Kamis, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 25 Februari 2016 10:19 wib
10.106 views
Di Mesir, Penulis Novel Porno Mendekam di Balik Penjara
Ahmed Naji, penulis mendekam di penjara akibat novelnya yang berjudul The Guide for Using Life, sebagaimana dikutip oleh theguardian. Tarek el-Taher, editornya dikenai denda senilai 885 poundsterling atau setara dengan 16 juta rupiah. Tuntutan ini berawal ketika majalah Akhbar al-Adab mengutip novel tersebut yang berisi materi seksual yang ditulis secara eksplisit. Salah satu warga Mesir mengajukan tuntutannya karena setelah membaca kutipan tersebut, ia merasa sakit. Hal ini ditandai dengan tekanan darahnya menjadi rendah dan detak jantungnya berpacu lebih kencang.
Ahmed Naji pun diseret ke pengadilan dengan tuduhan melanggar kesopanan publik. Ia dijatuhi hukuman 2 tahun (20/2) setelah melalui beberapa persidangan. Hukuman tersebut menuai kritik dari beberapa pihak. Salah satunya adalah dari kolumnis terkemuka Mesir, Ibrahim Eissa. Lalu ada May Al-Sadany yang berprofesi sebagai analisis hukum. Intinya para pendukung Ahmed Naji dengan novel pornonya ini mengatasnamakan kebebasan berekspresi sebagai alasan. Mereka juga mengecam pemerintahan As-Sisi yang dianggap sama saja dengan sebelumnya.
Berangkat dari peristiwa di atas, kita bisa mengambil hikmahnya. Di Indonesia rasanya tak mungkin mengikut jejak yang sama yaitu penulis novel porno dipenjarakan. Jangankan dipenjarakan, mereka malah dilindungi oleh beberapa komunitas yang berlindung atas nama seni dan sastra. Bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa kompetisi menulis itu yang menjadi pemenang adalah yang kontennya vulgar baik secara seksual maupun mengemban ideologi kiri alias sosialis komunis.
Biar sajalah mereka karena bukan wewenang kita untuk menertibkan. Negaralah yang seharusnya berwenang untuk menertibkan para penulis agar berkarya pada hal yang membangun dan bukan maah merusak. Tugas kita hanyalah berkarya sebaik mungkin. Setiap kata yang menjadi untaian kalimat kemudian membentuk pemahaman, itu semua ada pertanggungjawabnnya di akhirat kelak. Jangankan di akhirat, bila penulis konten porno tersebut memunyai anak atau keponakan yang masih remaja, coba pikirkan efeknya.
Uniknya, media yang bersuara Islam malah cenderung dibredel loh di negeri ini dibandingkan media porrno. Mungkin menurut pembuat kebijakan, suara Islam lebih menakutkan daripada konten porno. Konten porno tak mengguncang singgasana kekuasaan mereka dan ‘majikan’ yaitu Amerika. Konten Islam selalu menawarkan solusi pada masalah kehidupan untuk meninggalkan penghambaan pada makhluk dan kembali pada Sang Khalik.
Akhirnya, menjadi tanggung jawab kita pribadi untuk paling tidak menjaga diri dari berkarya atau menulis hal-hal yang menjurus ke porno. Bukan saja karena hal tersebut sangat tidak pantas untuk dilakukan, tapi juga demi keselamatan generasi. Jangan lupa pula bahwa hidup tidak hanya memuaskan hasrat atas nama kebebasan berekspresi. Di luar diri ada hak orang lain untuk menikmati kebebasan terhindar dari paparan konten porno yang merusak jiwa. Jadi, ayolah terus berekspresi dengan tetap peduli pada konten yang menyehatkan. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!