Kamis, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 14 Mei 2015 12:03 wib
11.324 views
Ketika Bahagia dan Sedih Sebatas Kosakata Semata
Hidup selalu menyisakan dua sisi mata uang, ada bahagia dan sedih. Bahagia akan hadir saat sesuatu berjalan sesuai harapan. Katakanlah nilai yang bagus, pekerjaan yang nyaman gaji besar, keluarga yang harmonis, teman yang baik, dan hal-hal indah membuat hati berbunga-bunga. Bagaimana dengan sedih? Sedih adalah kondisi berkebalikan dengan bahagia. Saat peristiwa terjadi tidak seperti diharapkan mulai dari nilai jeblok, pekerjaan kacau, keluarga hancur, teman khianat dan segala sesuatu yang menyisakan lara, luka dan airmata.
Inilah fakta hidup. Akan dipergilirkan rasa ini pada diri tiap manusia. Tak ada manusia yang seumur hidupnya hanya bahagia atau sedih saja. Hadirnya rasa bahagia karena ada perbandingan rasa yang disebut sedih. Tak akan ada kosakata bahagia bila sedih tak menyertai. Indahnya bahagia ketika kita pernah mengecap kesedihan. Kita menyebut kesedihan karena bisa membandingkan dengan momen kebahagiaan. Inilah mengapa disebut dua sisi mata uang karena saling tak bisa dipisahkan.
...Indahnya bahagia ketika kita pernah mengecap kesedihan. Kita menyebut kesedihan karena bisa membandingkan dengan momen kebahagiaan...
Kondisi hati mengikuti penyebutan nama ini. Bahagia maka berbunga-bunga dan membuncah. Sedih akan terasa nyeri, mengiris hati dan perih. Hati ibarat ayunan yang terombang-ambing antara dua kutub sedih dan bahagia. Ada kalanya posisi netral tercapai yaitu ketika tidak merasa sedih, pun tidak bahagia. Ini namanya datar, monoton, membosankan. Bila kata iklan, life is never flat. Hidup itu tidak datar atau rata. Selalu ada naik turun yang bernama sedih dan bahagia.
Kondisi hati membawa perilaku. Bahagia biasanya dilampiaskan dengan menjerit girang, melompat-lompat riang bahkan bersenandung meskipun nadanya sumbang. Begitu juga dengan sedih. Deraian air mata, raut muka muram, keluh kesah bernada sesal menjadi penampakan kesedihan. Bahkan ada yang mencoba mengambil jalan pintas mengakhiri kehidupan ketika kesedihan tak lagi tertanggungkan. Naudzubillah.
Bila kita mau melihat lebih dekat, bahagia dan sedih itu hanya masalah persepsi. Peristiwanya tetap terjadi dan berjalan tanpa peduli hati dan perasaan manusia yang mengalami. Ambil saja contoh nilai ulangan yang jeblok. Angka yang mirip dengan kursi alias 4 membuat sedih seorang mahasiswa pada mata kuliah tertentu. Tapi di akhir kuliah, ia bahagia ketika angka 4 menghias lembaran ijazahnya. Angka yang sama dipersepsi berbeda.
Angka 4 pertama berakibat rasa sedih ketika skala yang diberikan adalah 1-10. Angka 4 kedua pada ijazah karena skala yang diberikan adalah 1-4 untuk indeks prestasi komulatif alias IPK. Pembuat aturan dan persepsi ini adalah manusia. Lalu, mengapa kita mau saja diatur suasana hatinya dengan batasan yang diberikan manusia?
Bahagia dan sedih adalah pilihan. Kita bisa tetap berbahagia dengan angka 4 pertama. Bagaimana caranya? Ubah persepsi. Angka 4 pertama bukan jeblok atau kegagalan. Ia hanya pengingat bahwa selama ini ada cara belajar yang salah. Penegur diri untuk tak menyia-nyiakan kesempatan menuntut ilmu. Betapa banyak di luar sana pemuda yang ingin kuliah tapi tak memunyai kesempatan seperti kita? Inilah momen perubahan untuk mengubah persepsi dan sikap menjadi lebih baik.
...permainan persepsi inilah yang akan menentukan bagaimana kita bersikap. Persepsi ini masuk dalam ranah pilihan, kita mau memilih yang mana: sedih atau bahagia...
Angka 4 kedua. Tidak harus selalu disikapi dengan rasa bahagia. Bisa jadi sempurnanya nilai IPK (4 adalah batasan tertinggi) yang membuat kita menjadi sombong, angkuh, riya’ (pamer) dan merendahkan orang. Bila ini kejadiannya, kita pantas bersedih. Bukannya barakah, laknat Allah yang bakal menimpa pada orang-orang seperti ini. Astaghfirullah.
Jadi, permainan persepsi inilah yang akan menentukan bagaimana kita bersikap. Persepsi ini masuk dalam ranah pilihan, kita mau memilih yang mana: sedih atau bahagia. Bila persepsi sedih lebih menguntungkan kita, maka bersedihlah. Begitu sebaliknya. Bila persepsi bahagia lebih produktif bagi diri maka berbahagialah. Nikmati setiap pilihan karena itu semua akan menentukan kualitas hidup masing-masing diri kita. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!