Sabtu, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 29 November 2014 21:37 wib
10.985 views
The Power of Kepepet
Hari itu, pikiran kalut karena PC satu-satunya tewas dengan tiba-tiba. Sudah beberapa hari dicoba dengan berbagai daya upaya masih saja enggan hidup lagi. Jangankan hidup, menggeliat saja sudah tak mau. Intinya, dia benar-benar koit alias matot: mati total. Kalut pun bertambah karena di PC itu banyak sekali file-file penting selain tugas kuliah yang bejibun dan dekat deadline semua. Tak bisa tidak, harus ada langkah cepat untuk menyelamatkan masa depan saya.
Di tengah kalutnya pikiran mencari jalan keluar, HP berdering. Seorang teman menelpon. Setelah basa-basi sebentar, saya pun curhat tentang nasib komputer saya. Tak berharap jalan keluar sih tapi dasar cewek mah merasa plong saja bila keluar uneg-uneg kejengkelan. Teman di ujung sana pun merespon.
“Wah...kebalikan ya dengan aku. PC-ku gak kenapa-napa bahkan baru beli. Masih bagus. Eh...papaku tanpa diminta malah membelikan laptop terbaru buatku kuliah.”
Tanpa beban, si teman bercuap-cuap tanpa peduli ada pedih di hati *abaikan, sekadar untuk dramatisasi saja. Perasaan plong yang sempat hadir karena sudah curhat tentang nasib yang menimpa PC saya, dalam hitungan detik langsung berubah menjadi nyesek. Sempat terpikir betapa tak adilnya hidup. Ketika ada satu anak manusia yang sedang sangat membutuhkan sesuatu, eh sesuatu itu malah datang ke anak manusia lain yang sama sekali tak membutuhkannya. Tapi tak lama kemudian, kesadaran menggetok saya yang dilanjut dengan istighfar.
....seharusnya hanya pada Allah saja kita berkeluh-kesah, curhat dan meminta pertolongan....
Nyesal rasanya tadi curhat ke si teman. Tapi ada hikmahnya juga. Saya jadi tahu sisi lain karakter si teman yang bisa sangat berbeda dengan tampilan yang sering dihadirkannya sehari-hari. Di sini saya berusaha mengambil pelajaran, curhat terhadap manusia itu berpeluang menuai kecewa. Jadi, rasa ini adalah balasan tunai yang saya dapat karena telah mempercayakan kesulitan pada manusia. Padahal seharusnya hanya pada Allah saja kita berkeluh-kesah, curhat dan meminta pertolongan. Bukankah dalam bacaan Al Fatihah yang dibaca tiap rakaat salat selalu kita lantunkan iyya kana’ budu wa iyya kanasta’in, hanya kepadaMulah kami menyembah dan hanya kepadaMulah kami memohon pertolongan.
Akhirnya dengan menguras tabungan yang sudah taraf limit alias habis, laptop pun terbeli dengan kualitas standar asal bisa dipakai untuk mengerjakan tugas. Tabungan yang awalnya untuk membayar SPP semester depan, jadi pindah alokasi untuk pengeluaran tak terduga. Tapi, Allah tak akan memberi cobaan pada hambaNya tanpa jalan keluar. Tawaran editing datang, lumayan untuk menambal bayar SPP yang separuhnya didapat dari hasil berhutang. Meskipun tugas tesis saya sempat terbengkalai demi nyari duit, dan ketika maju sidang habis dicecar para profesor, akhirnya saya lulus juga. Alhamdulillah.
Hikmah lain yang bisa diambil adalah saya lulus cepat daripada teman seangkatan lainnya. Bukan karena otak cerdas tapi the power of kepepet hehehe. Terbatasnya budget membuat saya harus jeli dan ngebut menyelesaikan semua tugas dan tesis. Karena bila sampai semester bertambah karena molor, saya benar-benar tak bisa membayangkan harus mencari uang kemana.
Sungguh benarlah, di balik kesulitan selalu ada kemudahan. Allah tak pernah ingkar janji. Selain lulus cepat, mendapat rezeki dari editing di saat tepat, belajar berhutang yang ternyata punya hutang itu rasanya tak nyaman, saya pun kembali bisa memaknai arti persahabatan. Seseorang yang saya kira sahabat, bukannya berempati di saat saya sempit malah sebaliknya. Toh sesungguhnya, kepada Allah jua kembali segala urusan. Wallahu alam. (riafariana)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!