Rabu, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 4 Juli 2012 20:09 wib
12.598 views
Sah, Shalat Jumat di Gedung Serbaguna yang digunakan untuk Kebaktian
TASIKMALAYA (VoA-Islam) – Terkait dengan Status Tanah Masjid dan Shalat Jumat di Gedung Serbaguna dibahas dalam Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya.
Dewasa ini, di kota besar seperti Jakarta, jumlah masjid yang tersedia dirasakan tidak lagi memadai untuk menampung kaum muslimin dalam melaksanakan ibadah shalat Jumat. Menyikapi hal ini, sebagian komunitas muslim di beberapa perkantoran, pabrik, mall dan hotel, berinisiatif untuk melakukan shalat Jumat di ruang serba guna (multi fungsi) seperti aula kantor, area pabrik, atau basement mall dan hotel. Semua itu mereka lakukan karena mereka tidak memiliki masjid di lokasi tempat mereka bekerja, sementara untuk bergabung ke masjid-masjid yang ada di sekitarnya dirasa jauh dan tidak memadai daya tampungnya.
Masyarakat pun bertanya, bagaimana hukum Shalat Jumat yang dilaksanakan di bangunan yang bukan masjid, seperti gedung serba guna, yang peruntukannya tidak hanya untuk ibadah, tetapi juga untuk kepentingan yang lain, seperti resepsi, rapat, dan juga pertunjukan atau kebaktian?
Ijtima’ Ulama memutuskan, Shalat Jumat dapat dilakukan di gedung serbaguna, seperti aula kantor, area pabrik, basement mall dan hotel apabila tidak ada masjid di sekitar tempat tersebut, atau ada masjid tetapi terbatas dan tidak bisa menampung jamaah secara keseluruhan atau sulitnya transportasi guna mencapai masjid terdekat.
Komisi Fatwa merekomendasi, kepada pengelola gedung perkantoran, pabrik, mall dan hotel yang memiliki pegawai mayoritas muslim agar menyediakan tempat khusus yang dapat digunakan untuk sarana ibadah shalat, seperti mushalla sekalipun di area parkir yang dapat diperluas – menggunakan area parkir tersebut– saat dilaksanakannya shalat Jumat.
Status Tanah Masjid
Seperti diketahui, di masyarakat didapatkan beberapa masjid yang dibangun oleh perorangan atau keluarga. Sehingga kepengurusan atas masjid tersebut terkesan dikuasai oleh perorangan atau keluarga, bahkan pemanfaatannya terkadang mengabaikan kemaslahatan umum.
Realita tersebut seringkali dipermasalahkan setelah tradisi itu berlangsung bertahun-tahun, turun-temurun antar generasi. Saat terjadi penyimpangan pengelolaan, barulah timbul pertanyaan, apakah status tanah dan bangunan masjid telah diwakafkan? ataukah memang masjid dan tanahnya dapat dimiliki oleh perseorangan? Bagaimana status tanah yang digunakan untuk bangunan masjid, apakah harus wakaf atau tidak?
Ulama menjelaskan, tanah masjid wajib berstatus wakaf, maka tanah masjid yang belum berstatus wakaf harus diusahakan untuk disertifikasi wakaf. Peruntukan harta benda wakaf dan status tanah wakaf tidak boleh diubah, kecuali dengan syarat-syarat tertentu yang disebut dalam Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ketiga tahun 2009.
Ijtima Ulama Komisi Fatwa mekomendasikan agar umat Islam Indonesia memahami hukum fikih wakaf dan peraturan perundang-undangan tentang wakaf. Diharapkan, ulama, cendekiawan dan organisasi kemasyarakatan Islam lebih meningkatkan sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang wakaf kepada masyarakat.
Kepada Pemerintah diminta agar bekerjasama dengan Badan Wakaf Indonesia untuk lebih meningkatkan sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang wakaf kepada masyarakat. Termasuk mensosialisasikan, bahwa biaya sertifikasi tanah wakaf ditanggung oleh Negara melalui kementrian agama.Desastian
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!