Ahad, 8 Sya'ban 1446 H / 2 Februari 2025 12:05 wib
5.913 views
Akmal Sjafril: Musim Semi Peradaban Islam Mustahil Terwujud tanpa Komitmen pada Ilmu
BANDUNG (voa-islam.com) - “Kalau lagi bahas peninggalan-peninggalan kejayaan Islam seperti Alhambra ini, biasanya ada dua perasaan. Pertama, keren banget, kita pernah mencapai kemajuan seperti ini. Di sisi lain, pasti merasa nggak terjangkau. Kondisi kita dengan kondisi saat itu, jauh!” ujar Dr. Akmal Sjafril, S.T., M.Pd.I., pendiri dan kepala Sekolah Pemikiran Islam (SPI), dalam kelas SPI Bandung dengan topik “Musim Semi Peradaban Islam” pada Kamis (30/1/2025) malam di Kompleks Masjid Istiqamah.
Doktor lulusan Universitas Indonesia ini menerangkan bahwa penggunaan kata “musim semi” alih-alih “masa keemasan” atau “golden age” didasarkan pada kritik Syed Mohammad Naquib Al-Attas terhadap konsep golden age yang terpaku pada perspektif Barat. Implikasi dari keberadaan masa keemasan artinya suatu peradaban akan mengalami dekadensi terus-menerus hingga antiklimaks, sementara kita mempercayai bahwa nasib peradaban Islam layaknya pergantian musim. Bermekarannya daerah penaklukan Islam serta berbagai ilmu pengetahuan dari cendekiawan Muslim terjadi justru ketika Eropa sedang berkutat dalam satu milenium zaman kegelapan. Itulah yang disebut musim semi peradaban Islam. Ia pernah terjadi, dan akan terjadi lagi.
“Hanya dalam satu abad, kekuasaan Islam sudah sampai ke Andalusia. Islam muncul di Hijaz, daerah yang gersang dan pada waktu itu sangat minim sumber daya alam. Kira-kira, kejayaan ini diperoleh karena adanya sumber daya, atau karena taktik, karena komitmen pada ilmu? Ya karena ilmu!” tutur co-founder gerakan Indonesia Tanpa Jaringan Islam Liberal (ITJ) ini.
Ilmu memang merupakan sebuah elemen yang krusial dalam agama dan peradaban Islam. Tidak seperti agama lain yang secara implisit menganggap Tuhan marah jika manusia mencoba mencari ilmu yang lebih tinggi, seorang yang beriman dan berilmu justru memiliki derajat yang tinggi di mata Allah. Perdebatan mengenai penting-tidaknya perempuan menempuh pendidikan juga telah terselesaikan sejak dulu, contohnya keberadaan seorang Muslimah bernama Fatimah Al-Fihri yang mewakafkan kekayaannya untuk membangun universitas pertama di dunia, Universitas Al-Qarawiyyin di Kota Fez, Maroko.
“Makanya saya mendorong kalian semua untuk kembali menemukan kelezatan mencari ilmu. Coba lihat anak-anak sekolah dasar (SD). Mereka dari jam setengah tujuh sudah siap mau ke sekolah, semangat banget mau menuntut ilmu. Belajar harusnya memang semenyenangkan itu!” pungkas Akmal menutup kelas malam itu.
Istiqillah, murid SPI Bandung, mengaku bahwa ia sering ragu melihat kondisi umat Islam dewasa ini. Akan tetapi, penjelasan Akmal pada kelas ini memberikan optimisme dalam dirinya bahwa kegemilangan peradaban Islam akan terjadi lagi.
“Melihat hari ini kita sedang serius mempelajari untuk semakin mengenal diri, umat, agama ini, dan sedikit demi sedikit memberikan kontribusi fardhu kifayah kepada umat, saya yakin ini semua insya Allah gak akan sia-sia, karena pemahaman dan ilmu inilah yang harus jadi dasar dari tegaknya peradaban Islam,” tulis perempuan ini dalam pesan singkat pada Jumat (31/1/2025) siang.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!