Jum'at, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 20 Maret 2015 17:00 wib
21.999 views
Ahok Nepotis : Istri dan Adiknya Ikut Menjadi 'Gubernur' di Jakarta
Oleh: Amran Nasution (Mantan Redaktur Pelaksana Tempo)
Sahabat VOA-Islam...
Sekarang orang baru tahu, siapa sebenarnya Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama. Ternyata Gubernur Jakarta asal Pulau Belitung ini bukan hanya seorang pemarah dan emosional dengan potensi konflik yang tinggi. Tapi dia juga seorang Nepotis.
Sebagai seorang Gubernur, tak ada prestasi Ahok yang menonjol. Selama di bawah kepemimpinannya, APBD Jakarta selalu tak terserap. Akibatnya, sekarang jalan-jalan di Jakarta banyak yang berlobang-lobang. Dia terkenal sebagai Gubernur yang senang memaki-maki anak buah, bahkan berkali-kali secara terbuka dicaci-makinya DPRD Jakarta yang semestinya menjadi patner kerjanya.
Lalu sekarang terbuka di depan publik bahwa Ahok melibatkan istrinya, Veronica Tan, dan adik bungsunya, Harry Basuki, dalam urusan pemerintahan Jakarta. Ahok betul-betul seorang Nepotis.
Betapa tidak? Kini di tengah masyarakat beredar foto istri Ahok (Veronica Tan) dan adik kandung Gubernur DKI Jakarta itu (Harry Basuki) sedang memimpin rapat yang diikuti para pejabat Pemerintah Daerah Jakarta di sebuah ruangan di Balaikota DKI. Keduanya tampak duduk di posisi pimpinan rapat, didampingi Sylviana Murni, Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Parawisata.
Belakangan diketahui bahwa rapat itu memang terjadi untuk membahas percepatan revitalisasi Kota Tua Jakarta. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Purba Hutapea memberikan konfirmasi bahwa rapat itu memang ada, namun dia berkilah bahwa yang memimpin rapat adalah Deputi Gubernur bidang Pariwisata Sylviana Murni. Bukan Veronica Tan alias istri sang Gubernur.
Pengamat politik IndoStrategi Andar Nurbowo menilai kehadiran istri dan adik kandung Ahok saja dalam rapat tersebut sudah salah karena di luar kewenangannya. Itu nepotisme.
"Sangat disayangkan seorang Ahok melibatkan istri dan adiknya dalam proyek penataan kota Jakarta," kata Andar kepada INILAHCOM, Minggu 8 Maret yang lalu.
Dengan melibatkan istri dan adik kandungnya dalam rapat resmi aparatur DKI, Ahok telah melanggar etika publik yang tak boleh dilakukan seorang Gubernur. "Apalagi jika istri dan adik Ahok memimpin rapat itu. Ini nepotisme kelas wahid. Terang-terangan dan telanjang," katanya.
Panitia Hak Angket DPRD DKI Jakarta pun mencatat peristiwa itu sebagai bukti Gubernur Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama telah melakukan penyalahgunaan wewenang dengan melibatkan keluarganya dalam proyek revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta yang pasti akan menghabiskan dana tak sedikit.
Hal ini merupakan temuan sementara Panitia Hak Angket setelah mereka memeriksa 3 pejabat penting Pemda DKI Jakarta, yaitu Deputi Gubernur Bidang Pariwisata Sylviana Murni, Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Sarwo Handayani, dan Kepala Dinas Pariwisata Purba Hutapea, dalam rapat Hak Angket di Gedung DPRD DKI, 13 Maret lalu.
"Sudah sangat jelas pada setiap rapat membahas Kota Tua, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait selalu memberi laporan pada Ibu Gubernur. Di setiap rapat harus ada Ibu Gubernur, ini kan nepotisme. Seharusnya kan yang diberi laporan itu Gubernur, bukan istri Gubernur. Jadi ini penyalahgunaan wewenang," kata Ketua Panitia Hak Angket Mohamad Sangaji. Rupanya di mata Ahok dan istrinya sudah sulit dibedakan yang mana tugas dan wewenang Gubernur, yang mana tugas dan wewenang Nyonya Gubernur.
Takut pada Gubernur Kedua dan Ketiga
Saat rapat berlangsung, Panitia Hak Angket mencecar para pejabat DKI yang hadir. Salah satu anggota Panitia Hak Angket DPRD Jakarta, Abraham "Lulung" Lunggana, bahkan sempat menanyakan ke Kepala Dinas Parawisata Purba Hutapea, apakah Veronica yang bertanggung jawab terhadap rencana revitalisasi Kota Tua? Purba sama sekali tak menjawab pertanyaan itu, sampai Lulung menuding Purba sedang berada dalam tekanan pihak tertentu.
"Kalau Bapak tak jawab berarti Bapak dalam tekanan. Pak Purba, jangan sampai Bapak saya suruh bersumpah," teriaknya.
Sebelumnya, Lulung sempat bertanya kepada Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Sarwo Handayani, mengenai kapasitas dan kompetensi Veronica Tan dalam rapat tersebut. Mendengar pertanyaan itu, Handayani mengatakan bahwa kehadiran Nyonya Gubernur sekadar sebagai orang yang peduli terhadap Kota Tua.
"Ada kepedulian dari seorang Ibu Gubernur," katanya.
Tapi kemudian Sarwo Handayani tampak sulit menjawab pertanyaan berikutnya.
"Kalau kepedulian kan bukan berarti dia sampai memimpin rapat?" kata Lulung.
Maksudnya, sangat jelas ini nepotisme. Karena Ahok menjabat Gubernur, maka istrinyanya jadi Gubernur kedua, dan adiknya menjabat Gubernur ketiga. Mereka seenaknya mengumpul para pejabat DKI untuk membicarakan bisnis Kota Tua Jakarta yang akan menelan dana besar itu. Para pejabat DKI tampak begitu patuh dan takutnya kepada Gubernur Kedua dan Gubernur Ketiga Jakarta itu.
Ada pun Panitia Hak Angket DPRD dibentuk akhir bulan lalu, menyusul tindakan Gubernur Ahok yang ‘’ngaco’’, diam-diam memberikan APBD DKI kepada Menteri Dalam Negeri. Padahal APBD itu adalah versi Gubernur Ahok yang tak pernah dibicarakan dengan DPRD DKI.
Ketahuan ‘’belangnya’’ oleh DPRD, Ahok pun memilih langkah ‘’menyerang’’. Dengan gagahnya dia serang DPRD Jakarta sebagai biang korupsi. Dengan serangan gencar itu Ahok menutupi kesalahannya yang fatal tadi. Media massa pun seakan terbius ikut mendukung langkah-langkah Gubernur Ahok. Apalagi LSM-LSM dan lembaga survei tertentu dengan ‘’pejah-gesang’’ terus mendukung Ahok, tak peduli dia salah atau benar. Gampang ditebak mengapa mereka semua mendukung Ahok.
Ingat Ahok Center? Itu adalah LSM yang didirikan bekas pendukung Ahok dalam kampanye pencalonan Wakil Gubernur Jakarta. Setelah Ahok terpilih, Ahook Center menampung para pendukung tadi.
Kabar yang beredar menyebutkan kini Ahok Center memiliki dana mencapai Rp 1 trilyun, berasal dari sumbangan pihak swasta. Bisa dibayangkan kalau para penyumbang Ahok Center tentulah perusahaan yang punya kaitan dengan Pemda DKI.
Selain itu, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah DKI merilis informasi bahwa Ahok Center menjadi mitra kerja Dinas Perumahan dan Bangunan DKI Jakarta untuk menyalurkan barang-barang hasil CSR (Corporate Social Responsibility) sejumlah perusahaan ke warga di rumah susun Marunda, Jakarta Utara.
Tapi anehnya Gubernur Ahok sendiri membantah itu. Ahok bilang sebenarnya Ahok Center hanya mengawasi distribusi CSR, bukan terlibat menyalurkannya. Dengan bantahan itu berarti Ahok menyalahkan penjelasan resmi Badan Pengelolaan Keuangan Daerah DKI yang notabene adalah instansi bawahannya. Tapi memang begitulah Ahok. Semua salah, kecuali dirinya sendiri. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!