Ahad, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 8 Oktober 2023 15:39 wib
7.830 views
Diinul Islam: Berniaga dengan Tuhan
BANDUNG (voa-islam.com) - “Diri kita ini barang dagangan yang modalnya dari Allah dan pembelinya juga Allah sendiri,” ujar Wendi Zarman, pemateri kelas SPI Bandung pada Kamis, 5 Oktober 2023.
Pertemuan SPI kali ini membahas mengenai konsep agama dalam pandangan Islam yaitu diin. Wendi menjelaskan, bahwa dalam Islam, agama diibaratkan sebagai kegiatan perniagaan di mana manusia berutang kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SWT) atas eksistensinya dan cara untuk melunasi utang tersebut adalah dengan penyerahan diri kepada-Nya.
Awamnya, Islam sendiri dikelompokkan sebagai salah satu dari agama yang ada di masyarakat. Kata agama berasal dari bahasa sansekerta “a” berarti tidak dan “gama” berarti kacau. Kata ini sering kali digunakan untuk mengelompokkan aliran kepercayaan lainnya seperti Kristen, Buddha, dan Hindu. Namun, mendeskripsikan Islam menggunakan kata ini kurang tepat karena Islam bukan hanya sekedar alat untuk mengatur kehidupan kita.
“Perlu diingat, tujuan dari Islam itu sendiri bukan agar kita bahagia, tapi untuk mengabdi kepada Allah,” ucap direktur PIMPIN Bandung itu.
Dalam Al Quran, Islam dideskripsikan sebagai diin. Secara umum, diin al Islam adalah ajaran dari Tuhan yang Haq, Allah SWT, yang disampaikan oleh utusan-Nya dan wajib diamalkan manusia dengan niat mengabdi kepada-Nya. Kata diin sendiri dapat bermakna keberutangan, kekuasaan hukum, penyerahan diri, atau kecenderungan alamiah. Keberutangan disini menyangkut utang budi manusia terhadap Allah karena telah diciptakan dan kewujudannya dipelihara oleh Allah. Karena keberutangan ini, manusia memiliki tuntutan untuk membalas utang tersebut lewat penyerahan diri secara total (aslama) dengan cara mematuhi hukum yang telah ditetapkan oleh Allah.
Diin al Islam dapat diibaratkan sebagai kegiatan perdagangan antara manusia dengan Allah SWT. Manusia, akibat eksistensinya memiliki utang terhadap Allah dan harus mengembalikan atau menjual dirinya sendiri kepada Allah untuk melunasi utang tersebut. Allah SWT memberikan rahmat kepada ciptaan-Nya yang dapat berupa kondisi fisik, kekayaan, kekuasaan, dan lainnya agar memiliki kesempatan untuk membalas utang mereka kepada-Nya.
”Menurutku, make sense sih. Masuk akal banget kalo begitu pun. Secara, Tuhan kan Penguasa dan Pencipta kita, hak-Nya lah mau begini atau begitu terhadap apa yang Dia ciptakan. Justru, dengan Maha Baik-Nya, Tuhan mengibaratkan hubungan manusia seperti perniagaan," ucap Salamah, salah satu murid SPI Bandung yang mengikuti kuliah malam itu. Salamah berpendapat, bahwa konsep ini justru menguntungkan bagi manusia yang tetap mendapat balasan baik dari penghambaanya.
"Padahal kita manusia kan diciptakan, ya. Harusnya ngikut-ngikut aja meskipun enggak ada keuntungan. Misalnya hubungan antara rakyat pada penguasa, yang mana penguasa sudah menyiapkan berbagai perangkat buat menjaga keamanan, kesejahteraan, dan lainnya. Tapi konsekuensinya rakyat harus bayar pajak, dan mereka taat karena tahu itu juga buat kepentingannya. Apalagi kita kepada Allah yang sudah menjamin segalanya, mulai dari makan, minum, oksigen buat bernafas, rasa aman, bahagia, dan lainnya. Ya masa sih nggak mau tunduk sama Tuhannya,” pungkasnya.
Dengan konsep diin, manusia dituntut untuk berserah diri sebagai timbal balik atas eksistensinya. Namun, dari melaksanakan tuntutan tersebut muncul pula keuntungan yang dapat dinikmati oleh manusia. Itulah bukti kasih sayang dari Allaah sang pencipta. (OA/Ab)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!