-undangan negara.
"Pemberlakuan Perda Syariah di berbagai daerah, termasuk di Tasik, adalah mutlak Hak Daerah sesuai otonominya. Dan itu tidak bertentangan dengan Konstitusi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan sekaligus menjamin kebebasan menjalankan ajaran agama,” kata Habib Rizieq melalui pesan singkatnya.
Habib Rizieq menjelaskan, bahwa pernyataan Gamawan terhadap yang menilai Perda Syariat bertentangan dengan konstitusi negara perlu dievaluasi.“Sikap Mendagri yang Anti Perda Syariah dengan dalih bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi harus dikoreksi. “Justru aturan Pemerintah Pusat yang bertentangan dengan Hukum Tuhan Yang Maha Esa yang harus dibatalkan, karena bertentangan dengan Hukum Tertinggi,“ ujarnya.
Lebih dari itu, Habib Rizieq juga menanggapi pernyataan Said Aqil Siraj yang menilai Perda Syariat merupakan sebuah problem. Menurut Habib, statement itu sangat pas jika dikembalikan kepada pemikiran Said Aqil sendiri.“Ada pun pernyataan Ketum PBNU Said Aqil Siraj bahwa Perda Syariah bermasalah, justru setahu saya Said Aqil yang selalu bermasalah dengan Syariat Islam,“ lontarnya.
Habib Rizieq juga mengomentari statement politisi Partai Golkar Nurul Arifin yang menuding Perda Syariat menzholimi kaum perempuan. Dia menilai tuduhan tersebut sebagai kepandiran.
Pernyataan Nurul Arifin dari Golkar bahwa Perda Syariah diskriminatif adalah konyol dan bodoh, karena Perda Syariah itu dibuat khusus untuk umat Islam dan tidak dipaksakan untuk non muslim, sebagaimana Kompilasi Hukum Islam (KHI) terkait Peradilan Agama yang sudah berlaku di Indonesia sejak zaman Hindia Belanda hingga kini.
“Melarang dan menghalangi pemberlakuan Perda Syariah adalah sikap diskriminatif dan inskonstitusional, bahkan kriminal," tandas Habib. Desastian
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!