Rabu, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 20 Juni 2012 11:58 wib
9.647 views
Salah Besar, Mengatakan Hukum Islam Tidak Manusiawi (Bag-2)
JAKARTA (VoA-Islam) – Ketentuan pidana Islam, khususnya mengenai hudud seperti potong tangan bagi pencuri dan hukum rajam bagi pezina serta qishas, sering mendapat sorotan tajam dari kalangan non-Islam, seperti orientalis, politisi Barat, dan sebagian orang Islam yang telah termakan oleh ide orientalis.
Mereka menggambarkan hukuman tersebut sebagai sesuatu yang kejam dan tidak sesuai dengan peradaban modern. Ketentuan-ketentuan hudud sifatnya memang mutlak (absolute). Akan tetapi, hudud itu sendiri mempunyai unsur dan syarat yang harus terpenuhi. Dengan kata lain, tidak dapat dijatuhkan hukuman sebelum unsur dan syaratnya terpenuhi. Apakah seseorang yang mencuri sebutir telur lantas dipotong tangannya? Atau dua orang yang ditemukan tengah berduaan, lantas dihukum rajam? “Hukum Islam tidak sesempit yang mereka asumsikan,” Kata Daud Rasyid.
Bahkan pada masa Pemerintahan Amirul-Mukminin, Umar bin Khathab, seorang pencuri yang kelaparan mencuri bahan makanan, tidak dihukum potong, karena tahun tersebut dikenal sebagai ‘tahun panceklik”. Sebenarnya dalam hukum pidana Islam, hudud adalah ancaman yang akan menimbulkan rasa takut bagi orang lain. Apabila diterapkan sekali, akan mencegah orang lain dari perbuatan serupa.
Agaknya tidak objektif jika kita hanya melihat hukuman dari satu sisi saja, yaitu sisi kejamnya, tanpa melihat sisi yang lain, yaitu kejamnya perbuatan kriminal si pelaku yang melanggar kehormatan orang lain (dalam kasus zina), merampas hak orang lain (dalam kasus pencurian), dan menghabisi nyawa orang lain (dalam kasus pembunuhan). Bukankah ini tidak adil? Lagipula, bukankah hukuman mati tetap dipertahankan oleh hukum modern untuk kejahatan tertentu, mengapa kita apriori dengan Hukum Syariat Islam?
Prasangka Negatif
Ada prasangka yang mengatakan, bahwa pelaksanaan hukum Islam berarti menjadikan suatu negara menjadi negara agama (Islam). Hal ini dianggap bisa mempersempit hubungan dengan dunia internasional.
Asumsi ini jelas keliru. Di dunia ini ada dua negara yang berdiri atas dasar ideology agama tertentu, yaitu Vatikan dan Israel. Vatikan berdasarkan agama Katolik, dan Israel berdasarkan agama Yahudi. Akan tetapi, keduanya tetap mempunyai hubungan diplomatik dengan negara-negara lain. Apalagi Negara Islam yang sesungguhnya bukan negara agama, seperti yang dipahami oleh kebanyakan orang, tetapi negara sipil yang menjalankan Syariat Islam.
Bahkan negara yang tidak mengakui agama sekalipun, seperti halnya Uni Soviet dan RRC, juga punya hubungan diplomatic dengan dunia luar. Arab Saudi, salah satu negara yang menjalankan qishas dan hudud, juga punya hubungan baik dengan dunia internasional. Jadi, masalah hubungan internasional bukan berdasarkan atas ideologi negara tertentu dan juga bukan hukum yang berlaku di dalam negeri, tetapi didasarkan atas asas kepentingan bersama.
Stigmatisasi yang lain adalah prasangka bahwa penerapan Hukum Islam dapat membahayakan kalangan non-muslim. Pemberlakuan hukum secara unifikasi akan memaksa penduduk non-muslim tunduk kepada hukum Islam.
Alasan ini jelas datang dari pihak yang melupakan atau menguburkan sejarah, yaitu pada munculnya Islam pertama kali di Jazirah Arab. Betapa kaum Yahudi dan Nasrani ketika itu menjalankan ibadahnya dengan bebas dalam iklim yang toleran. Islam menjamin hak asasi semua orang, harta benda, kehormatan dan ide.
Bahkan ketika itu Islam membentuk pengadilan khusus yang mengadili perkara intern mereka. Islam belum pernah melakukan pembantaian terhadap non-muslim sebagaimana yang dilakukan orang-orang Eropa terhadap umat Islam di Andalusia, tentara salib di Jerusalem, dan tentara Israel di Shobra dan Chatilla, di Qana, Lebanon Selatan (1996), dan pembantaian sadis terhadap umat Islam Bosnia oleh kaum Kristen Serbia dan sebagainya.
Berlakunya hukum mayoritas bagi kelompok minotitas tanpa memperhatikan ketentuan khusus mereka, adlah merupakan kaidah umum dalam politik demokrasi Barat. Asumsi negatif yang dilemparkan ke arah Hukum Islam, jelas didasari oleh kejahilan pihak yang salah paham terhadap syariat Islam. (Desastian/GIP)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!